Borobudur dalam Kehangatan Persahabatan

Opoto-oude-fiets-1

persahabatan bersemi di bawah pohon boddhi

Sepeda onthel barangkali hanyalah sebuah sarana transportasi masa lalu. Meskipun begitu, peranan yang mampu diberikannya rasanya tak berhenti sebatas itu, karena ternyata begitu banyak nilai yang mampu dihadirkan oleh sepeda onthel, di antaranya adalah nilai persahabatan tanpa mengenal perbedaan, sebagaimana kami rasakan saat Opoto (Onthel Potorono) ngonthel bersama menyusuri garis imajiner dari Candi Mendut – Candi Pawon – Candi Borobudur bersama Andre Koopman, Otto Beaujon, dan Alvin Cuvier.

***

Opoto-oude-fiets-2

start dari Candi Mendut

Matahari beranjak mendaki badan Candi Mendut di sisi timur, menciptakan siluet pada rerumputan hijau di sisi barat candi. Beberapa langkah dari ujung siluet berdiri kokoh sebuah pohon boddhi yang berusia ratusan tahun dengan akar-akar gantungnya yang begelayutan. Di bawah rimbun dedaunan pohon itulah kami berkumpul untuk acara yang tak biasa, karena di antara kami kali ini hadir tiga tokoh yang amat populer di dunia peronthelan, yaitu Otto Beaujon dan Andre Koopman dari Belanda, serta Alain Charles Albin Cuvier dari Perancis.

Otto Beaujon, dosen biologi yang menjadi konsultan relasi publik di Rotterdam Zoo dan Kepolisian Rotterdam serta aktif di World Wildlife Fund (WWF) ini sudah pernah ngonthel bersama Opoto setahun lalu. Kolektor dan penggemar sepeda Burgers satu ini merupakan founder dan juga penggagas Club de Oude Fiets, klub sepeda tua pertama di Belanda, dan ia kini aktif mengurusi majalah de oude fiets; sementara Andre Koopman yang sudah sangat dikenal oleh onthelis Indonesia sebagai kolektor dan penggila sepeda Gazelle ini adalah seorang ahli konstruksi mesin yang kini ikut menjadi editor majalah de oude fiets; sedangkan Alain Cuvier adalah pendiri klub Société Belle Époque in Chaussée St. Victor, sebuah klub sepeda tua di Perancis, dan sejak tahun 2012 hingga saat ini ia menjabat sebagai presiden IVCA (International Veteran Cycling Association).

Opoto-oude-fiets-3singgah di candi Pawon

Kali ini mereka ditemani Pak Eldy dan Mas Rustam yang berbagi tugas sebagai penterjemah dan guide. Karena bukan hari libur, Tak banyak Opoters yang bisa ikut ngonthel. Beruntunglah kami, karena di Mendut kami ditemani oleh komunitas onthel BOSCH Borobudur. Bahkan Pak Pram dengan hangat menyambut dan mendampingi sejak kami datang.

Opoto-oude-fiets-4timba “senggot”, bagian dari pengalaman masa lalu

Pagi benar-benar telah merekah saat kami berangkat ngonthel dari Candi Mendut menuju Candi Pawon yang kami tempuh lewat jalan raya. Hangatnya matahari pagi telah mencairkan pembicaraan kami menjadi canda-tawa. Pak Pram, yang melihat betapa antusiasnya kami bertanya dan mendengarkan cerita tamu-tamu jauh ini sempat mengingatkan agar kami juga memberi kesempatan mereka untuk menikmati perjalanan dan mengamati suasana desa yang menenteramkan.

Opoto-oude-fiets-5teh gula jawa dan nasi megana hangat, langsung dari dapur tradisional

Suasana makin semarak ketika di Candi Pawon kami disambut beberapa komunitas onthel, antara lain Komunitas Bendera Hitam, VOC, dan KOMA. Kami pun segera memasuki area Candi Pawon. Mas Bagus dengan sabar menjelaskan dan menjawab beberapa pertanyaan kami seputar keindahan candi mungil ini.

Opoto-oude-fiets-6suasana rumah nan eksotik

Dari Candi Pawon, akhirnya kami benar-benar singgah di sebuah pawon (dapur) milik penduduk setempat. Dapur dengan tungku tradisional ini telah menyiapkan hidangan sarapan pagi bagi kami dengan menu khas: nasi megana berlaukkan rempah, tempe goreng, dan kerupuk, ditemani segelas teh panas-gula jawa.

