Sekaten, Setelah Lampu Padam.

Tuhan menciptakan siang agar kita bekerja, dan menciptakan malam agar kita beristirahat. Artinya, sebenarnya kita sudah punya tuntunan bagaimana menjalani hidup dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan.

nampang di Sayidan

Meskipun begitu, ada beberapa di antara kita yang justru rela melakukan kebiasaan sebaliknya demi berjalannya kehidupan: bekerja keras hingga larut malam, dan beristirahat hingga menjelang siang. Sabtu kali ini pun agaknya banyak di antara kami yang bekerja sampai larut sehingga menuntut istirahat yang cukup. Terbukti, pada Minggu pagi, 24 Januari 2010 lalu banyak di antara kami yang belum juga menampakkan diri, meskipun hari telah beranjak pagi.

Menunggu teman-teman tak kunjung datang, akhirnya kami, komunitas Opoto (Onthel Potorono) berangkat ngonthel bareng hanya dengan empat orang. Apa boleh buat. Setelah membuat kesepakatan kecil, kami berempat pun berangkat. Kami akan menuju alun-alun utara yang saat ini tengah dipakai menggelar pasar malam sebagai bagian dari penyambutan acara Sekaten, sebuah upacara tradisional masyarakat Jogja untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.

aktris India nggak boleh lihat pilar, Opoters nggak boleh lihat klithikan 🙂

Dalam konteks syiar agama Islam, kata sekaten konon berasal dari kata ‘syahadatain’. Akan tetapi, banyak juga orang-orang tua dahulu yang memahami kata sekaten dari kata sekati. Kati adalah sebuah kata untuk menyebut satuan berat. Sekati atau satu kati berarti seribu/banyak. Sekaten (se-kati-an) berarti ‘per satu kati‘ atau ‘sekitar satu kati‘. Mengacu pada pengertian tersebut, maka upacara sekaten dimaknai sebagai sebuah ritus sekati atau upacara besar.

Perjalanan menuju alun-alun utara ini kami tempuh dengan santai, bahkan beberapa kali kami sempat berhenti, misalnya untuk berfoto di Jembatan Sayidan dan melihat-lihat klithikan di trotoar jalan.

datang terlambat, atau terlalu dini?

Sesampai di Alun-alun, kami masih menyaksikan jejak-jejak keramaian semalam. Sampah berserakan, beberapa orang tampak masih tertidur berselimut kain sarung di sekitar stan yang mereka tutup dengan tenda-tenda biru. Kami terus berkeliling dari stan ke stan.

bertabur mimpi indah di mana-mana: toilet, stan, atau panggung….

Seperti masih dalam ingatan tentang saat kami kecil dahulu, pada malam hari stan-stan ini pasti begitu meriah. Musik seperti beradu keras untuk menarik pengunjung. Selain lampu-lampu yang menyorot terang benderang, beberapa lampu warna-warni pun berkelap-kelip menambah semarak suasana, menjanjikan hiburan yang begitu mengesankan. Di sekaten ini pun, mulai dari tong setan, istana hantu, ombak banyu, hingga pertunjukan lumba-lumba semua ada.

kuda-kudaan itu terlalu kecil untuk ukuran kami

Tapi kami datang pada pagi hari, saat suasana di sekitar stan-stan ini begitu lengang, kotor, dan sepi. Meskipun begitu, di antara lorong-lorong stan itu kami melihat seorang laki-laki tengah asyik memberi makan dan minum burung-burung piaraannya. Ada 10 sangkar, satu sangkar ada yang dipakai untuk dua ekor burung kecil. Kami mengira itulah stan penjual burung. Tetapi kami salah. Lelaki yang kemudian kami kenal bernama Haryanto itu bukan menjual burung. Burung-burung itu sengaja dibawanya ke mana pun ia pergi, karena ia tak bisa berpisah dari burung-burung kesayangannya.

