Djokdja Onthel Carnival dan Kekuatan Cinta.

Kalau hati senang, semua yang dilakukan akan terasa ringan. Demi sebuah cinta, energi yang terhimpun untuk mewujudkannya pun bisa sedemikian dahsyatnya. Senang, cinta, riang, bahagia, merupakan kekayaan yang tiada terhingga. Dengannya seseorang akan memperoleh obat atas segala derita. Dengannya pula, banyak hal yang sepertinya mustahil menjadi tak lagi musykil.

putri-putri domas menebar pesona, menabur harum cinta kita semua

Dalam legenda dan sejarah, kekuatan cinta yang mendalam itu mampu menghadirkan Candi Sewu yang indah serta mewujudkan Taj Mahal yang megah. Candi sewu konon dibangun oleh Bandung Bondowoso untuk memenuhi permintaan Roro Jonggrang sebagai syarat atas kesediaannya untuk dipersunting, sementara Taj Mahal dibangun oleh Kaisar Shah Jahan sebagai perwujudan cintanya atas Mumtaz Mahal, istrinya yang meninggal saat melahirkan anak ke-14.

acara silaturahmi yang membumikan cinta

Kekuatan cinta juga kami saksikan pada acara Djokdja Onthel Carnival (DOC), Sabtu-Minggu, 10-11 Juli 2010 yang diselenggarakan oleh teman-teman komunitas Podjok (Paguyuban Onthel Djokdjakarta) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta. Sejak rapat-rapat persiapan hingga acara digelar pada hari Sabtu dan Minggu di Benteng Vredeburg, kami komunitas Opoto (Onthel Potorono) melihat kesungguhan, optimisme, sekaligus keceriaan menghiasi wajah seluruh panitia.

angkringan dan sepeda onthel, serasa di rumah sendiri

Semangat yang sama juga kami temukan pada ribuan peserta yang berdatangan secara massal dari berbagai penjuru nusantara. Selain dari komunitas sepeda Jogja, peserta juga datang dari Solo, Purworejo, Kebumen, Muntilan, Magelang, Semarang, Ngawi, Kediri, Madiun, Magetan, Mojokerto, Depok, Jakarta, Bekasi, Tangerang, Karawang, Bogor, Bandung, Garut,  Banjarbaru, Balikpapan, Kalimantan Selatan, dan lain-lain.

Sungguh dahsyat! Kecintaan terhadap sepeda onthel dengan segala pernak-perniknya ternyata mampu mempersatukan onthelis sebanyak ini. Sepeda onthel telah menjadi sebuah kebutuhan yang membuat orang rela mengalokasikan waktu, menempuh beratus kilometer, dan menyisihkan anggaran secara khusus. Seorang sahabat bahkan sengaja menyiapkan gaji ketigabelasnya untuk hobby yang satu ini.  🙂

jelang karnaval, dua ponsel Ki Lurah Towil tak berhenti berdering

Dalam konteks budaya Jawa, dikenal ada lima kebutuhan yang layak diraih oleh setiap pria, yaitu wisma (rumah), wanita (wanita/istri), turangga (kuda, kendaraan), curiga (keris, senjata), dan kukila (burung, hiburan). Seringkali, kecintaan yang berlebihan mampu menggeser status kelima hal tersebut dari sesuatu yang bersifat primer menjadi klangenan (kesenangan) semata, dari kebutuhan pokok menjadi sekedar kemewahan, yakni ketika kita terus memburu untuk memilikinya dalam jumlah banyak, jauh lebih banyak dari yang kita butuhkan.

apa yang lebih menyenangkan dari saat-saat seperti ini…

Sepeda onthel, dahulu semasa masih merupakan sarana transportasi utama tentu akan diklasifikasikan sebagai turangga. Seiring kehadiran sepeda motor dan mobil, kini sepeda onthel pun lebih merupakan barang klangenan yang bagi sebagian kolektor bahkan terlalu sayang untuk dikendarai. Meskipun begitu, sebagai klangenan, sepeda onthel ternyata tidak melulu memberikan kesenangan di wilayah individual, melainkan juga mampu menggalang keakraban dan kebersamaan secara massal, seperti yang terlihat pada acara DOC ini.

mengabadikan keindahan cinta

Sejak Sabtu malam, saat Opoto menghadiri acara silaturahmi onthelis, kami bertemu dengan banyak teman yang dipersatukan oleh kegemaran yang sama terhadap sepeda onthel. Kegemaran yang agaknya telah memupuk kedekatan sehingga saat bertemu seperti itu menumbuhkan keharuan layaknya pertemuan dengan saudara yang lama tak bersua. Kami bercengkrama sambil mengikuti acara di panggung, berkeliling di arena klithikan, dan minum wedang jahe panas di stan angkringan yang disediakan.

sambutan walikota, “Bapak Sepeda”nya Jogja

Puncak keramaian terjadi pada Minggu pagi, menjelang acara karnaval onthel. Ribuan peserta yang mayoritas berpakaian jadoel sibuk mempersiapkan diri sambil berfoto, baik dengan sesama komunitas mereka maupun dengan komunitas lain. Mereka berpose berlatarkan patung, meriam, maupun bangunan benteng Vredeburg serta para prajurit keraton yang ikut mengawal karnaval onthel kali ini. Tidak ketinggalan, putri domas yang cantik-cantik pun sibuk menerima permintaan foto bersama sehingga panitia yang tengah mempersiapkan pemberangkatan karnaval menghimbau agar putri-putri tersebut diberi keleluasaan melaksanakan tugas mereka menabur bunga.

mengajak serta si buah cinta…

Karnaval diberangkatkan sesaat setelah Walikota Yogyakarta, Bapak Herry Zudianto memberikan sambutan dan dukungan atas prakarsa mengkampanyekan kegiatan bersepeda semacam ini. Dengan iringan genderang para prajurit keraton, karnaval bergerak perlahan dari pintu gerbang Benteng Vredeburg menyusuri jalanan Kota Yogyakarta.

meniup peluit, mengejar rombongan dengan nafas cinta… 🙂

Opoto dan sahabat-sahabat onthelis JOC (Jogja Onthel Club) yang sedianya diminta berada di depan guna mengendalikan kecepatan demi menjaga keutuhan iring-iringan sempat mengalami sedikit kesulitan karena animo peserta yang luar biasa. Tak urung, sedikitnya dua kali panitia sempat menghentikan rombongan terdepan sambil menunggu iring-iringan yang tercecer tersambung kembali.

menikmati konsumsi, menonton jathilan dan goyang seksi…

Setelah melewati Alun Alun Utara, Alun Alun Selatan, Jalan Sultan Agung, Jalan Timoho, Jalan Solo, Jalan Sudirman, Tugu, Jalan Mangkubumi, dan Jalan Malioboro, karnaval pun berakhir kembali di Benteng Vredeburg. Di sana  peserta disambut dengan penampilan jathilan Mataram. Kami pun kembali berkumpul menikmati snack dan sarapan.

klithikan, memburu kelengkapan cinta…

Sementara di panggung, para penyanyi tampil menghibur dengan lagu-lagu yang semakin siang semakin memanas, mengantarkan acara sampai ke puncak, yakni saat aneka doorprize berupa ponsel hingga sepeda onthel dibagikan.

artis dan penggemar: semua demi cinta…

Menunggu hingga acara usai, tak satu pun hadiah tergapai. Tetapi, kami tak sedikit pun bersedih hati, karena banyak hadiah luar biasa yang kami terima berupa perhatian dan kunjungan dari sahabat-sahabat onthelis, di samping juga dari sahabat-sahabat Podjok sebagai tuan rumah yang begitu ramah menyambut kami.

acara usai: semua berbenah, semua lelah

Akhirnya kami pulang saat matahari masih terik sehingga punggung kami yang mengenakan kostum hitam-hitam seakan terpanggang. Tetapi kami tetap mengayuh sepeda onthel kami tanpa beban. Barangkali, ini juga berkat kekuatan cinta kami, cinta kepada sepeda, komunitas, dan segala visi mulia saat kami berkumpul bersama.

pemandangan terakhir di lokasi: kusut, tapi ceria. atas nama cinta…

Tanpa terasa, setelah sempat diguyur hujan di jalanan, kami pun sampai di rumah kami di kampung Potorono, saat cinta yang lain menyambut kedatangan kami dalam kehangatan.