Opoto-oude-fiets-7hidangan tradisional nan unik

Tak hanya makanan dan minumannya, tempat dan suasana rumah kampung ini terasa ngangeni bagi kami dan begitu eksotik bagi Otto, Andre maupun Alain. Menu tradisional yang sudah langka dijumpai ini telah membuat badan kami kembali bugar.

Opoto-oude-fiets-8

menceritakan kesan perjalanan kepada media

Seusai sarapan, di bawah rindang pepohonan beberapa wartawan sempat mewawancarai Otto dan Alain Cuvier sebelum kami menempuh rute berikutnya, yaitu perjalanan menuju Candi Borobudur.

Opoto-oude-fiets-9jalanan setapak di antara rimbun pepohonan

Perjalanan kali ini kami tempuh dengan menyusuri jalan-jalan setapak di perkampungan, di antara ladang singkong dan rerumpun bambu. Tanah basah, sejuknya udara, serta hijau pepohonan sepanjang perjalanan benar-benar memberikan kesegaran bagi jiwa kami. Otto Beajon sebagai ahli botani tampak begitu terkesan oleh rute alami yang kami lalui, apalagi ketika tiba-tiba di depan kami telah terhampar pemandangan menakjubkan: Candi Borobudur, sebuah mahakarya bangsa Indonesia yang membelalakkan mata dunia.

Opoto-oude-fiets-10memasuki area Borobudur

Memasuki lokasi candi, terlebih dahulu kami singgah di GUSBI (Galeri Unik dan Seni Borobudur, Indonesia) untuk melihat aneka koleksi galeri ditemani pengelola galeri yang juga penggemar sepeda onthel, Pak Umar Khusaeni. Andre dan Otto bahkan sempat menonton film erupsi Merapi.

Opoto-oude-fiets-11berpose di pelataran GUSBI

Dari GUSBI barulah kami mendaki Candi Borobudur. Setelah mengayuh sepeda dari Mendut-Pawon-Borobudur, mendaki Borobudur saat matahari setinggi ini ternyata membuat keringat kami semakin banyak menitik. Tetapi suasana yang akrab di antara kami membuat hati kami riang-riang saja.

Opoto-oude-fiets-12menikmati istirahat, Andre dan Otto nonton film erupsi Merapi

Turun dari candi, matahari benar-benar semakin tinggi. Meskipun begitu, dengan tetap bersemangat kami kembali mengayuh sepeda onthel kami menuju titik finish yang merupakan posko tempat berkumpul komunitas onthel Borobudur (BOSCH).

Opoto-oude-fiets-13Borobudur yang cantik, kebersamaan yang ‘agak genit’  🙂

Untungnya, Posko Bosch tidak begitu jauh dari Candi Borobudur. Setelah memarkir sepeda, di posko kami ngobrol panjang-lebar. Otto, Andre, dan Alain bahkan sempat melihat-lihat koleksi sepeda Pak Pram yang banyak sekali.

Opoto-oude-fiets-14memotret: di Indonesia sepeda onthel masih dirawat dengan baik

Sambil melepas lelah, di tengah derai tawa, dihembus sepoi angin siang dari lapangan di seberang jalan, waktu terus merambat pelan.  Maka, ketika hari benar-benar beranjak siang, dengan berat hati akhirnya kami pun saling berpamitan. Pertemuan yang singkat, tetapi meninggalkan kesan yang terus melekat di hati kami. Begitulah, akhirnya kami benar-benar berpisah, entah untuk berapa lama sebelum kami kembali bersua.

Opoto-oude-fiets-15ada pertemuan, ada perpisahan. Pak Pram mengabadikan

Catatan:

Ada fakta menarik berkaitan dengan ketiga candi yang kami kunjungi. Candi Mendut – Candi Pawon – Candi Borobudur merupakan candi Budha yang dibangun pada kurun waktu yang sama. Uniknya, jika dilihat dari Borobudur, maka letak ketiga candi tersebut berada dalam satu garis lurus. Konon, ajaran Budha Mahayana mengenal ritual yang mengikuti sistem perputaran matahari. Maka, perjalanan dari Candi Mendut – Candi Pawon – Candi Borobudur mewakili perjalanan matahari di siang hari, yaitu dari ufuk Timur – menuju puncak – dan tenggelam di ufuk Barat. Sesampai di Borobudur, ritual akan dilanjutkan dengan bersemedi, mengheningkan cipta untuk mencapai nirvana, sesuai dengan penggambaran perjalanan matahari di malam hari yang beranjak dari Barat menuju ke Surga.