keheningan yang ramai

Menurut cerita Mas Haryanto, mereka semua yang bekerja di pasar malam sekaten ini tergabung dalam satu organisasi. Mereka terus berkeliling. Sebelum ini mereka berada di Muntilan, dan setelah sekaten mereka akan pindah ke Purworejo. Begitu seterusnya. Tetapi, mereka sudah sangat terbiasa dengan irama kehidupan yang berpindah-pindah itu. Mereka menikmatinya.

hobby dan keseimbangan hidup

Bagi Mas Haryanto yang bekerja sejak sore hingga larut malam, pagi dan siang hari merupakan saat untuk menyalurkan hobby. Burung-burung itulah yang memberinya kesibukan. Biar ada keseimbangan, katanya. Membawa-bawa serta burung Pentet, tekukur, dsb miliknya itu tidak lagi terasa merepotkan, justru ia merasa sangat membutuhkannya. Meskipun kegiatannya barangkali berkebalikan dari kita pada umumnya, mereka semua juga membutuhkan keseimbangan, beristirahat dan mengisi waktu ketika lampu-lampu stan mulai dipadamkan.

Tak lama setelah kami berada di sana, para petugas kebersihan mulai berdatangan. Sampah-sampah pun dikumpulkan. Suara sapu lidi mereka segera menghadirkan kesibukan kehidupan pagi hari. Beberapa wanita yang agaknya sudah terbangun terlebih dahulu tampak membawa cucian dan menjemurnya di pagar stan sambil menggendong anak-anak mereka.

keceriaan masa kecil itu masih ada

Alun-alun itu kemudian menjadi semakin ramai lagi ketika beberapa orang pejalan kaki, sebagian besar adalah kanak-kanak dan remaja, datang dalam kelompok-kelompok kecil. Seperti kami, mereka menyusuri lorong-lorong stan, menunjuk-nunjuk, berteriak, dan saling memanggil sehingga menimbulkan kegaduhan yang segera membangunkan orang-orang yang tidur di stan.

Selain para pengunjung, beberapa pedagang mainan serta makanan pun datang dan membuka dagangannya di arena pasar malam. Kami bahkan sempat bernostalgia dengan mainan-mainan bocah itu.

jln Brigjend Katamso, doeloe toko sepeda onthel banyak berjajar di sini.

Hari sudah siang rupanya. Hal itu kami sadari, selain dari sinar matahari yang mulai gatal di kulit juga dari perut kami yang mulai keroncongan. Maka kami pun segera pulang melewati Plengkung Wijilan, Jalan Katamso, dan kayuhan kaki kami tiba-tiba menjadi lebih cepat ketika kami menyadari bahwa kami akan segera sampai di warung soto Lamongan, tepatnya di Jalan Veteran.

Di sana, soto itu sudah diracik dan disiapkan bertumpuk-tumpuk. Begitu kami datang, kuah panas segera diguyurkan ke mangkuk-mangkuk itu, mengepulkan aroma yang menggugah selera. Kami pun makan dengan lahap, berlaukkan perkedel kentang, tempe goreng, dan kerupuk udang super besar. Ukurannya bahkan lebih besar dari telapak kaki kami yang serasa mengembang setelah ngonthel sejauh ini.

kami nyoto, maka kami ada 😀

Seperti biasa, soto adalah penyumbang 50% cucuran keringat kami. 50% lagi tentu dari ngonthel. Kami akan menuntaskan kesegaran berkeringat ini hingga 100%, yakni ketika kemudian kami telah sampai di kampung tercinta, Potorono. Kampung yang selalu memberi kami semangat dan kebahagiaan, baik saat pergi maupun pulang, dini hari hingga larut malam….

72 responses to “Sekaten, Setelah Lampu Padam.

  1. Blog yang luar biasa, artikel yang cukup menarik, maju terus pantang mundur…perang kali..
    http://mobil88.wordpress.com
    🙂

  2. kok cuma berempat om noer… yang lain pada kemana je??? Khan pada nggak baru “njereng” jemur kanebo to 😈 ? haaaaaa…haaaa…. 🙂 peace om…
    besok minggu sudah bisa gabung lagi kok… acara kemana om?