153 responses to “Djokdja Onthel Carnival dan Kekuatan Cinta.

  1. heri agusti - DeFOC

    terharu, trenyuh, dan berpuas diri saat mengenang pertemuan dgn para onthelis pada acara DOC, gambaran “cinta” terekam saat itu …..sayang kita belum bisa mentuntaskan rasa kangen kami krn keterbatasan waktu…..duh kapan kita menjalin silaturahmi spt itu…..terima kasih pada Pak de Wongeres dg OPOTOnya dan juga Mas Towil dg kerabat PODJOKnya yg telah menyambut kami dg ketulusan…..matur sembah nuwun….

    • wongeres OPOTO

      Memang repot membagi waktunya ya. Tapi begitulah, biar cuma sebentar asal semua kebagian. Hehe… Ada foto Mas Heri yang ngumpet di belakang, tapi konangan lho. 🙂

  2. wah … bisa ketinggalan informasi nich….
    Om noer, pak joni, om tono… tungggguuuuuuuu… Aku sekarang dah siap lagi nich..

    rugi..jan rugi tenan ki.. heee..heee..

  3. Sastrawan onthel yang satu ini menulis reportase Djokdja Onthel Carnival 2010 juga dengan kekuatan cinta…makanya hasilnya juga menjadi spektakuler…he..he..he..ucapan terima kasih dan penghargaan tinggi patut diberikan kepada para sahabat OPOTO dan JOC yang dengan tulus membantu Podjok mengawal Karnaval Onthel…

    • wongeres OPOTO

      Sami-sami Pak Sahid. Sahabat-sahabat JOC dan PORY itu yang punggawanya banyak. Kalau Opoto membantunya paling cukup dengan cinta dan doa. Hehe..

  4. klambi jambon dan klambi kuning sungguh mencuri perhatian…

  5. heri agusti - DeFOC

    Klambi jambon, klambi kuning? Lha aku sing endi to mas? Apa itu saja ada Yuni Shara yg lagi ngumpet di celeh celah pohun bambu kuning…..
    biar bisa tak goncengke di goncengan sepedaku ben nambah performance. Pak De Wong itu foto dibelakang putri Domas tiwas ngrusak pemandangan lho…….salah klik yo Pak De? Hayo di delete wae po piye?

    • wongeres OPOTO

      Saya juga kaget. Ternyata, begitu diperhatikan, di belakang ada dua fotografer yang glenak-glenik sambil memeriksa hasil jepretan. Jadi pengin tahu, kira-kira foto apa ya yang lagi didiskusikan itu? Haha… Tapi itu asli, malah menghidupkan suasana, je.

  6. sing semprat-semprit bar acara langsung tewas hahaha!!! tp pit HIMA POLISIne ga dijupuk2 ng omahku marai ngebak2i ruang tamu..kpn dijupuk mas Bil? hehe.. opo disimpen wae ng omah wetan?wes ditunggu Pak Nur lho 🙂

    • wongeres OPOTO

      Oalaah, Mas Billy langsung KO to? Makanya Mas, cinta itu jangan sepenuh hati. Sisakan sedikit untuk recovery, biar nggak collapse! Haha… (iki tentang opo to yo…?)

  7. @sunguh acara ngonthel yg indah… dan jogja memang selalu demikian… dan mas Wong yg selalu dipenuhi cintapun menulisnya dengan segebap cinta… ( lha kita aneh…jatuh cinta kok karo pit..)..
    @ sederek Podjok maur nuwun kesempatan dan sambutannya.. pokoke top tenan..
    @ biduane juga senyumnya legit…hihihi..

    • wongeres OPOTO

      Pak Rendra, saya membidik para penyanyi itu dari jauh lho. Ee… ternyata mereka cukup sensi terhadap kamera. Makanya langsung berpose. Senyum legit itu resmi untuk kita semua. Hehe…

  8. TOP!!
    Yang ku bisa hanya melihat di fotos !!sunguh meriah dan rasa persaudaraan yang tinggi ,dengan sepeda kita bisa bertemu dengan teman baru ,menambah soudara dan pengalaman masing 2 ,canda gurau yang sangat jarang kita jumpai hanya kalau kita ngontel bersama !!

  9. kata teman dr pasuruan, gedhang ambon diwadhahi tenggok kecampuran krikil, sing nganggo kebayak jambon ojo dijawil, kuwi duweke mas towil. Gara2 DOC mempertemukan kembali teman SMP yg 25 tahun tidak ketemu.

  10. Ketika niat tulus untuk berkampanye kembali bersepeda dan juga keinginan guna mengumpulkan para kawan, sahabat dan saudara onthelis setanah air dijalankan…ternyata benar-benar luar biasa. Mulai dari sebulan terakhir banyak terjadi keajaiban-keajaiban yang barangkali merupakan pertolongan dari Tuhan. PODJOK sejujurnya hanya bermodal semangat, kreativitas, dan kekompakan belaka…Alhamdulillah yang terjadi terjadilah sebagaimana ditulis oleh Sang Sastrawan Onthel Ki Wongeres ini…

  11. @mas yoyok, hahahah3 berhubung habis energi mbuka jln wktu carnaval trs ambruk heheh3 smntara sepeda dititipkan ndalem kuncen rumiyin
    @pak nur, ulasan “cinta” emang mantap,top tenin hehehe3 salam kagem sderek opoto,jih ,nuwun

    • wongeres OPOTO

      Lha iya to Mas, sudah tahu rumahnya “kuncen” kok ya tetep dititipin. Kalau Potorono kan buka terus. Haha… Nafas cintane jebul nggo nyemprit nganti pailit… 🙂

  12. heri agusti - DeFOC

    .di KSI Jakarta ketemu Mas Towil, huebat tenan ini piyayi Jogya yg satu ini, nggak punya puser, ngobrol sebentar dan beliau disibukkan dg acara……wah Mas Towil nggak sempat mampir ke gubug saya nih…jaga stamina mas…dan kapan nggelar acara di Jogya lagi……..lho Pak Wongeres ngumpet dimana? Salam dari Mas Ananta Gendeng………

    • wongeres OPOTO

      Saya sudah nongol juga kok. Selebihnya banyak ngumpet di kamera Mas Heri. 🙂

      Salam juga buat Mas Ananta. Sayang nggak sempat ngobrol lama.