Keyakinan lain menyatakan bahwa jika mengikuti sumbu semesta, maka pola kesegarisan ketiga candi ini ternyata tidak tepat di arah Timur – Barat, melainkan memiliki kemiringan yang lebih sesuai dengan posisi tiga bintang dalam rasi Lintang Waluku, yaitu tiga bintang yang terletak pada sambungan antara bajak dan pegangan bajak.

***

Terima kasih kepada Otto, Andre, dan Alain yang telah singgah; Pak Pram, Pak Umar GUSBI yang menyambut dan membawa kami berkeliling di area Borobudur; Pak Eldy dan Mas Rustam yang setia menyertai; Mas Heru dan sahabat-sahabat onthelis Bosch, VOC, Bendera Hitam, KOMA, dll yang telah menemani kami ngonthel; juga teman-teman media Jogja, Magelang & Jateng yang meliput acara ‘gayeng’ ini. Sukses selalu, salam persahabatan dari OPOTO Jogja.

41 responses to “Borobudur dalam Kehangatan Persahabatan

  1. Selamat Mas, sudah memberi tambahan wawasan di blog lagi, setelah lama tidur mungkin baru ngejar setoran untuk nambah koleksi atau bosan ngonthel?
    Kalau gak salah ketiga tokoh peronthelan tadi juga sempat mampir lihat G1 punya OPOTO, tapi belum di up load.
    Wawasan dan ulasan dari opoto sangat berbobot dan enak dibaca

    • wongeres OPOTO

      Maturnuwun, Mas Harjo. Tidak semewah itu. Kemarin glidhig mengejar nasib baik. Hehe… Dari Purwokerto dapat oleh-oleh apa nih?
      Setahun sebelumnya yang ngonthel bersama Opoto adalah Josh Rietveld, Otto, dan Piet. Reportasenya ada di link yang saya rekatkan di paragraf ke-3 postingan ini. Silahkan diperiksa.

  2. bagus kurniawan

    hampir lupa dengan kenangan perjalanan singkat di Borobudur setahun lalu. Makasih Mas Noer, kapan kita ngonthel bareng-bareng lagi. Gareng pung sudah berbunyi pertanda mau musim kemarau

    • wongeres OPOTO

      Setiap Minggu selalu kutunggu saat-saat seperti itu Mas Bagus. Selama ini kami paling ke Imogiri, Jetis, Banyakan, dan sekitarnya. Kangen rute Segoroyoso-Wukirsari nan nanjak itu. Kapan yuk, sebelum Ramadhan? Tantangan buat Mas Aat tuh…

  3. bagus kurniawan

    siap mas, rute groso – wukir sari

    • wongeres OPOTO

      Tinggal Mas Aat, brani gak ya? Maksudnya tanpa bawa-bawa trilnya lho, tapi cukup pakai Humber tromolnya? 😀 Kompooorrrr…!!!

  4. Ngonthel nganggo sikil kiwo thok wani aku…hahaha

  5. prabowo tulungagung

    wah….lama ga ada postingan, baru ini saya temui liputan yg membawa banyak inspirasi positif tentang bagaimana menjaga harmoni masa lalu, kini, Dan masa depan…..saya selalu ikuti terus tulisan perjalanan temen temen opoto dlm mengakrabi alam. maaf gaya bahasanya byk ngutip mas wongeres…bravo onthel dan onthelis….

    • wongeres OPOTO

      Salam hangat dan salam kenal, Mas Prabowo. Terima kasih atas apresiasi Panjenengan. Karena kami hidup di pedesaan, tentu saja kami akrab dengan ‘habitat’ kami. Hehe… Dengan pengenalan yang ada pada kami itulah kami mencoba menceritakan beberapa hal sepele yang justru dengan kesederhanaannya (bagi kami) seringkali menginspirasi. Kalau ternyata inspirasi dari habitat kami itu dipahami, kami sudah sangat bahagia… Berikutnya, sudilah berbagi di blog angkringan ini nggih. Nuwun.

  6. prabowo tulungagung

    ada onthel yang bisa kami rawat mas Wong? atau temen opoto lain Dan yg mau nglepas salah satu simpenannya? kalo ada fongers atau gazelle yg bisa saya banggakan asal dana menjangkau…saya maturnuwun sanget lho…biar saya juga bisa sering sharring bersama….nuwun.

