Berakit-rakit ke Hulu, Bersenang-senang di Karawang.

Sesuatu yang mudah didapatkan biasanya akan mudah pula dilupakan. Sebaliknya, untuk sesuatu yang demi mendapatkannya harus melalui sebuah perjuangan, biasanya lebih besar pula penghargaan yang akan kita berikan.


komunitas Opoto, bernyaman-nyaman di kampung halaman

Melihat kegiatan komunitas Opoto (Onthel Potorono) yang selama ini sepertinya hanya bernyaman-nyaman di lingkungan kampung kami sendiri, beberapa sahabat onthelis mulai merayu kami untuk sekali-sekali melompat keluar dari ‘tempurung’ kami guna melihat dunia luar, menyambung silaturahmi, dan menambah wawasan. Maka, Jumat malam, 19 Februari 2010 lalu, kami berangkat memenuhi undangan sahabat-sahabat onthelis Karawang untuk menghadiri acara ngonthel napak tilas rute perjuangan Karawang-Bekasi di keesokan harinya. Tidak disangka, momentum ini akan menjadi salah satu saat yang akan terus kami kenang.

mangan-ora mangan waton kumpul 🙂

Selepas senja, kami menuju stasiun Tugu, Jogja. Di sana sudah menunggu kereta bisnis Senja Utama Jogja. Kereta yang berangkat pukul 19.30 wib dan menuju stasiun Gambir sebagai tujuan akhir ini sebelumnya akan berhenti di beberapa stasiun antara seperti stasiun Purwokerto, Cirebon, dan Jatinegara. Sayangnya, Karawang tidak termasuk dalam daftar stasiun yang akan disinggahi.

Advis dari Karawang menyarankan untuk bilang dulu kepada masinis agar mau berhenti barang sebentar di Karawang. Sayangnya lagi, kami lupa melakukan hal ini sebelum kereta berangkat. Tetapi, kami masih mencoba menghibur diri. Setidaknya masih ada stasiun Cirebon, saat kereta biasanya akan berhenti agak lama.

kumpul-kumpul dengan sahabat-sahabat Podjok dll sesekali kami lakukan

Di bawah hembusan kipas-kipas yang tergantung di atas kepala kami, sepanjang perjalanan itu kami mengisi waktu dengan ngobrol hingga masing-masing merasa mengantuk. Tanpa dikomando, kami mulai memejamkan mata, sekedar tidur-tidur ayam. Antara tidur dan jaga, kami masih merasa ketika kereta kami berhenti beberapa kali untuk memberi kesempatan kereta-kereta eksekutif lewat. Kami bahkan sempat tersenyum ketika teringat pada julukan sayang yang dahulu biasa kami berikan kepada kereta ini sebagai kereta Jogja asli. Maksudnya, kereta ini sangat santun dan rendah hati dengan sikapnya yang selalu ikhlas mempersilahkan kereta lain mendahuluinya.

tetap saja aktivitas kami tak jauh-jauh dari kota tercinta, Yogyakarta

Kami baru benar-benar terjaga ketika seseorang meneriakkan kata Cirebon. Benar saja. Kereta sudah sampai di Cirebon. Inilah peluang kami untuk mendekati masinis. Maka, dengan bergegas kami berjalan ke depan, melewati gerbong demi gerbong. Ketika berpapasan dengan kondektur, kami pun menyampaikan maksud kami. Kondektur itu mengantarkan kami untuk mengatakan maksud kami kepada masinis.

Untung tak dapat diraih, malang pun tak dapat dihindari. Begitu kami bersiap turun dari gerbong terdepan untuk menghampiri loko, tiba-tiba peluit ditiup, kereta pun berjalan. Kami dipersilahkan menemui masinis dengan cara meniti jalan kecil di samping luar loko saat kereta sudah berjalan kencang! Tentu saja kami hanya melongo, sementara kondektur itu sendiri segera bergegas pergi.

stasiun Tugu Jogja, pijakan kami melompat ke Karawang

Dengan kegagalan misi itu, praktis kami tidak lagi berpikir untuk tidur. Harus ada rencana ekstra. Setelah bertanya kepada beberapa pedagang asongan, pilihan kami hanya dua. Turun di Cikampek saat kereta langzam lalu mencari ojek yang mau mengantar ke halte bus jurusan Karawang, atau menunggu sampai Jatinegara dengan resiko harus menempuh perjalanan lebih jauh lagi dengan berganti-ganti bus untuk sampai di Karawang. Kami memilih peluang pertama. Artinya, ketika kereta kemudian benar-benar melambat, kami pun segera melompat, sesaat sebelum kereta itu berjalan lagi, meninggalkan kami berdiri termangu, tenggelam ditelan kegelapan malam.

