Onthel Menyatukan Banyak Perbedaan: Ketika Jos Rietveld Ngonthel Bersama Opoto

bersama de oude fiets: impian menjadi kenyataan

Siang begitu cerah saat kami duduk-duduk lesehan di joglo Plaosan, salah satu persinggahan komunitas Opoto (Onthel Potorono). Dinding-dindingnya yang dibiarkan terbuka memberikan keleluasaan untuk memandangi keindahan bangunan Candi Plaosan dalam latar langit nan biru bersih. Angin sepoi asyik bermain di pepucuk tanaman jagung, mengayun-ayun perlahan dalam irama yang santun. Hembusannya yang panjang sesekali terasa hingga di tempat kami duduk, seolah menenangkan kegelisahan yang mendekam di hati kami.

sepeda onthel tua yang menyatukan rasa

Betapa tidak. Minggu, 24 Juli 2011 itu kami tengah menanti sebuah momentum ajaib yang begitu sulit untuk kami percayai. Sedemikian ajaibnya  sehingga ketika saat itu datang, kami masih saja seperti bermimpi. Kami baru terjaga saat Jos Rietveld, pakar dan pemerhati sepeda onthel dari Belanda yang selama ini hanya kami kenal namanya di dunia maya, mendatangi kami dengan langkahnya yang gagah dan menyalami tangan kami dengan jabatan yang hangat. Tak cukup Jos Rietveld, ia bahkan mengajak tiga sahabatnya, yakni Theo de Kogel, Otto Beajoun, dan Piet Munster. Sebuah mimpi yang sempurna!

mas Aat, jubir Opoto penyambung silaturahmi

Piet, Jos, Theo, dan Otto: dengan kaki-kaki panjang terpaksa duduk lesehan

Bersama KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia) yang diwakili oleh sekjen Kosti Fahmi Saimima, mereka berempat tengah melakukan roadshow berkaitan dengan launching buku “de oude fiets – Peringatan 116 Tahun Budaya Bersepeda Mewarnai Indonesia.” Buku yang diterbitkan oleh Kosti itu memuat beberapa ulasan mereka tentang sepeda Fongers dan Gazelle, di samping tulisan dari beberapa sahabat onthelis Indonesia. Minggu, 24 Juli itu mereka menyempatkan singgah di Jogja dan ngonthel bersama Opoto.

review sepeda. ilmu gratis dari narasumber yang meyakinkan

Tak jauh berbeda dengan perilaku sahabat onthelis Indonesia, begitu melihat deretan sepeda para Opoters, mereka segera asyik meneliti setiap bagian sepeda kami satu per satu sambil menanyakan hal-hal yang ingin mereka ketahui. Bangga rasanya bahwa sepeda-sepeda kampung yang kami kendarai ternyata mendapat apresiasi tinggi para pakar sepeda dari Belanda, tempat sepeda-sepeda itu dibuat.

wah, dapet oleh-oleh dan pin cantik

berbagi cendera mata. Pak Sahid, pin-nya menginspirasi, kan?

Sesiang itu kami menikmati kebersamaan dengan saling berbagi cerita di tengah suasana alami. Pak Ngatijo, bengkel sepeda onthel senior di Jogja bersama Mas Margi pun sengaja kami hadirkan. Bahkan, Pak Sahid Nugroho bersama Bu Dewi pun tak segan untuk datang bergabung bersama kami sehingga perbincangan menjadi semakin hangat.

modelnya kelewat jangkung

Pak Ngatijo memberangkatkan rombongan onthel antarbangsa…

Satu hal yang tidak kami sangka, para pakar sepeda dari Belanda itu bahkan me-review secara khusus, setidaknya tiga sepeda Opoters: Gazelle heren 60 “seri-1”, “Fongersaurus” CCG 60, dan Simplex Neo dames. Uniknya, perbedaan cara pandang yang ada di antara kami segera melahirkan hal-hal lucu.