  13. Ki Juru Warto

    Acara onthel yang menarik nan memikat hati. Baik acaranya, sambutannya, onthelisnya, ngonthelnya, dan yang legit-legitnya. Ternuwun njih Ki Lurah Opoto atas liputannya. Kapan yaa Opoto duwe gawe…

    @ Den Mase Rendra
    Jenengan pancen onthelis tulen. Buktinya kalau ada even-even onthel pasti selalu hadir baik yang di Jawa maupun di luar Jawa, bahkan sampai ke negeri orang. Tak ada ide tuk bikin blog onthel sendiri aja yaa den mase. Soal liputan dan penulisannya, saya siap bantu hehehe….pisssss

    • wongeres OPOTO

      Lha. Ini ada tumbu golek tutup lho. Ayo, jangan biarkan potensi terpendam. Dengan cinta segalanya pasti bisa!

      Ki Juru, kalo golek gawean sekarang ini kan gampang. Golek penghasilan itu yang susah. Makanya kita lagi mikir bukan memprioritaskan duwe gawe, tapi duwe hasil alias koyo. Haha…

  14. @Wongeres : Gedhang Ambon temumpang kayu
    Durung mateng ditemu bebek Alabio.
    Sing nganggo kebayak Abang lan Jambon pancen ayu.
    Ketimbang wurung, ati wis mantheng, ojo mung di dhemek ning ditembung nganggo I lop You

  15. @mas Juru…wah matr nuwun tawaran indahnya..tapi sy tdk berani merelisasikan mundak isine dudu sepeda ning malah liyane..saya sdh terlanjur jd warga/anggota OPOTO ” kelas jauh” alias luar kota..jd saya akan setia dengan posisi itu mas..
    @mas bagus nek parikan kok yo apik tenan to terutama nggon jangkepanae ….bebek alabio…itu lho..hehehehe..

  16. wongeres OPOTO

    Pak Sahid, Mas Towil, dkk memang sangat menguasai psikologi onthelis. Makanya jampi sayah itu tidak pernah luput dari pertimbangan. Ha ning Mas Billy nyatanya malah KO. Jangan-jangan sambil ngedumel: “anda puas, saya lemas…” 🙂

  17. heri agusti - DeFOC

    @Den Bagusmajenun, Gedhang Ambon sumeleh nang pager, Klambi Abang Lan Klambi Jambon bikin ngonthel tambah seger…..yen isih kurang kuat ngonthele, tambah KUKUBIMA (KUrang KUat BIni MArah) he he he…alhamdullillah di Jogya Heri Agusti ngonthele jan kuat tenan, walaupun pakai sepeda sewaan…enak tenan…..nggleser nang mburine Denmas Randra…

  18. heri agusti - DeFOC

    Maaf…..maksudnya Denmas Rendra gitu loh.Beliau pakai sepeda dames , dan kayaknya beliau sangat sangat menikmati ngonthel di kota gudeg…….ndemenakake…..

  19. heri agusti - DeFOC

    Maksudnya Denmas Rendra gitu loh, wah beliau rupanya benar benar bisa menikmati naik sepeda di kota Gudeg, walaupun numpak sepeda dames yg gagang stange diduwurke…….kring kring kring ……

  20. heri agusti - DeFOC

    yah …..kok dua, huaduh salah pencet nih Pak De Wong…….nyuwun pangapunten ngentek enteke ruang nih………..

  21. pitik jago saba kebon, pitik babon saba kali.
    wahai kebaya’ jambon, cinta memang tak harus memiliki…

  22. Salut untuk PODJOK, dan liputan dari Mas Nur

    • wongeres OPOTO

      Cekak aos. Sepure keburu brangkat 🙂 Tapi kalau lagi nuker konsumsi berlama-lama pun oke, asal ada gedhang ambone. Ada gambarnya lho. Haha… (fitness lebih kejam dari pembunuhan ini…)

  23. @ Mas Wongeres, ternyata liputan DOC dgn “cinta” sungguh berbeda bila dibandingkan dgn reportase ala PODJOK… Enak dibaca & rasanya sangat pas buat ‘onthelis’… Terimakasih atas support & doanya dlm acara DOC 2010, semoga kita bisa bekerjasama kembali di even mendatang… nuwun…

  24. wongeres OPOTO

    Weleh, Mas Bagus. Versi resmi dan komplitnya tentu ada di Podjok sebagai peramu acaranya. Ini sekedar cerita yang tersisa dari sisi kami para peserta. Kami malah nggak kebagian waktu untuk berfoto dengan Mas Bagus, Mas Towil, Pak Sahid, dsb lho. Tapi kami salut atas kinerja yang ada. Sukses selalu!

  25. @mas bagus Podjok ojolali…njaluk nomer hapene kleting kuning gedhang ambone… selak kedisikan mas Nur dan mas Spoor…hihihi

  26. Kalau BLOG Opoto isinya keren memang wajar karena penulis-nya academically dan practically memang seorang sastrawan he..he..he..

    Saya suka penggunaan perspektif CINTA dalam liputan DOC 2010 ini. Hobby onthel memang pada umumnya berdasarkan platform CINTA, tapi ada juga lho yang platform-nya NAFSU he..he..he..

    • wongeres OPOTO

      Haha… Pak Sahid mulai dengan sanjungan mematikan. Jangan-jangan jurus ini juga yang telah menghadirkan para klething nan rupawan untuk memeriahkan kenduri cinta di vredeburg kemarin…

      Eh, sebentar. Menanyakan no hp itu platformnya cinta lho, jangan nafsu. Hahahaha…

  27. @sesungguhnya kadang kita sangat kebingungan membedakan anatara nafsu dan cinta pada saat aplikasi, dikala nafsu berburu cycloid atau burgers atau quickstep tengah membahana sebenarnya itu merupakan pengejawantahan rasa kecintaan kita terhadap sepeda… apalagi keinginan menikmati gedhang ambon disaat lapar dan haus dahaga…lho..tambah ngawur to….hehehe..
    …. ” dalam pada itu……..

  28. nomer hapene kleting kuning gedhang ambone… udah ada di mas Nur. He he he …..
    Mas Nur itu kreatif je.

  29. @mas Spoor…aku percoyo seratus persen…lha pancen beliau ahli nglupukno nomor hape poro kleting je… ( buat model foto kok) …hehehe..pisss mas Noer…

  30. wongeres OPOTO

    Pak Sahiiid…, ada yang gantian nyindir lho…

    Saya lebih suka nyanyi lagunya Rhoma ah: adu domba… adu domba 😀

  31. ehemmm…selayak nya kami haturkan kepada semua para penikmat sepeda tua,tak bisa kami memberi lebih ..opoto hayoo terus dendangkan lagu mu salam dari kulonprogo

  32. kedua cinta ini tak boleh di bendung lagi…alirkan sampai muaranya ,ke indahan ke indahan adalah penabur isi rangkain sebuah perjalanan itu sendiri maka itu taburkan dengan cintannya dan rasakan dahsyatnya arti cinta

  33. @pak nur, heheheheheheheh3 injih, pak. siang malam bergoyang ndangdut dg biduan yg aduhai jdinya anda puas sya lemas smpai masuk angin wkwkwkwkwkwk

    • wongeres OPOTO

      Wah, mesakke lho Mas Billy ini. Itu itungan bisnisnya kan rugi. Setidaknya ya anda puas saya impas to. Hehe…

      Lha kecapean itu karena ngawal karnaval atau karena harus membagi perhatian ke dua penyanyi ya??

  34. Mas Nur, Senin sore kemarin kalibayem dapat Fongres perempuan/dames bagus, yg gak ori keteng, sadel dan stopan belakang gak ada. Tapi serinya saya gak tau dan kalau gak salah berkisar keluaran th 1951.

