Candi Banyunibo dan Candi Barong: Keindahan Belum Berakhir

Awal atau akhir? Mana yang lebih penting untuk menilai reputasi seseorang, bahkan suatu bangsa? Dari lingkungan seperti apa ia berasal, atau dari apa yang akhirnya mampu dilakukannya bagi kemaslahatan umat?

Sebuah temuan menarik barangkali akan sedikit mengejutkan kita, bahkan juga bangsa-bangsa di luar sana, khususnya jika harus menilai reputasi sebuah bangsa bernama Indonesia. Alkisah, seorang profesor asal Brazil bernama Arysio N. dos Santos dalam bukunya yang menggemparkan: “Atlantis -The Lost Continents Finally Found” membuktikan teorinya bahwa benua Atlantis yang dihuni oleh suatu bangsa berperadaban sangat tinggi dengan alamnya yang kaya-raya dan elok-permai laksana surga –sebagaimana disebutkan oleh Plato 2500 tahun lalu– itu lokasinya ternyata adalah di Indonesia!

banyunibo-barong-1

Candi Banyunibo dan Candi Barong, karya leluhur di masa lalu

Diceritakan oleh Plato bahwa Atlantis merupakan negara makmur yang bermandikan matahari sepanjang waktu. Penduduknya menguasai pelayaran dan perdagangan, memahami ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, maju dalam berkesenian (tari, teater, musik) dan olah raga. Dalam kisah yang selama ini lebih dipahami sebagai mitos itu, konon benua yang hilang sejak lebih kurang 11.600 tahun lalu itu disebabkan karena penduduknya menjadi begitu ambisius sehingga membuat “para dewa murka”.

Menurut Prof. Santos, ketika bencana terjadi dan air laut naik hingga 130 meter, penduduk yang selamat kemudian berpencar ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika. Migrasi berikutnya membawa mereka dari lembah Indus hingga ke Mesir, Mesopotamia, Palestina, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di tempat baru, mereka mengembangkan kembali budaya Atlantis. Inilah penjelasan mengapa teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, serta bahasa bisa muncul secara serentak di berbagai penjuru dunia. Semua berasal dari Atlantis, yang jika teori Prof Santos benar, semua bermula dari Indonesia. Wallahu alam.

banyunibo-barong-3

candi Banyunibo korban ‘hasrat narsis’ 🙂 dan ruang informasi

Beralih ke kisah perjalanan masa kini, tepatnya pada Minggu pagi, 11 Oktober 2009 lalu, komunitas Opoto (Onthel Potorono) ngonthel ke Candi Banyunibo dan Candi Barong. Berangkat tak terlalu pagi, kami menyusuri jalan Piyungan-Prambanan saat pasar-pasar yang kami lewati sudah mulai ‘temawon’ (ramai). Kira-kira 2 kilometer sebelum sampai Prambanan, kami berbelok ke kanan mengikuti papan penunjuk arah menuju Candi Ratu Boko. Sampai di perempatan, jika ke kiri akan sampai ke petilasan Ratu Boko, kami masih mengambil arah lurus. Tidak terlalu jauh barulah kami berbelok ke kanan setelah menemukan papan penunjuk ke arah Candi Banyunibo yang berada di selatan Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta.

banyunibo-barong-4

pintu candi, bagian belakang candi, dan patung singa di ujung tangga

Seperti namanya yang begitu puitis —banyunibo, air yang menetes— candi nan mungil dengan stupa di puncaknya sebagaimana lazimnya candi Budha ini berdiri elok di tengah bentangan persawahan yang hening, jauh dari hingar-bingar kehidupan. Sosoknya tampak begitu indah oleh banyaknya ornamen dan relief di sekujur badan candi.

Candi berukuran 15,325m x 14,25m dengan tinggi 14,25m peninggalan abad ke-9 ini dahulu ditemukan pertama kali dalam keadaan runtuh, lalu digali, diteliti, dan mulai disusun kembali tahun 1940. Diperkirakan, selain sebuah candi induk, ada enam buah candi perwara (candi pendamping) berbentuk stupa yang berderet di sebelah selatan dan timur candi induk, sementara di sebelah utara membujur dinding batu sepanjang 65 meter. Kini, candi perwara ini hanya menyisakan alas stupa selebar kurang-lebih 5m x 5m dan puing-puing batu yang berserak.