Bang Theo tak berhenti memandangi candi ini…

Para pakar itu antara lain menyayangkan bahwa Gazelle “seri-1” —sebagai Gazelle tertua yang pernah mereka lihat, bahkan di Belanda pun— di Potorono dipasangi lampu dinamo, sebuah teknologi yang belum ditemukan saat sepeda itu diciptakan. Mereka menyarankan pemakaian lampu karbit yang lebih sezaman. Pedalnya pun semestinya menggunakan bahan karet, bukan plastik buatan Jepang!

di Candi Kalasan, Opoters mulai caper

Jos Rietveld juga menyesalkan “Fongersaurus” CCG tahun 1929 yang stirnya sudah dikrom, padahal pada tahun-tahun itu seharusnya masih menggunakan nikel, bukan krom. Juga tranfer merek mestinya tidak mencantumkan 1e soort A, karena CCG adalah seri-B. Sedangkan Simplex neo dames, meskipun dinyatakan original, mendapatkan kritik karena sadelnya menggunakan sadel Terry pria yang lebar, bukan sadel dames nan mungil.

Bang Jos, pengagum keindahan…

bagi Bang Theo, Burgers “seri-1” 60 tak ubahnya sepeda jengki

Kami semua tersenyum ketika menyadari bahwa di samping keterbatasan yang ada, “ketidakotentikan” pada sepeda kami lebih banyak disebabkan hal-hal sepele, seperti keinginan untuk menjadikan sepeda lebih bersih dan sulitnya mendapatkan stiker yang sesuai karena semua stiker Fongers yang kami temukan adalah seri-A. Bahkan Mr Theo de Kogel sendiri pun ikut terbahak ketika menyadari bahwa sepeda Simplex dames bersadel heren lebar itu adalah milik Mas Agung Max yang memang memiliki ukuran maksimum!

kebersamaan ini sebuah puisi…

Meskipun kami menyadari bahwa agaknya antara para pakar yang memiliki jam terbang tinggi dalam mengamati sepeda serta menguasai data detail produk dari museum-museum di Belanda itu terdapat perbedaan orientasi dengan kebutuhan praktis dalam kehidupan keseharian kami para Opoters, tetapi semua informasi yang kami terima secara langsung dari mereka sungguh menjadikan pengetahuan yang sangat berharga.

nah, sudah seperti saudara sepabrik beda showroom 🙂

Menurut Bang Theo dan Bang Jos, di Belanda kini sedapat mungkin orang menghindari pengecatan ulang dalam proses restorasi sepeda tua. Dalam analogi yang lucu mereka menggambarkan bahwa mengecat ulang sepeda tua ibarat kita membeli sebuah lukisan tua nan mahal, lalu kita melukis ulang di atasnya.

Opoto dan de Oude Fiets menyiapkan kejutan untuk sahabat-sahabat Podjok

Waktu menguap terbawa oleh kehangatan yang ada. Sore datang lewat  matahari dalam warna keemasan, menyadarkan kami untuk segera menempuh perjalanan pulang. Luar biasanya, baik Jos Rietveld, Theo de Kogel, Otto Beajoun, maupun Piet Munster tak berkeberatan ikut ngonthel bersama kami menyusuri salah satu rute favorit Opoto. Tentu saja kami mengitari Candi Plaosan, Candi Prambanan, dan bahkan berhenti cukup lama di Candi Kalasan sebelum melanjutkan perjalanan mengesankan sepanjang bulak persawahan di wilayah Berbah menuju arah Potorono. Secara khusus, Bang Jos memuji kenyamanan sepeda kami, khususnya Fongersaurus bertanduk krom.  🙂

ini dia: before and after…

Sebelum pukul lima, kami semua sudah sampai di persinggahan akhir. Syukurlah, tak ada yang berkeberatan untuk lagi-lagi beristirahat di rumah kampung. Sambil melepas lelah kami menikmati pisang, singkong, dan kacang rebus serta meneguk wedang jahe hangat. Tanpa disangka, Jos Rietveld dan Theo de Kogel mempertontonkan kebolehan mereka menenggak air langsung dari kendi, tak ubahnya yang biasa dilakukan para petani sambil menjaga sawah.

nah, ngapurancangnya pun tidak kalah santun dari para punggawa Podjok

Sore makin temaram, Jos Rietveld dkk masih harus memenuhi undangan sahabat-sahabat Podjok (Paguyuban Onthel Djogjakarta) dan melakukan presentasi di depan onthelis Jogja. Bersama Mas Fahmi Sekjen, kami lalu mempersiapkan sebuah kejutan. Dengan mengandalkan koleksi Bu Bambang sebagai Nyonya Rumah, mereka berempat kami make-over. Tak lama kemudian, dalam balutan kain dan surjan lengkap dengan blangkonnya, mereka telah berubah menjadi Priayi Jogja yang santun. Sekarang mereka siap kami antar untuk melakukan presentasi.

mohon maaf, Pak Sahid jadi punya banyak saingan! haha…

Di Warung Boto, mereka segera disambut hangat oleh sahabat-sahabat Podjok. Kalungan bunga dan iringan musik tradisional-kontemporer menciptakan kemeriahan dan mencairkan suasana sebelum mereka memberikan beberapa presentasi yang segera mendapatkan sambutan dan antusiasme penuh dari onthelis Jogja.