  35. Barang kali Mas Nur mau nambah koleksi dan barang belum laku.

    • wongeres OPOTO

      Itu barang langsung diumpetin ke museum kok Mas. Tapi prinsip saya kan: cinta tak harus memiliki. Haha…

  36. @wah den bagus sentolo sudah mulai berpuisi nih….gedhang ambone…gedhang ambone…monggo dipun kedapiii….hehehe… nyebar godhong kapulogo…apa kabar kulonprogo…..

  37. wongeres OPOTO

    Lha ini parikannya kok jadul semua to. Haha… Kalau pantun anak gaul mestinya kan begini:

    emang ilfeel kalo ngejomblo aja
    bukan Mas Towil kalo powernya ga sekuat kuda

    pake legging ke Cianjur
    kebaya pink bikin ga bisa tidur (soalnya kesempitan)

    😀 😀

  38. ada yang kurang cinta ?” sotonya tak ada.

    • wongeres OPOTO

      Cinta untuk onthel 100%, untuk soto 100%, untuk pisang… mbuh ah. Mas Faj ki malah gak hadir lho…

  39. Menurut saya bedanya CINTA dan NAFSU dalam berburu onthel…salah satu contohnya ketika kita berburu onthel mulai dari sekrup porok kemudian dicari frame, roda, sadel, dan seterusnya….nah ini mungkin tergolong CINTA BUTA he..he..he..kalau NAFSU jelas nggak mungkin karena butuh kesabaran, kecermatan dan ketekunan untuk bisa membangun dari sekrup porok menjadi sepeda utuh kembali…he..he..he..

  40. @pak Sahid..wah bener juga tuh, menikmati cinta memang hrs dengan kesabaran…. bahkan kadang sampai jenuh,bosen bahkan meluntur cintanya…tetep aja sulit mendapatkan sadel ,lampu dandinamo fongers….hehehe..

  41. @Luk Pitu…kalau aksesori Fongers memang super langka baik di Indonesia maupun di negeri kelahirannya.

    Harga set lampu dinamo generasi pertama (model dinamo VT) sudah mencapai Rp 8 juta, kemudian yang generasi kedua (model dinamo botol) dibandrol sekitar Rp 4 juta.

    Sadel Fongers demikian juga, harganya berkisar Rp 2-3 juta.

    Di Belanda saja, sistem rem karet model kawat untuk Fongers sebelum 1930-an dijual dengan harga 350 Euro…luarbiasa. Jadi sebaiknya segera hunting Fongers kuno-kuno sebelum harga-harganya tidak terjangkau lagi…

    Saya sebenarnya kagum dengan Ki Ageng Wongeres yang sudah waskitha sejak tahun 2008 dengan melawan arus yakni mulai mengkoleksi Fongers ketika semua orang masih mabuk Gazelle dan Simplex. Demam Fongers juga diperkuat oleh Prof. Andyt dan Kang Niko…

    Bagi yang pernah mendalami semua merek sepeda Belanda, biasanya akan mendudukkan sepeda Fongers sebagai sepeda Belanda ternyaman…baru kemudian Gazelle dan Simplex…

  42. wongeres OPOTO

    Nah, hati-hati lho. Penjelasan Pak Doktor onthel satu ini bisa membangkitkan nafsu! Hahaha… Dan beliau ini sudah punya semua itu 😀

  43. @ wah..penjelasan pak Doktor onthel ini selain bikin kita miris dan bahkan kehilangan ” nafsu dan cinta ‘ thd perburuan sepeda dgn premium brand juga membuat kita berfikir… kenapa kita tdk segera berpaling kpd merk2 lain yg blm menjadi target buruan “alap alap” pit ?( mencontoh ilmuny mas Wongeres)….

  44. @ Luk Pitu…saat ini gelombang perburuan onthel sudah mulai masuk fase ke empat dengan DTO Burgers…(fase 1: Gazelle, fase 2: Simplex, fase 3: Fongers).

    Saya meramalkan setelah Burgers habis, orang akan mulai memburu Batavus karena sepeda ini juga nyaman dikendarai (satu grade di bawah Gazelle) dan populasinya masih banyak. Setelah itu mungkin situasinya akan lebih random dan bisa jadi sepeda Jerman akan mendapat giliran diburu.

  45. @bagaimana dengan sepeda England Mr Doctor.apa tdk diprediksi sebagai target buruan?..

  46. humbermania defoc 0905

    nuwun sewu,waktu acara DOC 10-11 juli sy hanya nongol sebentar di karnavalnya,itupun nggak nggowes,tapi ndak apalah,semoga terus terjaga dan terpelihara saat2 indah spt ini,Salam buat wongeres opoto,dan sohib2 PODJOK yang punya hajat,Salam Ontel

    • wongeres OPOTO

      Nggak ikut nggowes ya Mas Hari? Wah, ini pasti sibuk menawar klithikan. Haha…

      Salam hangat selalu dari kampung Potorono.

  47. wah..wah..liputan yang ngeyemke ati…bener kata pak sahid kalo sastrawan yang bicara memang beda, kalo saya perhatikan mas wong, ada ungkapan CINTA yang tidak tersurat disini tapi tersirat, ada 4 poto dengan gambar baju jambon itu, tapi tidak ada satupun kalimat yang mengisahkannya, sungguh pendalaman cinta yang mumpuni, mungkin itu juga tercipta ketika mencintai Burgers yang di pinggir sawah itu ya mas wong…hehehehehe, tanpa bicara tapi mendalami lebih jauh, sungguh luar biasa, saya paling suka dengan poto nomor satu POI-nya pas banget berikut efek kabut yang muncul, saya menunggu photo pak sahid dengan yang baju jambon ini jika menggunakan Rudge terbarunya, pasti hasilnya luar biasa…..hehehehe…maaf mas wong kemarin saya ga bisa ketemu mas wong, dan maaf saya secara khusus kepada Mas Towil, Pak Sahid, Mas Bagus dan seluruh kerabat Podjok karena belum bisa membantu secara langsung acara DOC kemarin, nuwun sewu….senang rasanya mendengar acara DOC berlangsung dengan sukses dan lancar, selamat untuk semua panitia dan kerabat Podjok serta semua onthelis yang turut membantu…..nuwun

    • wongeres OPOTO

      Ini dia. Saya mencoba menganut paham bahwa bagus saja lalu selesai, tanpa mengundang diskusi tidaklah menarik. Haha…

      Mas Joni, kapan itu sebenarnya Pak Sahid memberitahu bahwa kisah Benteng Vredeburg sangatlah menarik untuk diangkat. Tapi, karena benteng ini membelakangi matahari, saya kesulitan memotret keseluruhan bagian benteng. Sementara, ketika banyak kamera mengarah ke satu titik dan coba saya ikuti, ternyata saya terlambat. POI itu sudah menghadap ke luar gerbang sehingga posisinya membelakangi matahari. Kamera pocket saya harus frontal menentang cahaya matahari. Jadi, sebenarnya itu bukan kabut, tapi bias matahari.

      Saya cuma mau membagi dan melaporkan apa yang sudah saya lihat. 🙂

  48. Ki Juru Warto

    Pertanyaannya mengapa sepeda merek-merek buatan Belanda lebih mendominasi perburuan sepeda tua di Indonesia. Apakah Indonesia ini bekas jajahan Belanda, sehingga sepeda bekas Belanda banyak diburu orang. Ataukah ada motif ekonomi tertentu yang membuat sepeda buatan Belanda lebih mahal namun banyak diminati. Ini bisa dilihat dari urutan perburuan, sedari merek Gazelle, kemudian Simplex, lalu Fongres, dan tak lama lagi Burgers dan Batavus.