    • wongeres OPOTO

      Weleh…weleh… Lha ini yang berat. Onthel di Potorono itu rata-rata hanyalah onthel tua yang prasojo, bersahaja, sederhana di penampilan lho. Kalau toh ada yang kita banggakan darinya biasanya adalah orisinalitasnya yang masih 80%-an, atau sejarahnya yang bernilai (tentu saja ini sifatnya sangat subjektif). Mana berani kami ‘ngilani’ alias mengukur sepeda seperti apa yang bisa membuat Priyantun Tulungagung satu ini ‘berbangga’ atasnya, hayo? Hehehe… Ampuuun!

      Jadi, usul kami: lha mbok kami diberi clue atau gambaran yang lebih konkret sepeda seperti apa yang diinginkan, nanti pas kami kumpul-kumpul di pasar sepeda atau di bengkel-bengkel dan ketemu sepeda yang dimaksud bisa kami informasikan. Akur, kan? 🙂

  7. wah lama banget gak nulis artikel

    • wongeres OPOTO

      Iya nih, maaf. Semoga mulai sekarang bisa nyambung lagi silaturahim dengan para onthelis yang berkenan mampir di blog angkringan ini. Salam hangat.

  8. Alhamdulilah bpk nur tetangga rmhku mulai aktif lg, tp kalo gowes ngk pernah jawil wkwkwkwkwkwk somse, maaf kl pas dijawil posisi ngk d jogja, d jawilnya jgn mendadak njih hehehe3 badan saya sdh melar ngk ketulungan, smoga sederek2 potorono sll di beri kesehatan oleh Gusti Allah SWT

    • wongeres OPOTO

      Lha iya betul itu: tetangga rumahku. Saya cuma bertetangga dengan rumahnya, wong penghuninya ada nun jauh di Papua (?) Hehe… Orang Jawa itu mengenal yang namanya ‘mulur-mungkret’. Kalau lagi melar ya ayo dibikin mungkret lagi. Kalau menurut resep dari Pak Sahid Nugroho, jangan makan telur dulu dan banyak minum air jeruk nipis. Cara lain tentu saja rutin ngonthel! Jadwal kami itu jelas lho. Tiap Minggu pagi kami ngonthel! Tinggal gabung saja.

      Mas Billy, kita berpikir positif dan optimis saja. Kalau sudah melar dan besar kan malah tinggal dibentuk saja 😀

  9. wah, Pak De mainnya sama bule nih

    • wongeres OPOTO

      Nggak kok. Mereka aja yang kebetulan mainnya sama kita. Hahaha… Wah, senang Pak Kaji Heri kersa mampir lagi. Sugeng, Pak Dhe?

  10. prabowo tulungagung

    sugeng ngayahi puasa ramadhan kagem sedherek kulo punggowo OPOTO…nyuwun pangapunten menawi wonten salah atur…

    • wongeres OPOTO

      Maturnuwun, Mas Prabowo. Sami-sami, mohon maafkan juga kalau ada kata yang kurang berkenan di hati. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Lha bagaimana ngonthelnya? Yuk kita pindah malam hari saja, sambil nyari Bakmi Jawa 🙂

  11. Luar biasa semangat bersepeda nya. Ingin sekali bisa bergabung dengan komunitas ini

    • wongeres OPOTO

      Pak Miftakhur Riza, boleh usul nggak ya?
      Bagi masyarakat yang tidak memiliki minat khusus, desain sepeda onthel itu semua tampak sama. Padahal tidak demikian. Setiap merek sepeda mengeluarkan berbagai seri yang desainnya berbeda-beda. Misalnya Fongers seri BB, Simplex cycloide, Gazelle kruisframe, dsb. Karena barangnya langka dan jika ada pun harganya mahal, maka kalau nggak sempat punya aslinya, punya replikanya pun tentu sudah menyenangkan. Ini seperti penghobi mobil yang mengoleksi hotwheel. Dengan begitu, seorang penghobi bisa membeli sepuluh replika sepeda atau lebih, tapi dari seri berbeda-beda. Bahkan sesama kolektor replika pun bisa saling tukar koleksi. Andai saja ide ini bisa direalisasikan, keren lho… 🙂

  12. huuuaaaa malah meng ece, ik pak kumis tipis, sendiko dawuh saya kurangi telur deh hihihi3

    • wongeres OPOTO

      Hehe… Bahkan kata para bijak: kecil itu indah to Mas Billy. Apa lagi besar! Jadi kenapa harus risau… 😀

  13. Alhamdulillah Mas Aat masih ingat bagaimana mengayuh sepeda, secara beliau juga seorang Biker yang membelah bukit hehehehe

    • wongeres OPOTO

      Mas Aan, katanya sih, membelah bukit itu dalam rangka mencari rute baru buat ngonthel. Kira-kira bener nggak ya? 🙂

  14. Wah… tak ada yang lebih nikmat ketimbang tulisan yang menyeretmu kembali ke masa lalu -kemudian tersenyum.
    Terima kasih, pak Noer -dan seluruh Opoto’ers.