Malam kian larut. Sementara sahabat Podjok masih melanjutkan acara dengan city tour, kami pun bermohon diri. Sekali lagi bahwa onthel telah mempersatukan banyak pribadi, bahkan dari lintas negeri, tak bisa disangkal lagi. Sungguh, inilah hari Minggu terpendek dalam hidup kami….

***

Buat Jos Rietveld, Theo de Kogel, Otto Beajoun, Piet Munster, Fahmi “sekjen” Saimima, serta semua sahabat yang mendampingi roadshow de oude fiets 2011 (dan menjadikan ini semua bukan mimpi lagi), tak ada yang bisa kami sampaikan atas semua pengalaman berharga ini selain ungkapan penghargaan dan terimakasih. Kesediaan kalian ngonthel dan berbincang bersama kami –onthelis kampung yang tak pernah ke mana-mana ini– baik secara pribadi maupun lewat presentasi, akan menjadi jendela pengetahuan bagi kami.

Mohon maaf atas segala keterbatasan yang ada, termasuk bahasa yang semestinya mampu menjalin komunikasi kita lebih baik lagi.

Terimakasih juga kepada Joglo Plaosan, Mas Zikin, Pak Bambang dan Bu Bambang, Pak Sahid & Bu Dewi, Pak Ngatijo, Mas Margi, Mbak Nasheem, Mas Dian Solo, Mas Yon, Mas Bagus, juga Mas Hendy atas sumbangan fotonya 🙂

Salam hangat dari kampung Potorono.

79 responses to “Onthel Menyatukan Banyak Perbedaan: Ketika Jos Rietveld Ngonthel Bersama Opoto

  1. Menyenangkan, eyup lan sumiliring angin Plaosan bikin ngantuk. Ha ha ha, gak bisa membayangkan kalau Mas Agung pakai sadel Terry dames yg mungil?

  2. jadi pingin terharu…

  3. Sebuah kehormatan bagi saya untuk bisa turut bersama-sama Keluarga Opoto untuk menjamu para tamu agung dari De Oude Fiets Belanda. Leluhur kita memang bertempur sengit dengan leluhur mereka dalam perang era kolonial, namun saat ini luka lama telah hilang dan berubah menjadi sebuah spirit global brotherhood sebagai sesama pencinta sepeda klasik yang saling bertemu untuk berbagi ilmu dan wawasan.

    Liputan yang halus namun semarak sebagai gaya tulisan khas Rama Wongeres. Ilustrasi potret juga sangat akurat dalam menangkap suasana acara pada waktu itu. 2 jempol untuk The Opoters…

    • wongeres OPOTO

      Wah, berkat Pak Sahid, review sepeda jadi benderang di kepala Opoters. Barusan ini tadi F4 pada liat postingan ini, tapi nggak ada yang mentranslate untuk mereka 😦

  4. selamat kepada teman-teman semua yang bisa kuliah gratis plus ngowes bareng dosen sekalian. semoga lebih mempertebal rasa kebersamaan antar bangsa dan antar generasi.

    • wongeres OPOTO

      Iya Mas Faj. Sungguh pengalaman berharga bagi kami. Mereka itu aslinya sungguh gila onthel, tapi lebih tertib… 🙂

  5. mas bagus: haaa,,haaaa,, kl pakai sedel terry dames naanti ada penampakan ” “pipi buto”… mas….

  6. sungguuuh luar biasa. smoga mereka bisa datang ke indonesia lagi.amien

  7. De oude fiets >> sepeda tua yg luar biasa ..terima kasih ilmunya F4 sungguh suatu keistimewaan bagi onthelist bisa curhat sepeda dengan tim De oude fiets nya 🙂

  8. kayaknya bakal jadi salah satu bahan untuk buku de oude fiets berikutnya nih…

  9. RUUARRRBIASA sedulur2 OPOTO dalam bersilaturahmi sampai ke negara lain sukses selalu untuk OPOTO semoga menjadi inspiriasi onthelis lainnya.