    Beda dengan di negeri Jiran (Malaysia), sepeda buatan Inggris lebih mendominasi, atau di India yang juga jajahan Inggris. Sebenarnya sepeda Inggris tak kalah legendarisnya. Misalnya sepeda BSA, saat perang dua sepeda BSA banyak digunakan oleh pasukan Inggris. Sementara sepeda Belanda dulu di Indonesia banyak digunakan oleh kaum elite,bangsawan, cukong, tuan tanah, juragan.

  49. @ Luk Pitu
    @ Ki Juru Warto

    Sepertinya memang demikian…ada korelasi kuat antara sejarah kolonial dengan preferensi merek sepeda. Sehingga fenomena yang terjadi orang Indonesia lebih akrab dengan sepeda belanda, orang India/Malaysia lebih intim dengan sepeda Inggris, dan orang Vietnam lebih suka sepeda Perancis.

    Namund demikian, ada beberapa kawasan tertentu di Indonesia yang ternyata lebih British minded seperti misalnya Klaten dan Jawa Barat.

    Fenomena Gazelle mahal sebetulnya hanya terjadi di Indonesia, di Belanda sendiri Gazelle kondisi orisinil utuh tidak akan lebih dari 300 Euro, padahal disini bisa laku 2000 Euro . Sangat tidak rasional he..he..he..

    Hunting sepeda Inggris bisa jadi juga mengalami fase-fase tertentu. Saya terus terang tidak mengamati secara intens, tetapi akhir-akhir ini saya mendengar orang mulai memburu Rudge.

    Kalau merek Inggris yang sangat populer adalah the three musketeer yang legendaris: Humber, Raleigh, & Sun Beam. Pada layer kedua kemudian ada BSA, Rudge, Hercules, danPhillips. Selanjutnya pada layer ketiga ada New Hudson, Ray, Sun, dan Pashley.

    Di Indonesia, tokoh onthelis yang menekuni sepeda Inggris salah satunya adalah Pak Hardi Surabaya.

  50. Memang benar, keberadaan sepeda berkaitan dengan dgn tanah jajahan. Indonesia/Nederland Indie pasti byk sepeda Belanda, Malaysia, Singapura, India byk sepeda Inggris. Philipina juga byk spd AS. Dalam sejarah transportasi di Hindia Belanda, sepeda byk dipunyai oleh Org Belanda, keturunan Belanda atau org Indo, misionaris/pastur, guru, ambtenar/pegawai BB bukan Fongers tapi (Binenlandsch Bestuur), baru orang Cina atau pedagang golongan/kelas 2. Pribumi baru banyak punya sepeda setelah Indonesi merdeka. Ada cerita yang pernah di muat Harian Kedaulatan Rakyat (KR) th 1947 ketika Yogya menjadi Ibukota RI, byk org Cina, Indo yang disuruh pilih ikut Republik atau Belanda. Yg ikut Belanda mereka harus meninggalkan kota Yogya menuju Semarang. Saat itu mereka kemudian di daftar di gedung Cung Hua Tung Hwee (CHTH) sekarang gedung KONI DIY di Jl Trikora. Saat didata utk dibawa ke Semarang. Agar memudahkan pengangkutan byk sepeda mahal seperti Gazele, Fongers, Burgers dll yg dijual murah oleh orang-orang Cina. Sedang utk melacak keberadaan sepeda Burgers di Yogya masih dilacak di daerah-daerah yang jadi basis penyebaran agama Kristen/Katolik serta dulu pernah ada pabrik gula di zaman Belanda seperti di bantul, Galur Kulonprogo dan Sedayu/Godean. Toko-toko sepeda di yogya dul juga terpusat di sekitar malioboro dan pecinan daerah beskalan dan pajeksan. Ini sekedar serita lisan sejarah, semoga bisa berguna. Salam

  51. ha ha mas sahid bisa berkata begitu krn ada fongers BB yang sangat nyaman, lebih baik dikembalikan kemasing-masing person, mungkin cak hardi kurang setuju dengan itu, tetapi kadang kenyamanan onthel juga ditentukan suasana hati juga. seorang teman memiliki G seri 11 tak nyaman memakainya krn was-was takut hilang saat jajan soto sehingga dia merasa tak nyaman juga saat mengendarainya.

    • wongeres OPOTO

      Wuaduh, kok Mas Faj nyinggung jajan soto segala? jadi tersungging. Untungnya G saya bukan seri-11 jadi nyoto jalan teruuus… 🙂

  52. Ki Juru Warto

    @ General Sahid Nugroho and Bagusmajenun
    Lalu bagaimana keberadaan sepeda asal Jerman di Indonesia. Apakah sepeda Jerman ini hanya sebagai pelengkap saja setelah sepeda Belanda dan Inggris. Mungkin ada hal-hal lainnya. Bila diperhatikan sepeda-sepeda Jerman ini lebih sedikit keberadaannya di Indonesia ketimbang sepeda dari kedua bangsa eropa tersebut

    Lalu bagaimana keberadaan sepeda Jepang, padahal kita juga di jajah Jepang (Dai Nipon). Memasuki dekade 1960-an sepeda-sepeda buatan RRT (Phonix) membajari Indonesia. Nah sepeda dari RRT inilah yang banyak dipakai oleh kalangan masyarakat bawah karena harganya yang terbilang terjangkau hingga saat ini. Mungkin bisa dibilang sepeda Phonix RRT sepedanya rakyat kecil (wong cilik).

    Bagaimana juga sepeda onthel produksi Indonesia. Jarang terdengar yaaa ? Perhatikan di India, ada juga sepeda merek Hercules namun produksi India, mungkin ini asemblingnya Inggris. Lalu ada sepeda Hero, Grand Champion, Norton, dan lain-lain. Apakah Indonesia hanya tempat pasaran sepeda dari luar atau hanya bisa menjiplak. Sungguh ironis.

  53. @ Faj

    Setuju Mas Faj…dalam opini saya sebelumnya ada pencantuman kata”biasanya”… dalam penulisan ilmiah maknanya bahwa klaim tersebut tidak 100% pasti, jadi masih ada orang yang mungkin memiliki perilaku berbeda…he..he..he..

    Dari pengalaman touring, Gazelle, Simplex Cycloide dan Fongers kalau jalan mendatar ketiganya sama-sama nyaman, namun ketika menemui jalan menanjak tajam Fongers relatif lebih unggul karena metalurginya lebih ringan.

    @ Juru Warto

    Saya sejujurnya tidak mendalami sepeda Jerman dan sepeda Jepang. Onthelis yang mendalami sepeda jerman adalah Pak Rustam dan Pak Didi anggota Podjok.

    Sepeda Jepang yang sangat populer di Indonesia adalah The Mister, karena dulunya digunakan sebagai sepeda dinas dokter/mantri/perawat kesehatan. Ada juga sepeda merek Mister tanpa kata depan “The” buatan Jerman.