    Satu kata untuk Opoto: Sahih!

    • wongeres OPOTO

      Mas Yoga, kalau kita tersenyum saat mengenang masa lalu, itu semoga artinya kita bahagia. Ayo, kapan ke Potorono dan kita update kenangan masa lalu itu agar kembali menjadi masa kini. Lalu jangan cuma tersenyum, tapi tertawa. Kita jaga keriangan hati ini. Hehe…

  15. Mantep tenan………yo fotone yo ulasane……

  16. nak wongeres omahmu passe ngendi….aku saiki nang yujo (wis tuwo arep ngenggal enggal penggalih menuju pangsiuang), uhuk….3x

  17. Aris di Grobogan

    Assalamualaikum sedoyo Sederek OPOTO, kulo Aris saking tlatah Karangrejo, Gabus Kab Grobogan hobby ngonthel juga, tapi punyae cm sepeda dgn frame Fongers H60 smtr onderdil yg lain seadanya saja alias ndak ori.
    Menawi kepareng ajeng nyuwun contact e OPOTO sing saget mbiyantu padhos onderdil sepedane kulo, matursuwun sanget. Mugi2 sedoyo keluarga besar OPOTO kaparingan sehat saking GUSTI اَللّهُ SWT. Aamiin
    Wassalamualaikum
    Aris 081228508509

  18. Wadhuh… wadhuuuh…
    Nyuwun sewu duka, sampai telat respon begini.

    Mas Suga, kangen ulasan-ulasan kritis Panjenengan.

    Mbah Roko, tetap sehat nggih, meskipun tetap kesampiran uhuk… 3x. Kok Ngenggal-enggal, ngenggalaken penggalihan kersanipun enem teras? Hehe… Rumah mewah (mepet sawah) kami di Puri Potorono Asri C-8, jln Wonosari km 8.

    Mas Aris, H-60? Wah, cocok! Silahkan diutarakan di sini, mumpung Mas Suga Sang pakar Fongers berkenan singgah. Beliau bisa memberikan advis untuk sepeda (Fongers) kita. Kalau kontak Opoto yang bisa membantu informasi onderdil ya cuma Mas Tono, silahkan lihat di halaman profil.

  19. Asslm.ww…sepertinya memori kontak di hp kena virus njih,jadinya nomer saya tidak muncul..saengga mboten saget paring kabar,ajak-ajak…hehe

    • Wa alaikum salam. Kontak masih diuri-uri, Mas. Tapi karena sebelum-sebelumnya Panjenengan sajak selalu sibuk (lha, rak malah melehke to 🙂 ) jadi mau ngajak kok pekewuh. Hehe…
      Ayo Mas, ada ide dan waktu luang, kita ngonthel ke mana lagi?

  20. udan-udan tetap ngonthel, ayo mas ngonthel bareng-bareng lagi. nganyari tahun 2015

  21. Ngangeni….salam buat sederek opoto nggih.

  22. Ngangeni…salam kagem sederek2 Opoto nggih.

    • wongeres OPOTO

      Salam kangen juga dari teman-teman Potorono, Mas Bantoro. Ayo, Gazelle sakjodho jangan dibiarkan karatan… 🙂

  23. prabowo tulungagung

    wah….lama. ndak koment kangen juga dengan kabar temen temen OPOTO….GONG XI FAT COY…..atau salah eja ya…..ngonthelnya masih lanjut kan? kami di Tulungagung bercita cita onthel jadi salah satu alat transportasi kami makaryo biar generasi muda juga nggak hanya bakar BBM saja tiap hari ke sekolah….pripun mas….mas…

    • wongeres OPOTO

      Maturnuwun, Mas Prabowo. Sumangga diskusi ndesit ala Angkringan Opoto digelar. Kita dukung cita-citanya…

Tinggalkan komentar