  10. Bule bule pakai beskap,wow its wonderful..sajak arep disupiti,pasti tambah gagah kalau dikasih baju demang putih plus CCG dinosaurus (londo asli),suasana yang rrrruuar biasa..Bang Jos menikmati banget bekas jajahan nenek moyangnya,salut buat de oude fiets ke Indonesia..foto foto yang bagus..thumbs up for opoters..Jogja Never Ending Onthel..Salam

    • wongeres OPOTO

      Mas Beni, Bang Jos memang pilih naik CCG. Penampilannya sedikit cuek, tapi kalau liat pemandangan bagus dia langsung menikmati lamaaa banget.

      Soal baju demang kan sudah trademarknya Mas Towil dan Mas Bagus Podjok. Maka, dipilihin baju Jawa yang lebih kontemporer. Yang susah itu milih blangkonnya. Pada kekecilan. Blangkon saya nomor 9 dipakai Bang Theo dan ya masih agak ngumplik gitu. Di mobil menuju lokasi presentasi, mereka sempat nanya: kami kok dikasih baju beginian ini mau untuk apa? Hahaha… Justru Mas Fahmi tuh yang menjajah mereka! Untung begitu ketemu Podjok ternyata semua pada pakai baju Jawa. Mereka baru ‘ngeh.

  11. @ pak Jos, situ kok mirip Daniel Craig nya james bond ya?

  12. Kalau baca tulisannya Om Nur ati iki kok adem dan menghanyutkan…mantap om

    • Nderek tepang Pak Laeks,wah saya kemarin minggu lihat Pak Laeks di HI dengan rare klitikannya,mantap mantap..Oh ini to yang namanya Pak Laeks artis wiwinaked dalam hati saya mirip andhika nya eks peterpan hehe..salam

    • Oom Laexslaexs, Rama Wongeres ini kalau sedang menulis artikel postingan di Blog Opoto biasanya sambil berdzikir dan sebelumnya berpuasa dulu, jadi kalau kita baca terasa adem memang ada lambaran spiritualnya yang turut menyebar melalui media internet…he..he..he..

    • wongeres OPOTO

      Adem? Haha… Pak Sahid bisa aja. Aslinya, itu semata karena kerinduan manusia agraris yang ada pada diri Mas Laexs. Hayo ngaku…

  13. hehe…m.Noor,tolong sampaikan maaf saya pada dab Theo…tempo hari sudah kumawani “ngemek-mek” sirah-e…
    …bisa buat cerita pada anak cucu,pernah ngonthel bareng londho

  14. Yah, selamat untuk Opoto yang terus berkembang…..tak disangka bisa sampai sejauh itu segala sesuatu kalau ditekuni dan diseriusi akan menghasilkan prestasi…Mantappp Boss!! dan tidak biasanya edisi kali ini Foto-fotonya banyak sekali, apakah si Bule sudah diberitahu tentang Blog ini? tentunya mereka hanya bisa menonton saja hehe…..
    Dalam ramah tamah itu pakai bahasa dan cengkok mana? terus si Boss juga ngobrol? hehe jangan-jangan sibuk motret terus, kalo ada aku bisa banyak tuh foto si Boss. Kata si Kumpeni adakah sepeda onthel disana ada perkembangan atau inovasinya? atau hanya terhenti pada sejarah dan romantika?

    • wongeres OPOTO

      Opoters yang “terus berkembang” ya baru Mas Maxs itu. Haha…Soal prestasinya Opoto kan baru dipercaya Kosti menjamu mereka, belum berkunjung ke Belanda. Bahasa, kita preparenya Jerman, yang dekat Belanda. Eh, semua pada ngomong Inggris… 🙂

      Kata Pak Otto, untuk seluruh penduduk Belanda yang sekitar 50 juta jiwa, hanya ada 1 komunitas sepeda tua di sana. Mereka melakukan touring setahun sekali, menempuh jarak 160km. Setahun sekali itulah biasanya mereka melihat pasar klithikan. Makanya kalau di sini ada pasaran klithikan setiap Pon dan Legi itu mewah sekali bagi mereka. Padahal, kan ada klithikan virtual yang bisa diakses kapan saja, dari mana saja. Di web-nya Pak Sahid, misalnya. Hehe…

  15. sebuah keberuntungan jg bagi sy waktu senin siang tgl 25 juli ’11 sekitar jam 14.00 rombongan F4 mampir ke bengkel mbah Ngatidjo di kalibayem pas sy lg servis fongers HD55..dan sekali lg keberuntungan bg sy speda itu diterawang langsung oleh meneer Jos!! he loves so much about rusty bike!!! hahaha… memang ada komen yg wajar semisal part2 yg tdk ori,tp dia memakluminya mengingat mahal dan susahnya mendapatkan part2 tsb hehehe..anyway dia cukup mengapresiasi speda sy sambil berucap nice bike..wiiiii mrinding hahaha…sebuah pengalaman yg tak terlupa..