  54. keselngonthel

    salam ontel wah jadi menarik nih para pakar ontel pada berdebat soal historis dan sosiologis onthel kalo boleh saya usul berhubung ini topik menarik maka bagaimana kalo pak adminnya menyediakan forum untuk mengulas seluruh merk ontel yang pernah dan ada di Indonesia, berikut keunggulan dan kelemahannya dan juga mengapa didaerah tertentu merk2 tertentu lebih dominan seperti di daerah klaten lebih british minded dari pada daerah lain atau Bantul lebih batavus minded dari daerah lain, pasti ada alasan yang melatar belakangi dan seandainya ini diulas akan sangat berguna bagi kita yang masih belajar ngontel.
    matur nuwun

    • wongeres OPOTO

      Witing tresno jalaran saka kulino. Lha kalau di Potorono tiap hari cuma liatnya sepeda Holland dan England, ya seleranya pun terbentuk dari sana. Meskipun, ketika sesekali sepeda Jerman, bahkan Prancis melintas, kita pun terkesiap oleh penampilannya yang berbeda.

      Memang ada beberapa variabel yang mempengaruhi selera masyarakat terhadap merek tertentu. Misalnya geografis (kondisi jalan datar atau naik-turun), psikologis/sosial (identifikasi terhadap kelas sosial di masa lalu), maupun praktis/fungsional (kesesuaian bentuk desain dengan kebutuhan keseharian, termasuk profesi). Mungkin satu saat nanti akan kita bahas.

  55. inilah yang saya sangat suka dengan mas sahid sangat rendah hati terhadap sesuatu hal, semoga dpt menjadikan pelajaran bagi saya.

  56. Sepeda Jerman sebenarnya masih bisa dilacak kesejarahannya. Zaman Hindia Belanda hingga awal Indonesia merdeka di Batavia masih byk perusahaan asing (NV) yang menjadi importir kendaraan, sepeda hingga berbagai barang, misalnya alat cukup silet, hingga gunting merek Solingen. Sepeda Motor Jerman jenis motor besar BMW, Union. Sedang sepeda yg semua disebut Pakrad berasal dari kata Fahrader ada Edie, Solingen, Durex, Torpedo, Opel, Diamand dll. Ada banyak sepeda perang buatan Jerman beredar di Indonesia dengan ciri slebor yg sangat khas agak kotak dan besik kokoh dengan frame tanpa keni

  57. @ki juru..dulu di kampungku masih banyak ditemui sepeda lokal dengan merk Turangga atau cak Banteng. sehari hari dipakai para ptani dan pedangang yg knon kualitasnya juga tdk kalah dengan Simking atau sunking dan fliying pegeon buatan RRT ( RRC)..sy tdj tahu persis dimana letak fabrikannya..

    • wongeres OPOTO

      Benar, Pak Rendra. Sepeda buatan lokal semacam Turangga atau Banteng yang populasinya malah terhitung langka juga diburu. Meskipun buatan lokal/assembling, kualitas besinya sama bagus.

      Dahulu, Pak Ngatijo dll bisa membuat sepeda sendiri dengan kualitas yang bagus, karena saat itu baik pipa besi maupun keni sambungan (impor) masih mudah didapatkan di pasaran. Saya masih sempat dikasih lihat keni bikinan Jerman yang tipis, rapi, tapi kuat.

  58. heri agusti - DeFOC

    asyik banget nih kalau dengerin para pakar onthel lagi “ngudar wawasan”…..hal ini mestinya ada pada acara KSI kemarin, ternyata saya menemukan ini hanya ada di “angkringan OPOTO”…lumayan pengetahuan yg sangat berharga bagi saya “siswa klas nol kecil” dlm peronthelan…….gratis lagi.
    @Ki Juru Warto, …sepeda produk Indonesia? Sudah ada, yg bikin ya mbah Ngatijo….uapik tenan pak…yg tahu persis itu lho : mas Ananta Gendeng si pengelana budiman…..beliau cerita pada saya pada waktu seperjalanan dari Jakarta ke Yogya…tetapi dg embel embel : ojo kondo karo sopo sopo…..kehebatan yg masih dirahasiakan(?)

    • wongeres OPOTO

      Wah, berarti Mas Heri layak jadi anggota dewan dong… Haha…

      Kemarin saya main di Srandakan, Pandak. Di sana ada pembuat sepeda bermesin. Peminatnya cukup banyak. Berminat?

  59. monggo, sate usus lan teh jahe-ne disambi.. kulo tak ngrungokke nyambi ngipasi ceker bakar.

    • wongeres OPOTO

      Lha, kalau serius mau menikmati nasi bakar, tongseng keong, sate ayam, wedang jahe (wedang jahenya top banget!), malam Minggu ngepit ke Kotagede Mas. Piye?

  60. Terkait dengan diskusi sepeda onthel, sebetulnya selama ini yang masih menjadi misteri adalah sepeda-sepeda produksi di bawah 1930-an. Selain artefak-nya jarang, juga tidak banyak referensi yang dimiliki.

    Seingat saya di Belanda hanya prijscourant (katalog) Fongers yang cukup detil sampai awal abad 20, sedangkan untuk Gazelle dan Simplex kebanyakan hanya sampai tahun 1930-an. Harga referensi tersebut juga cukup mahal, rata-rata 100-150 Euro per dokumen. Jadi selain koleksi sepeda, tidak ada salahnya koleksi prijscourant karena di Indonesia kita minim referensi, biasanya lebih berbasis testimonial para pakar senior yang mengalami jamannya. Di Belanda, beruntung seorang Herbert Kurner mau menulis kembali referensi tersebut dalam monograph-monograph menarik per topik sepeda.

    Saya memimpikan suatu ketika Pak Andyt, Pak Niko, Pak Hardi, Pak Moga dan pakar onthel terkemuka lainnya termasuk Ki Ageng Wongeres mau menulis hal-hal seperti Herbert Kurner. Buku “Sepeda Onthel” dan “Indische Fietsen” yang laris manis membuktikan bahwa kita memang haus referensi untuk mengenali jati diri sesungguhnya dari sepeda onthel kesayangan kita. Nuwun.

    • wongeres OPOTO

      Walah, saya kan cuma pengamat sekitar Potorono saja, Pak Sahid. Saya sudah pernah coba kontak beberapa pakar kalau mau urunan tulisan. Tetapi hebatnya, justru mereka sepertinya berniat menyiapkan buku-buku yang lebih komplit lagi. Akan ada banyak warna. Tetapi kok prosesnya lumayan lambat ya, perlu dikompori lagi ini…

  61. Mas Noer malam Minggu mau di kotagede sisih ngendi, neng pasar atau di angkringan Lik Adi nganggo suwe Giwangan? mau gabung nih?

    • wongeres OPOTO

      Lah, target kita memang di dua tempat itu Mas. OK, nanti kontak2an sekitar jam 20.30 ya. Menuju Kotagede dulu…

  62. @whadhuh indahnya hidup di tlatah jogja….ikuuuuuuttt dong…hehehe…

  63. wongeres OPOTO

    Haha… Nah, Pak Rendra ada tawaran dari Mas Aat tuh. Dari Jkt turun bandara, nanti ditunggu Mas Aat di jembatan layang Janti. Sip, kan? 😀

    Di pasar Kotagede nanti tinggal mblusuk ke belakang pasar, ke kanan nyari surjan lagi, tapi yang biru…

  64. Ki Juru Warto

    @ pengetahuan peronthelan

    Opsi Rem pada onthel tua

    Begini ceritanya,

    Saat acara pameran sepeda/onthel di Senayan baru-baru ini, saya sempat berdebat sengit dengan seorang pengunjung dan seorang peserta pameran onthel tentang opsi rem pada sepeda onthel tua (yang masuk kategori onthel ). Sipengunjung mengatakan bahwa opsi (pilihan) rem pada sepeda onthel tua awalnya sudah ada, baik yang menggunakan opsi rem karet, torpedo, maupun rem tromol. Sedangkan sipeserta menjelaskan kalau awalnya semua sepeda onthel yang terbilang tua produksi sekitar 1900 sampai 1920-an hanya menggunakan rem karet saja. Sementara berdasar informasi yang saya dapat, menyatakan bahwa sepeda onthel pada awalnya sekitar tahun 1900-an hingga 1920-an menggunakan opsi rem karet dan juga ada yang menggunakan opsi torpedo. Lalu pada 1930-an barulah muncul opsi rem tromol. Itu pun tergantung pada merek sepeda dan tipenya.