banyunibo-barong-5

dari dalam: relief di dekat jendela, atap, relung tanpa arca,  pintu masuk

Pintu masuk candi ada di sisi barat. Secara teknis, ini menyulitkan kami ketika mau memotret candi dari arah depan, karena itu berarti lensa kamera sederhana kami akan tepat menentang sinar matahari pagi. Saat memasuki lorong pintu ini, kami menemukan relief Dewi Hariti (dewi kesuburan) pada dinding sisi utara dan relief suami Dewi Hariti (Vaisaravana) di dinding bagian selatan. Ciri khas lain dari candi ini adalah adanya talang atau saluran air hujan di kaki candi berupa “jaladwara” berbentuk makara dengan hiasan kala di atasnya yang tampak menjorok di tiga penjuru sisi candi (utara, timur, dan selatan).

banyunibo-barong-2

tak cuma kami, gadis-gadis kecil ini pun terpesona oleh keindahan ini…

Memandangi candi yang elok, dihidupkan oleh tawa riang tiga gadis cilik yang bermain di sekitar candi, juga senandung seorang ayah yang berjalan berkeliling candi sambil menimang anaknya, sungguh sebuah pemandangan yang begitu menyejukkan.

Matahari terus memanjat naik. Sementara hati kami sempat ragu, karena dari lokasi Candi Banyunibo tempat kami berdiri, di lereng bukit tampak bagian puncak bangunan Candi Barong berdiam diri menunggu kunjungan kami. Didorong oleh rasa penasaran, kami pun mendaki. Tadinya kami berusaha menuntun sepeda onthel kami. Apa daya, karena jalannya kemudian hanya berupa jalan setapak yang berundak dan berbatu, maka kami tak mampu menolak lagi tawaran seorang nenek yang baik hati untuk menitipkan sepeda kami di rumahnya, tanpa mau dibayar sepeser pun!

banyunibo-barong-6

perjuangan mencapai keindahan…

Candi Barong di Dusun Candisari, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta ini adalah sebuah candi Hindu yang dibangun pada abad ke-9 dan ke-10, pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Nama Barong yang melekat padanya dikarenakan adanya hiasan kala dan naga yang sekilas mirip kepala barong.

banyunibo-barong-7

melepas lelah, menghilangkan gerah di candi nan megah…

Setelah mendaki lumayan tinggi, kami pun sampai di pelataran candi yang cukup luas dan bertingkat menjadi tiga bagian. Dari pelataran pertama ini kami bisa menikmati pemandangan di sekeliling bukit yang indah. Pada bagian kedua, terdapat bekas struktur bangunan yang konon dulu tempat berdiri sebuah pendapa dari kayu. Tetapi bangunan candinya ada di bagian paling belakang, yaitu di tempat paling tinggi. Di sana berdiri dua bangunan candi dengan bentuk dan ukuran hampir sama, kurang-lebih 8m x 8m dengan tinggi 9 meteran. Ini adalah candi untuk pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan Dewi Sri sebagai lambang kesuburan.

banyunibo-barong-8

berbagi apresiasi atas keindahan dan kesunyian ini.

Entah mengapa, candi ini membawa kesan tersendiri bagi kami. Pemandangan luas, terpaan angin perbukitan, dan kesunyian yang ada, semuanya membangkitkan perasaan berbeda. Rupanya bukan hanya kami yang menikmati suasana ini. Di kompleks candi ini kami juga bertemu dua orang gadis muda yang cantik. Wulan dan Yuni, nama kedua gadis itu, adalah pelajar kelas 3 SMA. Masa prihatin, kata mereka. Makanya mereka membutuhkan keseimbangan dengan banyak mengunjungi tempat-tempat wisata alam, termasuk candi ini agar mereka mampu berkonsentrasi lagi. Dari mereka, kami bahkan mendapatkan informasi baru tentang jalur khusus menuju petilasan Ratu Boko. Tak cuma cantik, mereka adalah dua pejalan dan pencinta warisan budaya yang hebat.

banyunibo-barong-9

gerbang Candi Barong dan panorama Candi Banyunibo dari atas bukit

Meski belum puas mengagumi keelokan bangunan dan lokasi candi ini, akhirnya kami turun juga dengan meninggalkan sepasang sandal kulit yang putus oleh curam dan terjalnya jalanan. Hari sudah siang, setidaknya terlalu siang untuk sarapan. Artinya, kami harus segera menemukan warung soto. Yang terlintas di benak kami adalah warung soto Pak Muhni Payak yang legendaris. Di sanalah kami kemudian menyelesaikan sarapan yang terlambat itu, sebelum perlahan kami melanjutkan mengayuh sepeda onthel kami pulang ke rumah.