    • wongeres OPOTO

      Mas Yox, itu justru akan jadi ujian berat lho: mau dijual mahal, atau dipertahankan sebagai kebanggaan, Hayo?!

  16. Selamat Mas Nur, bisa mendatangkan pakar dan kolektor sepeda dari negara asal sepeda.

    • wongeres OPOTO

      Bukan mendatangkan kok Mas. Cuma kampiran. Saya juga akan senang sekali kalau diberi waktu untuk berbincang dan melihat koleksi kolektor lokal seperti Panjenengan. Mungkinkah?

  17. Wah dua jempol untuk acaranya Pak Noer dan sedoyo Opoters. Jajan pasar, joglo, situs, persawahan, pembelajaran, nglondo dan ngonthel…rasanya tidak ada yg sekomplit ini. Sugeng nindaki siam…lan siap2 ngonthel ndalu bar tarawih hehe. Salam dari Papua.

  18. @ Mas Wongeres,
    Good news buat BURJOIS… karena Mr.Theo selain ahliGazelle, dia juga pecinta berat BURGERS…. Dia janji akan kirim artikel & foto sepeda Burgers dari Belanda… Salam Burgers Jogja… memang istimewa…

    • wongeres OPOTO

      Iya, Mas Bagus. Tempo hari dengan pede sudah saya siapkan sepeda-sepeda Holland ukuran 60. Bang Jos sesuai selera pilih Fongersaurus. Pak Piet milih Humber FA-nya Mas Aat gara-gara lebih suka karakter sadel Brooks yang keras, sementara Pak Otto pakai Simplex herennya Mas Max’s. Nah, Bang Theo dengan mantap memilih Burgers seri (H) 1. Karena kakinya yang panjang banget, dipakainya jan iplik banget! Hehe…

  19. Pengin ikut Burjois, sayang sampai hari ini belum dititipi parkir sepeda Burgers Potoronan he..he..he..

  20. @ entah kenapa berkali kali nulis komen tp kok tdk bs masuk,padahal hanya pengen crita bahwa sekarang kok jd makin yakin kalau penyesalan itu datangnya belakangan, tgl 23 sak jane kami sdh bikin rencana gabung dgn OPOTO nderek mangayubagyo rawuhe mas jos dkk,e malah ndadak ada tugas khusus jd panitia wayang kulit yg tdk mampu ditolak.. beruntng msh bisa menikmati reportasenya lewat tulisan
    mas Wongeres yg komplit plit.. selamat buat seluruh kerabat OPOTO yg telah berhasil “ngerjain” londo dengan sukses, pasti akan jd kenangan indah buat beliau berempat. salam hangat dr Karawang kagem seluruh angkringers dan selamat menunaikan ibadah puasa bagi sahabat yg menjalankan.

    • Masuk, kok Pak Rendra. Kalau begitu, biarlah sekarang Pak Rendra yang ganti membagi reportase tentang wayang kulit. Sepertinya menarik… 🙂

  21. Wah…..”ngonthel” yg “dikemas” sangat profesional dari teman2 Potorono……mantep & salut!!.

    • Sebenarnya kemasannya agak mencemaskan, je Mas Suga. Jangan-jangan para pakar itu mikir: cuma ketemu komunitas dengan 8 orang, ndeso kabeh! Haha… Lha kalau ternyata sepedanya “kurang turut”, rutenya membosankan, waktunya mepet sehingga bikin kemrungsung, jajan pasar khas Jawa yang banyak pakai kelapa itu juga bikin parno. Hmmm syukurlah sepertinya semua baik-baik saja. Setidaknya kelihatannya. Semua terbantu oleh beberapa tokoh yang berkenan hadir juga. Hehe…

      • Saya percaya kalau Gus Wong bikin “acara” pasti “berbeda”….he..he… “standing out” from the others….Sempat ngobrol sama Pak Jos, dan beliau sangat terkesan dng “ngonthel” di candi dng temen2 potorono…Salam. (slamat berbuka puasa).