Angin dingin menerpa tubuh kami, menyadarkan bahwa ternyata kaki kami tidak berpijak di stasiun, melainkan di tanah becek sisa hujan semalaman di sebuah perkampungan yang membeku dan terlelap di sisa malam. Tak seberapa jauh berjalan, secercah cahaya kuning bergerak perlahan di sepanjang jalan setapak di belakang kami. Pendaran cahayanya yang semakin membesar sempat menumbuhkan secercah harapan. Secercah harapan itu muncul dari lampu sepeda motor seorang tukang ojek!

Menyadari bahwa calon penumpangnya berdua dan besar-besar, tukang ojek itu berteriak tak jelas, tetapi rupanya mendapat respon sangat cepat. Terbukti, seorang lagi tukang ojek segera datang entah dari arah mana.

kereta bisnis Senja Utama Jogja yang sudah semakin bersih, rapi, dan aman

Singkat cerita, mereka sukses membawa kami di pemberhentian bus. Bus menuju Karawang akan berangkat pkl 03.30, kata mereka. Dan bus yang dimaksud itu sudah teronggok sendirian di sana menunggu penumpang. Sungguh tidak nyaman berdiri menunggu di sana sebagai orang asing. Kami memilih berbaur saja di sebuah warung kopi, sampai sebuah bus mini datang penuh penumpang. Bus itu juga mau ke Karawang.  Daripada lama menunggu, kami memutuskan ikut naik ke dalam bus yang ternyata penuh dengan ikan segar. Ikan-ikan air tawar itu mereka bawa dari Cilamaya dalam badeng-badeng yang ditumpuk sepanjang lorong bus. Mereka akan menyetorkan ikan-ikan itu ke pasar-pasar antara Karawang hingga Bekasi. Konon, itu adalah bus ketiga yang mengangkut penjual ikan dari kampung mereka. Kami dari dua kampung yang usaha warganya dari empang, cerita mereka lagi.

Kebersamaan kami dalam bus beraroma ikan segar itu harus berakhir di sebuah traffic light, karena untuk sampai di Teluk Jambe kami harus berganti angkot kuning yang entah jam berapa mulai beroperasi. Sedangkan di alam terbuka seluas ini rasanya hanya kamilah makhluk hidup yang nekat berjaga, karena bahkan serangga malam pun tiada terdengar bersuara.

bergabung dalam bus penuh tumpukan badeng berisi ikan segar

Tetapi toh kesabaran selalu ada gunanya. Pukul tiga pagi Angkot itu akhirnya datang juga dan mengantarkan kami sampai di Pasar Johar, lokasi yang tak jauh lagi sampai di Teluk Jambe, tempat kediaman salah seorang sahabat onthelis yang berbaik hati mengundang kami ke rumah kediaman beliau.

Ketika kami menelepon, sahabat kami itu sempat kaget bahwa kami datang dengan angkot, bukan dengan kereta lalu turun di stasiun Karawang sehingga beliau bisa menjemput sesuai rencana. Oleh karena konon jarak Pasar Johar ke Teluk Jambe tak jauh lagi, kami menolak untuk dijemput dan memilih mencari ojek.

Beruntunglah kami sudah bisa menemukan dua tukang ojek sepagi itu. Kami lalu membonceng dengan perasaan lega, karena sebentar lagi kami akan menepati janji kami, sampai di Teluk jambe dan singgah di rumah Pak Rendra Hernawa. Begitu pikir kami. Tetapi rupanya rakit belum menepi. Perjuangan ‘bersakit-sakit’ belum selesai sampai di sini…

(setidaknya sampai lanjutannya selesai diketik ya… ).

31 responses to “Berakit-rakit ke Hulu, Bersenang-senang di Karawang.

  1. @ono candhake…. baru baca seri satu saja saya jadi trenyuh…koncoku terlantar neng ndalan… nyuwun ngapuro mas Wong…

  2. Wah kalau om wongeres nulis cerita aku bacane sampai terlena je….mantab. Sekali keluar tempurung kok soro yo pak..he..he

  3. “Sesuatu yang mudah didapatkan biasanya akan mudah pula dilupakan. Sebaliknya, untuk sesuatu yang demi mendapatkannya harus melalui sebuah perjuangan, biasanya lebih besar pula penghargaan yang akan kita berikan.”

    Seetu sekali…

    Apakah itu juga termasuk yang diperoleh dengan sembunyi-sembunyi Mas?

    Misalnya, ngenthit uang bank century 6,7 T atau bahkan seperti kata Pasha Ungu “… meskipun engkau adalah kekasih gelapku!”.