    • Haha… itu berbau kecemburuan sosial 😀
      Lainnya lagi pada ‘mbangkong’ habis lembur. Mestinya besok pada terima rapelan. Hehe…
      Di sekaten juga banyak jemuran. Lihat aja di fotonya itu.

      Sahabat-sahabat Podjok ngajakin ngonthel bareng ke rumah domes. Meskipun kita sudah pernah ke sana, tapi kebersamaannya itu yang asyik. Gabung?

  3. siaaaaaap….. usul nich : kl kita nggabung temen-2 Podjok di ds. krikilan, berbah (utara potorono) gimana om???

  4. Perjalanan yg asyik, walau hanya berempat tapi tak mengurangi nikmatnya perjalanan, apalagi ada soto yang jadi tombo weteng 🙂 mungkin Kang Noer bisa buat cerita lagi disaat malam minggu ngontel rame-rame di acara sekatenan.

    • Iya Mas Dhon. Berempat tetap semangat. Ngonthel malam? Meskipun di sekitar alun-alun mungkin terang, tapi di Potorono sering hujan. Ya, memang lain cerita kalau pada bawa kanebo. Haha…

  5. telur di beri warna merah, perahu onthok-othok kenangan sekaten. apakah masih ada ?

    • Lha itu perahunya lagi dikerubutin anak-anak yang lagi lucu-lucunya. Telur merah masih ada. Terakhir saya lihat yang jual sudah nenek-nenek Mas.

      Dan yang penting, sotonya juga ada, kan? 🙂

  6. Wah penampakan H55 sudah muncul, …………

  7. Mas Nur dan sedulur OPOTO, hari minggu kita ketemu di rumah Dome yaa… Setelah itu kalau tidak keberatan, ikut ngonthel ke rumah Pak Zuhar. Beliau yg ngunduh acara utk bersilaturahmi bareng sedulur onthel semuanya.Katanya ada hiburan keroncongnya lho, atau perutnya yg keroncongan duluan,hex…

  8. joni kamandanoe

    Sangat menyenangkan bila bisa bertemu sekaligus ngontel bareng dengan siapapun/kelompok manapun,apalagi dengan PODJOK. Alangkah baiknya PODJOK bersedia berangkat lebih awal dari OPOTO agar OPOTO tidak menunggu terlalu lama. Biasanya OPOTO berangkat jam 05.30 WIB .

  9. @Mas Den Bagus
    Kami siap gabung. Bisa saja kami nunggu/mencegat di Berbah atau rumah domes. Kalau nggak keburu lapar, sarapannya bisa di soto Payak. Hehe… Atau jangan-jangan Pak Zuhar itu lagi hajatan?

    @Pak Joni
    Masalahnya, rumah sahabat-sahabat Podjok tersebar di berbagai penjuru kota. Kumpul pkl 6 itu mestinya untuk memberi waktu yang rumahnya Condongcatur, Gamping, Sedayu, dll supaya bisa sampai di Pagilaran. Kalau Opoters keburu ngonthel, kita bisa nunggu di domes. Lagian saat ini pkl 6.30 masih cukup pagi kok.

  10. OPOTO mirsani Dermolen..hee..hee pulitzer ditangan ! markotop. Gak Beli nasional geograpik tapi baca blog OPOTO, podho ae…

  11. wah belajar sejarah nih, belajar bhs indonesia yg benar dan ………belajar milih milih klitikan…..he he he. lah yen soto jadi tombo weteng, tombo ngantuke apo ? defoc jadi pingin lihat sekatenan nih, ……lihat klitikane…….

  12. Boss Heri, klithikannya itu bukan bagian dari Sekaten, tapi kami temui secara nggak sengaja di jalan Kusumanegara. Kalau mau lihat klithikan, sekarang semua dipusatkan di Pasar Klithikan Kuncen, Jogja.