    Nah, karena masing-masing kukuh pada pendapatnya, saya persilahkan para onthelis untuk menjelaskan atau masukannya bagaimana sebenarnya tentang opsi rem pada onthel yang tergolong tua. Monggo Jenderal Sahid, Ki Lurah Opoto, Bagusmajenun, Den Mas Rendra…..dll

  65. Ngikuttt, tapi kumpulnya di Godean. Sambil makan belut …. he he he

  66. @mas AAt…tks tawarannya.. jd tambah pengen lho ada acara makan belut goreng segala…. apalagi pulangnya dpt oleh2 surjan anyar…hehehe… andai masih ada Sukasrana pasti sy sdh minta tolong utk mindahin Karawang agar masuk tlatah Jogja….

  67. pa kbr pak nur? still remember me? hehe…

    • wongeres OPOTO

      Kabar baik, Mas Billy Pasero. Nah, gitu dong ikutan ngobrol di angkringan Opoto. Sosok tinggi besarnya susah dilupakan. Haha…

      Mas Billy, bagaimana perjalanan pulangnya kemarin? Lancar, kan? Semoga ada secuil kenangan indah di Jogja.

      Salam dari kampung Potorono buat sahabat di Pasero.

  68. Ki Juru Warto

    @ Den Mase Rendra

    Jangankan Karawang, lah Jakarta pernah dipindah ke Jogja loh den mase Rendra pada jaman perang kemerdekaan. Ini de facto loh den mase . Lah nek Karawang masuk tlatah Jogja , sepeda motore tambah kebak no. Nek tambah onthele sih kebeneran, hehehe….

    Begini den mase, tlatah Karesidenan Banyumas tak kalah menariknya kok. Salah satunya Kabupaten Purbalingga. Bila pulang kampung, saya touring ngonthel sendirian, dari Purbalinnga ke arah Bobotsari (botsari) atau ke arah Banjarnegara, melalui jalan-jalan pedesaan. Hawa pegunungan dan alam pedesaan yang asri nan hijau sangat menawan serta menyegarkan. Asyiknya lagi jalan-jalan pedesaan sudah aspalan mulusss. Selain itu, lebih sepi dari lalu lalang sepeda motor maupun mobil, tapi tetap harus hati-hati dan waspada.

    Atau juga bisa juga menelusuri kawasan Sokaraja, sambil melihat-lihat bangunan peninggalan Belanda yang terbengkalai tak terurus. Seperti bangunan pabrik gula Kalibagor yang keadaanya sangat memprihatinkan. Di kawasan ini juga banyak wisata kulinernya, den mase Rendra tentunya lebih mengenal dan tau ketimbang saya. Gimana bapak-bapak pada minat touring di tlatah Purbalingga….bisa direncanakan dan ditindaklanjuti.

  69. @wah gus Juru memang pengamat yg baik… sy sdh lama banget tdk menikmati pemandangan tlatah Banyumasan…paling2 lsg njujug soto Sokaraja atau es duren Tugu banncar Purbalingga… nek sepedaan bener2 ora kober gus, pulang pasti pas lebaran banyak sekali acara dan digondheli anak…hehehe… mungkin suatu saat akan sy coba rute tsb..tks Gus telah diingatkan…hehehe

  70. @Ki Juru, Denmas Rendra………dari Sokaraja nyepeda terus ke Barat, dari alun alun Purwokerto kebarat sedikit, belok ke kiri : disini ada toko jualan keripik dan oleh oleh khas Pwt “echo 21” beliau masih familiku……disana tempat lahir beta, lahir dari orang tua “pengajar” tetapi saya masih suka kurang ajar…route tsb adalah route saya pit pitan waktu jaman noyorono …kalau pulang kampung saya masih suka ngontel bernostalgia bersepeda……..nikmatnya hidup dg bersepeda sangat saya rasakan……..maaf, panjenengan mengingatkan itu semua

  71. @ mas Heri asli Sawangan ya… jl.sutoyo memang sentra kripik gurih sejak jaman cindil abang…hehehe… kpn2 kita gabung club onthel purwokwerto ya mas buat nostalgia.. sambil mampir toko belong buat beli oleh2..dan jangan lupa soto kadal jln.bang atau sop buntut yg paling ebak sedunia di depan stadion…hehehe..
    mas Noer numpang ngerumpi njih…salam

  72. Ki Juru Warto

    Ayoo bapake sekalian, inyong siap dadi batir rika gabung neng Potolan ngontel maring Purbalingga terus nang Purwokerto, hehehehe…..Siap dadi pemandu, walaah sok tau, padahal aku bukan orang situ, hihihii..

    Bapake Heri, kalau nyari kaset dagelan Peyang Penjol yang legendaris itu di Purwokerto di toko kaset mana yaa…Dulu bapak saya ngoleksi kaset Peyang Penjol tapi hilang semua, mau cari lagi kok susah..

    Lesus kali, lesus kali
    Kedung jero banyu mili
    Meneng soten, meneng soten
    Atine bolar baleran

    Walahhh ra ngerti artine…..kapan rencana gabunge mbok. Aja suwe-suwe, mumpung lagi teyeng ngonthel kiye. Ngapunten njih Ki Lurah Opoto, inyong numpang ngobrol….

  73. @Denmas Rendra, injih kawulo saking Sawangan (Jln. Jend Sutoyo) Gang 2 sakpuniko sebelah SMP Gunung Jati….sumonggo kapan kapan numpak pit bareng kaliyan onthelis Pwt …..(hualah belajar Banyumasan maning lah)
    @Ki Juru…..dulu kalo beli kaset peyang penjol di sebelah timur bioskop Srimaya dekat Pasar Wage, memang susah ketemunya…..sesusah cari onthel lawas di Pwt jan orang desa di Pwt sudah pada tahu bhw onthel dadi golekan wong……..nyuwun pangapunten Pak De Wongeres…angkringan jadi buat rubungannya kerabat onthelis nih……tetapi masih seputar onthel kok ….cuman pakai bahasa “kromo inggil”nggih Denmas Rendra , Ki Juru……ojo nesu…….mengko mundak tak paringi “sengsu”….opo horo? ha ha ha ha

  74. wongeres OPOTO

    Hahaha… dening sih pada bae! Silahkan saja lha… disruput kiye nasgithel-e 🙂

  75. tambah suwe tambah asyik rerembugan iki
    di gawe ketemu khusus wae piye pada ngrasake nasgitel banyumas hemmmm lekker je

  76. Insya Alloh September komunitas SOLO akan gelar acara…nah nanti kita bisa touring bareng kulineran di Solo…

  77. numpak pramex sambil nyangking sepeda boleh tak?