banyunibo-barong-10

soto dan ‘bolu emprit’-nya enak, bahan bakar kayu tersedia banyak

Di perjalanan pulang, masih juga terngiang kembali apa yang tadi sama-sama kami pikirkan. Jika menengok reputasi masa lalu bangsa Indonesia lewat peninggalan peradabannya, rasanya tak bisa disangkal bahwa di masa lalu, Bangsa Indonesia terbukti memiliki peradaban tinggi. Meskipun begitu, tentu kita tak ingin hanya bersandar pada pencapaian prestasi masa lalu oleh nenek moyang kita. Kita perlu mengguratkan sendiri reputasi kita di masa kini. Kita tak bisa berharap bahwa bangsa-bangsa yang dahulu pernah belajar dari kita akan terus menghormati kita sepanjang masa. Tidak. Kami, apalagi generasi Wulan dan Yuni, semestinya membuktikan bahwa kita bukan cuma hidup untuk mengagung-agungkan masa lalu semata, melainkan juga siap menghadapi tantangan hari ini….

***
Selamat bergabung Pak Marno dan Internatio yang cantik. Jangan kapok oleh ‘peloncoan’ yang melelahkan kali ini 😀

Salam hangat dan sukses selalu buat Wulan dan Yuni. Tetap semangat menghadapi masa depan ya 🙂

105 responses to “Candi Banyunibo dan Candi Barong: Keindahan Belum Berakhir

  1. Opoto? Selalu saja memilih rute onthel yg mempesona…, cerita yg menarik…dan gaya bahasa & tulisan yg indah… Bikin kita rindu & tidak sabar utk menunggu tulisan yg akan datang…
    Salam & sukses selalu buat Opoto…

    • Mas Bagus PODJOK, beruntunglah kita hidup di lingkungan yang indah ini. Semoga menyemangati teman-teman di seantero nusantara untuk mengeksplorasi keindahan lingkungan kita masing-masing.

      Salam hangat dari Potorono.

  2. peninggalan sejarah bangsa ini memang sangat tinggi, Indah dan menawan…
    @ om wongeres :fotonya mantap tenan om?? Buaguuuuus tenaaan …..

    • Wah, seleranya yang tinggi dan menawan yah? 🙂

      Foto? Walah, kendalanya ya karena selalu menentang matahari itu. Kemarin triknya kan cuma menunggu awan lewat menutupi matahari. Padahal aslinya langit pas biruuu…

  3. Sajian yang menyegarkan, Candi-candi mataram dari batu( Mojopaitan dari batu bata, emang agak muda ya ) dengan pemandangan yang yahud, susunan kaalimat yang mempesona,soto yang bikin ngences,paduan classic,.. penghargaan pada Peradaban masa lalu yang Adiluhung, mancal sendiri juga OK kalau yang dikunjungi kayak gini…..duh Gusti…Jogja..situs-situs candi..budayanya…gak tahan. Maturnuwun sanget OPOTO.

    • Haha… Kyai Emprit (Bener juga. Lha kalo Kyai Bolu kan terlalu imut ya), kenapa harus ditahan? Rawuh saja ke Jogja dan silahkan berlama-lama menggauli keindahan karya masa lalu ini…

  4. wuiihh…..baru tahu kalau di seputaran candi boko masih banyak terdapat candi2 yang laen….dan keindahan yang terpancar sulit ditemukan di daerah yang lain…mas nur saya sangat ingin mencicipi “bolu empritnya” seperti apa ya rasanya…???beberapa waktu yang lalu saya pengen coba tongseng emprit di tembi tapi belum kesampaian…salam….
    -bejo-

    • Betul, Mas Bejo. Candi di seputaran Boko sangat khas karena lokasinya sangat mendukung. Rasanya betah berlama-lama di Candi Barong sana.

      Bolu emprit itu salah satu jajanan kuno Mas. Rasanya manis. Saya sering berandai-andai. Dahulu, sebelum ada cake, yang namanya bolu itu meskipun sering bikin seret di tenggorokan sudah sangat mewah. Lha, ketika ada hajatan, orang lalu mengukur kemewahan hajatan itu ya dari jenis suguhannya. Ada yang tanya: “Suguhannya apa? Bolu, ya?” Yang lain dengan sedikit mencibir bilang: “Apa? Bolu ’emprit’ iya!”. Haha…

      Tongseng emprit? Kasihan empritnya Mas, ditongseng 😀

  5. weh weh… ternyata…. pak nur bisa melenakan kami sejenak…. dengan membaca seolah kami ikut nggenjot sepeda menyusuri warisan bangsa ‘Atlantis” dan melayangkan bayangan ku ke seputar dusunku tinggal…. sepertinya da sederet kesamaan ornamen dan arsitektur antara candi banyunibo dengan candi2 di Dieng….
    betapa menyenangkan dan membuat fresh bathin dan raga bila mengikuti alur ngontelnya OPOTO….
    salam untuk sahabat opoto……
    saya kangen sama canda dan keriangan opoto.