    Soto itu tombo weteng. Tombo ngantuknya ya Siti… 🙂

  13. oh gitu to, yo wis kapan kapan aku tak menyang psr klitikan kuncen, pasar terban masih ada klitikane nggak pak de? bravo opotorono………..goeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeees

    • Di terban sekarang kebanyakan jengki. Klithikannya cemanthel di sepedanya. Jadi kalau mau ngincer belnya ya harus beli sekalian sama sepedanya. Apalagi kalau belnya dilas ke setang, bahkan ke dalangan! Haha…. kalau ke Pasar Tunjung dan Pugeran yang masih banyak, Boss.

  14. Kalo baca Blog-ke OPOTO ,tambah luwe kulo Gus
    Wisata kuliner= Wayang kulit-e werkudoro njoged..he..he..bahan bakar manusiawi!
    vegetarian: maem kulupan ae
    humanitarian: mangan menungso Ya Gus..

  15. di sini ( jkt ) susah menemukan soto spt di yk, terpaksa belok ke soto ayam surabaya.

  16. Boss, emailnya apa?

  17. email udah, no rekening udah , yen aku luwih enak : jauh dimata, dekat ditonjok he he he he he , maksude ditonjok pake dluwang merah yo pak de …………. see you later

  18. Hadir Boss !!!

    Ngonthel berempat tiada mengurangi semangat. Niat awal mm menyegarkan diriku dari kejenuhan masal yg mendera selama seminggu.
    Yang lainnya mm jan Ra Tertib Pollll.

    Ngonthel bareng dengan PODJOK telah terlaksana. Tks 4 everything dab. very nice.

    Ngonthel ke Suroboyo yuk.., disana mm buanyak soto yg ok punya. mungkin Mas Donny bs menjadi Guide nya . 🙂

    • bisa banget Kang Erwin, ada banyak Soto Lamongan yang bisa direkomendasikan di Surabaya, tapi saya yakin “taste” kuah soto pasti beda dengan yang di Yogya karena memang disesuaikan dgn selera lokal, hal ini saya rasakan waktu nyoba Soto Lamongan di Simpang Lima Semarang, ada banyak soto Surabaya : Soto lamongan, Soto Ayam, Soto Madura, Soto Daging (bahan sama dengan soto madura, cuman cara penyajian yang berbeda)

  19. tetap semangat…..walaupun ngonthel cuma 4(empat) personil,tapi pantang mundur untuk menikmati keindahan dan kemurahan karunia Tuhan.

  20. @ wah jadi pengin sekatenan..ada tong setan pake onthel ga mas Wong… ( sotonya..jan….mingini tenanan )
    @ kang lintang…jgn sering2 nerusin hobi humantarian ya…. nati jadi kaya ….

  21. Mas Noer, saya kirim ke email anda. Mohon di cek agar tidak kesingsal. he he he

  22. @Pak Rendra
    Kenapa pak ? pengen yg jualan sotonya ??
    hehehe…. wongeres punya no hp nya kog.

    @Mas Donny
    sek yo, aku tak ngeracuni rekan2 opoters dl, biar podo sepakat ke suroboyo.
    Ngonthelnya didalem bonbin aja ya, kan teduh dan luassss.

  23. @ mas Erwin, mas Dony…rayuannya agar sepakat ke karawang tgl 20 aja…hehehe..ditunggu loh

    • Wah, saya sedang celingak-celinguk ngajakin teman nih. Yang pada jadi pertanyaan: Kalau rutenya Karawang-Bekasi, lha nanti dari Bekasi masak balik lagi ke Karawang? Atau cukup ‘digabur’ di sana? Blaik! 😀 😀

  24. @pak nur
    pesanan sudah saya titipkan pak margi monggo silakan dilihat dahulu.matur nuwun 🙂

  25. @ mas Nur, acaranya memang start dari karawang dan finish penutupan di bekasi, kalau temen2 mau balik ke krw lg saya dengan senang hati menunggu….. salam

  26. kulo nuwun………., wah masih sepi.
    lagi pada kemana nih? lagi nyiapin ngontel kerawang bekasi ya?
    yo wis………………nderek langkung pak de…..nyuwun gunging pangapunten.