      • wongeres OPOTO

        Semoga Mas Jos atau Mas Suga tidak sedang “ngayem-ayemi” ati… Tapi itu bukan acara saya lho Mas. Itu acara para Opoters yang mendapat ‘support dengan lega hati’ dari para tokoh. Coba ada Mas Suga, Mas Harjo, dan Pak Rendra juga. Wah, dahsyat!!

  22. Koleksiku gak banyak merk Mas, dan gak sebanyak koleksi Kagungane Piantun Potorono. Silakan mas kalau mau lihat koleksine wong ndeso. Sayang saya gak punya Club ataupun paguyuban seperti Potorono, Podjok dll, jadi ada acara ketamuan pakar sepeda dari Belanda gak tau, Kalau tau dan boleh nimbrung, mungkin berangkat Mas, He he

    • Duh, yang “tidak punya club” kok sepagian kemarin sudah pada pul-kumpul di Kotagede, pakai disorot lampu segala. Ada apa gerangan ya? 🙂

      Saestu saya mau sowan, paling tidak mau lebih ngematke tromol presneling bertuliskan Gazelle. Sudah lama tidak mengagumi seri-5 yang kata Mas Aat lebih menarik saat dikendarai daripada saat diparkir itu lho. Nah, kalau parkirnya di nDalem Godean kan stopan, bel, dll tidak perlu dicopot, to? Hehe…

  23. Atas nama Komunitas OPOTO, kami menyampaikan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Semoga ngonthel menjadi bagian yang menunjang, bukan menghambat, asal waktu dan porsinya dirancang secara bijak.

  24. He he… pul-kumpul di Kotagede, Minggu 31-7-2011 itu undangan mendadak. Sabtu sore di telp. piyantun Sonosewu, dan kebetulan pas tanggal itu gak ada acara, dibanding gak punya club ya gabung aja. Saya kira dari Potorono ada yang datang juga, kalau ada mau tau oleh-oleh ulasan/wawasan sepeda dari tamu Belanda, soalnya pas ada tamu dari Belanda saya gak dikabari sama Ki Ageng Potorono atau mungkin udah dilupakan. Lho Mas Nur koq tau saya pul-umpul di Kotagede.
    Ya itu Mas menurutku naik sepeda G itu nyaman, yang gak nyaman kalau parkir, apalagi kalau parkir di Malioboro gak nyaman banget, sampai ada teman kalau parkir di Malioboro pakai sepeda G parkirnya Rp 10 ribu sekali parkir, ngalahne parkir mobil.

    • Datang di acara para pendekar yang tidak akan muat terwadahi dalam klub, Mas? Wuadhuh! Gek pakai disorot lampu seperti itu? Silau, Maaaan! 🙂

  25. Pak Nur : kliatane speda akan dipiara sampe jeleh hehehe…smoga 😀

    • Nah, Saudara-saudara! Dadi mung kari nunggu kapan jelehe, toooo…? Tenang. ‘Harga bosan’ tentu beda dengan harga waktu lagi seneng-senengnya. 🙂

  26. Ketika ngonthel bareng kemarin, saya iseng tanya sama si Jos. Buat kamu, sepeda terbaik itu apa? ternyata jawabannya adalah: pertama: Golden Sunbeam! (selamat untuk priyagung Teluk Jambe). Yang kedua: Fongers atau Simplex! Beda2 tipis lah…
    Saya pun bertanya: Lah.. Gazelle dimana? Dia jawab. Gazelle memang membuat sepeda bagus. Tapi tidak berinovasi.
    Saya cuma cerita apa yang saya dengar lho ya. Tidak dibumbu2i. Tidak harus digugu juga kok. Kebetulan, dia memasukkan variabel inovasi dalam penilaian sepeda.

  27. Nah, ini “undangan” diskusi menarik.
    Bang Jos dkk sepertinya memang melihat sepeda lebih ke brand-nya dalam konteks global, bukan lokal, apalagi personal. Misalnya ketika kita membandingkan antara sepeda Holland dan sepeda England, mereka bilang tak banyak hal signifikan. Holland juga banyak mencontek England, begitu kata mereka. Dalam hal ini, Golden Sunbeam England merupakan sumber inspirasi (yang desainnya bahkan dibeli) Fongers BB, CCG yang kemudian masyhur itu. Fongers dan Simplex memiliki begitu banyak varian sehingga mengumpulkan banyak point dalam penilaian Bang Jos dkk.