    • wongeres OPOTO

      Upin, basikal mana rupanya yang kau nak bawa? Kita cuba, siapa sangka dari cakap-cakap kosong macam ni kelak pun jadi realiti, kerana Cik Qly Spoor nampaknya nak menyokong pula…:-)

  78. kok foto ne kok meng klambi jambon trs mas

  79. @semoga acara Solo tdk ngepasi bulan puasa… atau habis lebaran?..wah sangune udh entek buat lebaran…idealnya sih bulan oktober pak…hehehe

  80. Numpak Kereta Pramex Sambil nyangking sepeda onthel gak oleh sama petugas dan penumpang lain. Naik Kereta ekonomi wae dari setasiun Lempuyangan, nanti sepedane tak angkatne, tapi terus tak bawa pulang. he he he.

    • wongeres OPOTO

      Lho. Padahal sepedanya Mas Aat itu England punya. Lha apa ceritanya sudah siap pindah ke lain hati? 🙂

  81. heri agusti - DeFOC

    Ke Solo? siap pak Komandan….semoga kami selalu diberikan sehat (lahir dan bathin) dan he he he he ditambah banyak rejekinya sama Gusti Alloh yg maha welas……Mas Towil, kemarin di Jogya saya mau diajak ke warung sensu sama Mas Ananta,,,,,wah nggak mau ah nggak tahunya sengsu = tongseng jamu……dasarrrrrrrrr gend….
    akhirnya aku bisa nyicipi sego kucing…lumayan dadi iso meooooong….dari Jakarta capeknya udah ilang belum Mas Towil….hebat sampean…super sibuk dg acaranya…….salam buat kerabat Podjok…dan buat Serdadu SS Denmas Sahid…..nuwun

    • wongeres OPOTO

      Hehe… mau dikerjain ya. Sama-sama orang Jawa masih hampir ketipu juga. Dulu ada teman ditawarin makan pakai segawon juga mau, dikiranya segawon itu sego rawon! Oalaah. Haha…

  82. Mas Nur, Si G 97 udah dicoba kemana saja dan hasilnya gemana.

    • wongeres OPOTO

      Sip Mas. Malam Minggu kemarin kami ke bakmi Sor Sawo Kotagede, sekalian saya coba. Lampu depan-belakang menyala sangat terang. Hadir juga Pak Daryanta yang G-mania dan pengin tau komentar saya. Saya bilang begini:
      “Wuah, nggak taunya dikendarainya enak buanget! Sampai-sampai hampir kaya naik Fongers!” Beliau yang semula tertawa puas langsung nggrundel: “Haduh Iyung…” sambil geleng-geleng kepala. 😀

      Aslinya pas banget buat saya Mas. Matur nuwun buat yang sudah maringi saya 🙂

  83. @ kalau hampir seperti fongers berarti masih kalah yo mas ama sang CCG… gimana kalau dibanding si elang tua yg tetap perkasa…. nglenyer mana mas…hehehe… sementara ada sahabat Jogja yg bilang bhw setelah dibanding2kan katanya sepeda England Rudge perneling lebih nyaman dibanding sepeda manapun…lha piye ki…lhaiik….hehehe

    • wongeres OPOTO

      Wee… Apakah ini berarti akan ada DTO penyela (setelah Burgers sebelum Batavus), yaitu Rudge? Potorono beruntung lagi karena sudah punya Rudge Limited. Hehe…

      Elang tua jebul punya saudara kembar identik. 😀

  84. Pedomane kan Witing tresno jalaran soko ndablek eee kulino ding, Coba kalau udah kulino yg baru, yg lama lewaaat. yg lama lagi lewat lagi. Ha ha ha

  85. wah jan juragane jan hangabehi tenanan, semua diparkir di Potorono…. he he he

    • wongeres OPOTO

      Kan cuma parkir, Mas. Diajeng Burgers Sekartaji ikut diparkir juga boleh, mumpung sudah lumayan komplit dan srinilan. Lha piye? 🙂

  86. Ya onthel Mas. Yg baru dinaiki terus, kan makin lama makin tresno, lama-lama yg lama dicueki, Enaak yg barusan dibeli. He he he

    • wongeres OPOTO

      Hehe… kirain soal lain. 😀 Jangan-jangan pengalaman pribadi nih. Hahaha… Sing lawas tak lungsure…

  87. @wah jadi pengin lihat diajeng burgers sekartaji deh… tp nek ono tajine opo ora nggilani meskipun anyar..hehehe..
    @ selamat buat Rudge limitednya mas..berharap ada jodohnya nih..

  88. Ya termasuk pengalaman pribadi, yg lawas udah lama pada lari ke Kalibayem, dan mungkin salah satunya ke Potorono, He he he

  89. Tajine, besi las-lasan akibat patah dan pasti disingkiri pengepul sepeda alias tidak bisa disulap lagi. Kalau serba Limited nggak apa-apa itu perkecualian. Ngumpulke frame cagak dua saja susah sekali

  90. @saya kok kangen komentarnya mas Max Agung ya..di awal awal blog ini hadir beliau termasuk yg sangat rajin memberikan pencerahan tentang segala hal…apa beliau sdh mengundurkan diri dr dunia pesilatan…… apa gara 2 simplexabella sdh kabur ke cowok lain sehingga mas Max patah hati mengurung diri..hehehe.salam

  91. wongeres OPOTO

    Tentang Mas Max’s, pasca-kehadiran kanebo dulu itu memang lalu membuat gombal semirnya pensiun. Syukurlah di komentar nomor 2 di atas beliau sudah berikrar untuk comeback. Malam Minggu kemarin judulnya adalah Max’s return!

    Saat kami ronda, di rumah Mas Max’s ada pendaran cahaya di sana-sini yang ternyata bersumber dari sepasang Simplex yang habis disemir…

  92. alhamdulillah ternyata masih ada cahaya dihati mas Maxs…hehehe…maksudnya di simplex yg habis di kinclong… kalau ada beliu pasti blog ini lebh rame… selamat lahir kembali mas Maxs… selingkuh dengan kanebo memang enak tp percayalah..tdk akan mendapatkan kenikmatan yg hakiki seperti ngeloni simplex……halaaah…

  93. @mas Bagusmajenun…mhn info kabarnya mas Jimy… ( ngareep.com)…hehehe

  94. @Mas Lukpitu : ini masih nunggu wangsit, pelan tapi pasti terus kami tempel dan dipantau

  95. kalo ada yang manis masih tidak ketinggalan

  96. Demi Cinta HP ku Hilangpun tak masalah, yang penting Happy. Bravo dan sukses buat kerabat PODJOK yang telah bekerja keras dan baik dalam Djogdja Onthel Carnival. Salam buat mas Bagus Majenun , mas Heri Agusti dan pak Rendra

  97. @pak Tono..salam kembali.apa kbr OPOTO..semoga HP segera dpt ganti yg lebih oke..hehehe..mtr nuwun wkt itu di anter ke hotel bersama mas Noer…

  98. by jabon

    wah seksi danmenyenangkan ya acaranya … saya jadi ingin ikut he he h h hee

  99. lestarikan budaya Jogja. Onthel is Jogja never ending

  100. what ,,,demi cinta HP ku hilang tak masalah yg penting happy?????????

  101. apalah artinya sebuah HP….yg penting Onthelnya nggak hilang to Mas Tono?
    Jeng Vita …ayolah nyobain Ngonthel mesthinya nanti “tu bi hepi”…percayalah!!!!!!

Tinggalkan Balasan ke Faj Batalkan balasan