  27. Boss, kirim aku foto yang narsis kmrn aja ya? buat ngup date status he. yang lainnya kan bisa ambil di blog..ini emailnya:aoela2004@yahoo.com.tk

  28. Masnya Wongeres, konco-konco Opoto datang ke acara ngonthel napak tilas Kerawang Bekasi tidak yaa. Soalnya Den Mase Rendra berharap Opoto turut meramaikan acara akbar tersebut.

    Sesekali keluar kandang gitu loh masnya Wongeres. Ngapunten njih

    • Bukan kandang, DenMas. Tapi tempurung 🙂
      Ayo teman-teman Opoters. Silahkan komentar.

      Mas Max, Mas Tono, Mas Erwin… Pada ke mana ya ini?

  29. Apalagi sedulur Opoto konon mempunyai sepeda masterpiecenya Potorono yaitu Simplex si Lasbella kepunyaan Mas Max yang kesohor itu.

    Jika di pamerkan pada acara Napak Tilas Kerawang Bekasi pasti akan mendapat juara satu. …. he he he

    Maaf yaa Opoto kok beraninya hanya ngonthel di jogja dan sekitarnya. Coba dong datang ke Karawang, acaranya sayang bila dilewatkan begitu saja. Apalagi akan masuk rekor Muri. Gimana masnya Wongeres.

    Jangan sampai Opoto dibilang hanya Jago Kandang loh. Wanine mung neng ngomehe dewe. Sekali lagi maaf yaaa…

  30. @ mas Duren Tiga, apa kbr ..dpt tumpahan banjir katulampa ga kemarin… mas Duren nek kon jadi kompor kok wasis tenan….. sy jg sdh ngompori sedulur OPOTO tp mungkin msh mempersiapkan diri, sedulur PODJOK dikomndani mas Towil akan meluncur ke krw jumat pagi dr jogja dan renvana akan istirahat di gubug kami… ayo dulur OPOTO yg mau gabung sangat kami tunggu…
    salam kompak…

  31. Terima kasih atas undangan menarik dari Den Mas Rendra. Masalahnya, begitu sukses melompat dari tempurung Potorono, kami bisa kebingungan karena belum tahu pojoknya Karawang. Itu pun kalau kami sukses meminta masinis mengerem kereta di Karawang lho 😦

  32. @ om duren Tiga & Om rendra

    Salam kenal dulu om Durti (duren Tiga) sebelumnya dan sungkem saya untuk om rendra…

    saya dan teman-2 opoto yang lain jauh-2 hari sudah mengagendakan untuk bisa datang ke kerawang om… apalagi ini event Nasional, pasti master-master “onthel nusantara” pada ngumpul… pasti Ramaiiiii oyeeeee….
    cuma saya pribadi mohon ampun beribu-ribu ampun om… tanggal 21 feb ada tugas dinas … dan sialnya lagi saya harus berangkat pagi-pagi sekali dari yogya om… jadi dengan adanya acara yang bersamaan itu saya mohon ijin tidak bisa datang kekerawang… mudah-2-an saya bisa ikut nanti untuk event yang lain…. sekali lagi mohon ampun om dan terima kasih atas perhatiannya pada saya dan si “bella”…. hikkk… 😥 (sambil mengusap air mata)……. 😥 😥

  33. yaaaah….banyak yg ngemban tugas negara, yo wis ora opo opo. wong jowo (bukan wongeres) bilang : Ambeg parama arta: mendahulukan yg lebih penting dulu, ………ngonthel? kapan kapan neh. Aku ya sakjane pingin ketemu karo sampean , iso ngobrol ngobrol …….lan nambah sedulur

  34. @ mas Wong.. karawang itu kota kecil kok, sekali datang dlm wktu dua jam dijamin apal sampai ke gang2 nya…hehehe.. khususutk mas Wong tak pinjemi pit deh tp apa adanya hehehehe..
    @ mas Max.. putus sdh harapanku utk dpt melihat si Bellas… ok kpn2 kt jumpa mas>.selamat bertugas.. ( nek wis meh metu kudu di gas…hehehe)

  35. Den Mase Rendra memang Jakarta identik dengan kompor meledug alias sering kebanjiran. Duren tigane lagi tersendat-sendat, marake stress je. Alhasil, saya jadinya ngompori Masnya Wongeres tuk datang ke Goyang Karawang.