    Saya jadi ingat betapa seorang priagung penggemar Gazelle kemarin langsung ‘lemes’ begitu mendengar informasi bahwa di tahun 2011 Gazelle telah dibeli oleh PON! Padahal sepeda Pon hingga saat ini belum memperoleh giliran untuk jadi target buruannya Pak Sahid. Haha… Sumangga kita bahas umpan Mas Aat ini.

  28. Itu baru dibeli pas Pasaran PON, kalau pasaran LEGI akan beda lagi, ya Mas Noer. Puasa Night Rider kemana? Ngumpulke maneh?

  29. Ki Ageng Potorono tau dari mana ya, saya datang di acara itu yang saya kenal baru 4 orang, lainnya sebelum itu belum ada yang kenal sama sekali dan pul kumpul itu baru pertama kali. Pakai disorot lampu, tapi koq gak di up load di blok ini ya, tak kira Ki Agung potorono juga datang untuk up load,.

  30. Kacang godhok,pit lawas, latar belakang candi….hanya Jogja yang bisa begini heheheee……poso ngrowot yang ruarrrr biasa ya Gus Wong!
    4 thumbs up,.. for never ending Jogja.

  31. Kalau acara yang digelar Opoto biasanya memang sederhana namun kental dengan nuansa akademik. Ini tidak lepas dari keberadaan sang Sastrawan Onthel yang selalu hadir konsep acara yang rapi dan kemudian disusul dengan liputan acara yang mampu menggelitik hati sanubari para pembaca liputannya.

    • Pak Sahid, acara ndeso kok bernuansa akademik? Justru kami sangat berterima kasih karena hal itu semata karena ada seorang doktor yang berkenan hadir, bahkan ikut mentranslate dalam bahasa yang simpel sehingga membuat acara review sepeda kemarin menjadi lebih gamblang dan bermanfaat.

  32. @memang sangat beruntung kita onthelis Nusantara memiliki seorang Wongeres yg tdk pernah ngeres tp slalu melahirkan ide yg mentes, pantes dan luwes..saluut..
    @ gus Ron Genduru…wis mari tah topo brotone kok mudun gunung…heheh..salam

    • Walah…walah…Ini Pak Rendra pasti baru survei di perajin gong. Haha… ini ide dari Mas Sekjen yang disambut oleh seluruh warga “Opoto advanced”.

      Iya, lama Kyai Genduru tidak medhar sabda. Pasti ada wacana baru…

  33. Assalamu’alaikum salam jumpa lagi dengan kami tidak lupa sugeng nindakaken siam semoga amal diterima Allah SWT
    Untuk Opoters sukses selalu
    waktu di plaosan yg Crown belum di analisas krn waktu tidak cukup
    trima kasih bule-bule atas kedatangannya
    mtr nwn
    wasalam

    • Wa alaikum salam, Pak Dedi. Setahu saya kemarin itu semua sepeda Opoters dilihat dengan cermat oleh mereka berempat. Cuma kita mendampinginya bergantian. Mungkin Mas Tono, Mas Aat atau Mas Yon tahu?

      Ada yang lucu, Pak Zam yang selama ini mencari tahu jatidiri sepedanya ke sana ke mari sempat berharap banyak akan mendapatkan pencerahan. Tapi ternyata para pakar itu pun angkat bahu. Pak Zam agak kecewa. Tapi hari ini dia bisa bilang: ini sepeda langka. Bahkan para pakar kemarin juga nggak tahu! Haha… sebuah cara menghibur diri yang bijak.

      • Mungkin saya pas pipis…
        BTW, bulan Ramadhan badan sakit semua. Bukan karena puasa, melainkan karena lama tak ngonthel. Jadi kapan ngonthel malam?

      • wongeres OPOTO

        Pak Dedi, selain kemarin dilihat secara langsung, sepeda siluman juga pernah dikomentari oleh Pak Jos Rietveld di blog ini kok. Silahkan dicheck lagi.

        Mas Aat, tadi pada ngajakin Rabu malem. Silahkan ditanggapi lewat hp Mas Tono juga ya. Biar diatur jadwalnya.