    • onthelpotorono

      Betul. Jadi, mari kita bikin semua yang terlibat tak akan bisa melupakan akibat dari apa yang sudah mereka lakukan itu seumur hidup! Setuju? 🙂

  4. Senen gini, jalan di ibukota muaaceet pol, sampe kantor gak dapet jatah parkir motor, sampe meja kerja disuguhi setumpuk rutinitas… pas singgah disini malah dapet cerita bersambung… addoohh… lengkap sudah penderitaan gundah gulana di hari senen ini..!

    *klimaks cerita pasti bertema sekarung Jagung Manis… sampai di potorono

    • onthelpotorono

      Hahaha… Pakai dong sepeda. Jadi praktis, bisa digantung.

      Pak Rendra, ‘penderitaan’ Kang Sekjen ini kalau diurut-urut masih jadi tanggung jawab Panjenengan lho 😀

      Mau nitip promosi jagung manis ke Malaysia?

  5. pakde noer… sepeda di hari senin..? addowh… mau tambah lagi penderitaan…?

    Pak Rendra : panjenengan memang spesialis tanggung jawab penderitaan.. hahahaha

    Jagung Manisnya pasti kena fiskal..!

  6. Mas Noer dan Kang SEKJEN… kalau msh berkenan mencicipi silahkan datang saja ke Karawang…hehehe.. atau sy bekel saat mengayuh di Malaka aja ya kang Fahmi>>>>. salam

  7. Mas Noer kalau mau serem ke India Haaa hhha

    • onthelpotorono

      Waduh, apa kabar Pak Daryanta? Lama banget nggak turun gunung… jangan-jangan baru pulang berburu onthel India? 🙂

  8. Wah, perjalanan nan seru Jogja Karawang, menjadi pengalaman tersendiri, memang kalau turun Sta Karawang, maka cerita akan menjadi wajar-wajar saja, sayang sungguh sayang saya nggak kesampaean ketemu Kang Noer dan teman2 Opoto di acara Karawang-Bekasi, semoga suatu saat bisa kenalan langsung.

    • onthelpotorono

      Hm… iya juga ya. Tapi sebenarnya sempat ngeri lho, karena berkeliaran di tempat asing dan pada-jam-jam yang sama sekali nggak umum. Untung tuan rumah yang mendapati kami mengetuk pintu pada jam 03.30 itu sudah paham bahwa kami ini bangsanya orang yang nggak umum. Haha…

  9. Ini tadi pertama baca agak bingung, kok cerita sama sumbernya agak berbeda jadi harus mereka reka dulu.
    Yah, kenikmatan akan sesuatu itu berbanding lurus dengan pengorbanannya…disaat deg-degan masih sempat foto-foto artinya masih terkendali

    • onthelpotorono

      Iya, foto beraninya cuma indoor. Outdoor nggak berani, takut memancing perhatian. Padahal yang namanya ojek ya pasti outdoor. Jadinya nggak ada foto ojeknya. Meskipun akhirnya nyesel juga sih. Hehe…

  10. perjalanan yg nrenyuhake, perjalanan yg “Gila”, tetapi di Kerawang ada ungkapan ” kalau nggak gila ,bukan onthelis.( baca blog Kerawang}…..wis to pokoke saluuuuut buat pak de Wongeres dkk untuk niatan silaturahminya[ walaupun belum sempat jumpa]……nunggu : tutuge cerito

    • onthelpotorono

      Mas Heri, kalau kita ketemu, kira-kira apa ya cuma mau cocok-cocokan: apakah kita cukup gila untuk bisa disebut onthelis? Hehe…

  11. aku tunggu di bekasi tak ketemu teman-teman opoto, padahal sudah berencana cari soto bareng, belum nasib bisa ketemu.

  12. Erwin Erlangga

    Ciluk…Baaaaaa 😆

  13. Erwin Erlangga

    Nunggu liputan seru WONOSARI.

    • onthelpotorono

      Haha… Sabar. Karawang diselesaikan dulu. Emang siapa kemarin yang mau balik lagi menaklukkan Gunungkidul?

  14. Seru jg nich kisah keberangkatan na menuju ke NTPP Karawang-Bekasi,sayang sekali yach SEPOK gak ketemu Sama Opto di Krawang,…..
    Mudah-mudahan aja kita bisa ketemu secara langsung di Event yg lain. Salut dengan cerbernya. seruuuuuuu……….

    • onthelpotorono

      Kang Jaya mah untuk urusan keliling Nusantara jam terbangnya sudah tinggi ya… Semoga kelak bisa bersua.

  15. wih benar2 petualangan yg begitu hebat kang,

  16. foto stasiun tugunya bagus Gan, ijin kopas untuk blog saya ya.
    Nuhun

Tinggalkan komentar