    Om Max, ga ke Karawang yaa, wahh gagal dong tuk lihat sepeda aneh nan langka. Padahal ingin saya liput loh.

    Masnya Wongeres jangan takut digabur dong. Kata Den Mas Rendra, Karawang itu kota kecil jadi cepat hafal gang-gangnya. Masnya Wong katanya ingin bebas lepas bagaikan burung yang terbang tinggi. Di Karawang kita ngontel yuk Masnya Wong, jangan kuatir pasti pulang kandang kok…hehehe

  36. @ mas DURTI…setubuhhh….eh setujuuuu….hehehe

    • dua hati satu tujuan
      lihat nanti kalau ada kesempatan

      dua jantung satu debaran
      kalau beruntung pasti sampai Karawang
      eh, tekan stasiun koyo wong ilang?! 😀 😀

  37. Den Mase ki ono-ono wae to yoo. Moga cepat sembuh yo Den Mase. Lain waktu ngonthel lagi, sebebas merpati, yang terbang tinggi.

    Pegupon omahe doro. Ngonthel bareng yuk karo wong Potorono….

  38. Kranjang nggo nggabur doro
    Ning Karawang yuk, nyegat Pakdhe Yanto… 🙂

  39. Mas Rendra, saya juga pamit tidak bisa datang ke Kerawang. Sebab tugas ke kantor Jakarta baru awal bulan Maret. hik-hik-hiks mau lihat All Ori Item jadi nggak kesampaian. he he he

  40. Wah, Mas Bagus ki…
    Kalau begitu perlu menimba ilmunya Pak Rendra untuk urusan satu itu. Haha…
    Piss… piss…

    Mata keranjang melirik perawan
    Di Karawang aku kan datang…

    plethas!! 🙂

  41. @mata keranjang diatas tungku…. dikarawang daku menunggu…. wuakakak
    @ mas Bagus…piye to ki…

    • Se-keranjang-keranjangnya kan ya tetep mata to. Lha kok ditaruh di atas tungku lho. Hehehe…

      Matur nuwun, Pak Rendra. Kami siap ngrepoti…

  42. @ Mata kerajang matanya siapa. Di Karawang kita kan bersua.

  43. Mata keranjang yo mata…..?
    Di Karawang, ku pastikan kita pasti bertemu..hik hik hik….

    piss…yooo

  44. Mas Noer, besok Minggu route ngonthel mau kemana, siapa tahu ketemu?

    • Rutenya Karawang Bekasi Mas! (mode nggaya: on)
      Rute lokal Potorono akan dipimpin Mas Tono.
      Halloo Mas Tono, ajak Mas Bagus nyari siti. Eh, soto…!!! 🙂

  45. @mas Durti..bsk pagi2 lsg aja ngariung di rmhku ada temen2 Podjok dan Potorono…
    @ mas Nur..sy tdk repot kok malah seneng…
    @mas Bgus..mhn maaf kyaine Wongeres tak culik dulu ke karawang…hehehe..apa mau nyusul wae mas?

  46. @ Pak Rendra : Wah jan tenanan le nyulik. Mohon maaf saya benar-benar tidak jadi berangkat, krn tugas ke Betawi ditunda. Sebetulnya juga akan bersama rekan-rekan Onthelis Muntilan/Magelang tapi juga tidak jadi berangkat. Terpaksa besok ngonthel ke Magelang saja nyari klitihikan

Tinggalkan Balasan ke heri agusti Batalkan balasan