  34. Masih seoerti dulu, kali ini saya juga masih merasa “ikut didalamnya” bila mengikuti OPOTO Touring……dan ikut menikmati mimpi yg jadi kenyataan…mohon maaf Pakde Wongeres…baru bisa ikut ngintip lagi…..kemarin lagi ada kerjaan (sibuk) sehubungan kepindahan kantor kami dari Salemba ke Depok…….bedol desa….wah pokoke “bravo OPOTO”

    • Wah, ini dia KLBK. Kenangan lama bersemi kembali. Haha… Senang melihat Pak Dhe Rangga muncul kembali. Sempat khawatir, jangan-jangan mutung nggak mau ngonthel gara-gara trauma ngonthel tanpa dhahar sarapan dulu Potorono-Kalasan.

      Selamat menempati kantor baru yang tentu segalanya lebih kondusif. Semangat baru, rejeki baru 🙂

  35. Mas Aat, Mas Noer dan Opoter : kapan nih ngonthel malam, golek lailatul qodar. Tumiyuping angin kang gedhe ora marai mati upete

  36. wah….rupanya Mas Aat ahli bahasa njih Mas….boso Londro..boso Inggris , boso Jowo..Boso Onthel (yen iso ngomong)….jan jane nggak mitayani lho njenengan dadi juru boso waktu acara temuan ngonthel karo Mas mas Londo iku…….ha ha ha ha……sinau nang ngendi to Mas????Selamat menjalankan ibadah puasa….semoga semuanya menjadikan amal ibadah yg akan menolong kita di hari pembalasan…….salam buat sedulur sedulur OPOTO semua…yang sangat sangat “mengagumkan” eksistensinya dlm dunia onthel….tenan lho Mas…..

  37. Para kadhang ingkang minulya lan kinurmatan…
    Kula ngaturaken Sugeng Riyadi 1432 H, nyuwun gunging samudra pangaksami menawi wonten lepat utawi khilaf. Nuwun.

  38. Mohon maaf lahir duluan…..beginilah kalau jadi orang “sepuh” yg tentu saja banyak membuat salah dan dosa….dan tentunya poro kadang sedoyo saged maringi pangapuro dumateng kulo puniko….dan tak lupa doa saya semoga panjenengan semua memperoleh “kemenangan” melalui ibadah puasa yg ikhlas krn Alloh…pahalanya adalah : surga….percayalah Alloh pasti menepati janjiNya………jangan lupa , teruskan ngonthelnya………

  39. Sepeda, WordPress, Facebook dan Twitter Ternyata dapat mempersatukan paseduluran yang Indah… Subhanallah…..

    • Mas Adi Sulistyo, dalam kondisi dan pemaknaan yang berbeda, semua yang Mas sebut itu justru bisa membuat kita teralienasi dengan alam, bahkan juga sesama. Misalnya kita terlalu mendewakan sepeda koleksi kita yang harus steril, tak boleh dipandang, apalagi dipegang oleh tetangga sekalipun. Atau kita terlalu asik bersosialisasi lewat jejaring sosial itu tetapi nama tetangga terdekat pun tidak kenal hanya karena dia nggak pernah online. Hehe…

      Salam hangat dari Potorono.

  40. Artikel yang bagus, saya juga sempat tinggal di jogya, melihat rute jalan2 OPOTO, mengingatkan saya akan sleman. Masih banyak orang yg mencintai sepeda tua di sana. Kasanah yang menyenangkan

    • Duh, terima kasih atas apresiasi Anda. Benar, di Sleman dan Bantul masih banyak sepeda tua dalam fungsi dan perlakuan yang baik. Bolehkan mendengar lebih lanjut cerita Anda saat di Sleman, khususnya berkaitan dengan keberadaan sepeda onthel dalam keseharian mereka?

  41. senang sekaligus terharu hanya melihat fotonya seperti saya ikut kedalam kebahagiaan para onthelis OPOTO yg berkesempatan bertemu dan saling bertukar fikiran dgn pakar onthel…..salam lisnar dri MESAC(Medan Sepeda Antik Club)smg kami yg di medan ini jg akan mendapatkan kesempatan seperti OPOTO

    • wongeres OPOTO

      Terima kasih atas apresiasi yang diberikan. Salam kenal dan salam hangat untuk para sahabat MESAC.

  42. Ping-balik: Gazelle 60 “Seri-1”: Tetap Bernilai di Usia Tua | Onthel Melintas Zaman

  43. Ping-balik: Borobudur dalam Kehangatan Persahabatan | Onthel Melintas Zaman

Tinggalkan Balasan ke beni Batalkan balasan