    • Haha… alhamdulillah masih ada yang menyebut “keriangan”. Yang lain bilang “kekonyolan” 🙂 Hari gini, pakai sepeda onthel butut…

      Sumangga, kalau ada waktu kita ngonthel lagi. Tentu dengan sadel yang lebih layak 😀

  6. Weleh weleh Mas Nur, nyang kue bolumprit itu nyang membuat kangen , jangan lupa kalau tindak wara wara , salam semuanya wass

    • Pak Dar, ini menggugah memorabilia ya. Kita mengenal model penamaan semacam bolu emprit itu, misalnya pada ‘perkedel mesem’. Biasanya, perkedel itu kan dari kentang. Tapi ada perkedel yang dibikin dengan campuran singkong. Penampilan hampir sama, tapi begitu digigit, orang akan tersenyum alias mesem. Makanya perkedel singkong juga disebut perkedel mesem. 🙂

  7. Pemandangan yang luar biasa indahnya pak, maturnuwun sanget. Selama ini kalo kami pergi ke Jogja tahunya hanya candi Prambanan dan Borobudur saja yang makin susah untuk menikmati keindahanya karena suasana yang sangat ramai.
    Beruntung sekali rekan2 OPOTO yang bisa menikmati keindahan dalam keheningan (membuat cita2 pengen pindah keJogja segera kesampaian he he). Sekali lagi terimakasih Pak Nur dan rekan2 OPOTO atas liputanya.
    Salam

    • Sangat setuju, suasana di sana sangat luar biasa. Jadi, tunggu apa lagi untuk bisa menikmati semua kemewahan ini setiap hari? 🙂

      Terima kasih apresiasinya. Salam hangat dari kampung kami, Potorono.

  8. Lama-lama Opoto jadi mirip reserse wisata…setiap minggu berhasil menemukan obyek wisata yang indah tapi tidak banyak dikenal. Selamat atas hasil perburuan kali ini, saya yang asli Jogja malah juga baru tahu kalau kita punya Candi Banyunibo dan Candi Barong. Dan segera kita tempeli label “made in Indonesia” supaya tidak diklaim orang-orang Malingsia sebagai buatan mereka yang pada jaman dulu diekspor ke Indonesia he..he..he..

    • Pak Sahid, saat ini kegiatan wisata semakin beragam. Tidak lagi melulu pemandangan alam. Wisata sejarah, religi, belanja, bengkel sepeda, pijat, bahkan mungkin gurah juga. Cuma, kalau gurah apa fotonya bisa indah ya? Hehe…

  9. mas wong matur nuwun ya…yg tak tunggu muncul juga.. ceritera perjalanan ngonthel sahabat OPOTO yg selalu elok di sajikan… apalagi kali ini ada du figuran cantik ( kok ga dipotret bareng mas Maxs…)… tak bisa koementar lagi mas Wong…. membayangkan saja sudah trenyuh dan mongkog… apalagi dapat menikmatinya secara langsung..
    Mas Wong saran sy yg kedua kalinya.. mbok ya segera dibukukan seluruh reportase OPOTO, sy yakin akan jd refrensi berharga bagi para pencinta kuliner dan wisata budaya…
    @ buat mas emprit ron genduru..apa kabar..
    selamat …salam dari karawang..

    • Wah, padahal teman-teman cantik kita ini sebenarnya fotogenik lho, tapi soal Bung Max silahkan ditanya sendiri. Sepertinya beliau khawatir kalau sandalnya sampai putus.

      Halah, Pak Rendra. Ini kan belum memenuhi kriteria sebuah reportase. Cuma berbagi suka saja sekalian menuruti naluri narsis kali ya. Hehehe…

  10. Wah wah, candinya cakep banget….bos linknya kok susah banget?

    • Makanya bilang sama tamunya, berkunjungnya jangan Minggu pagi. Biar sempat ngonthel dulu. Link-nya prof Santos? Bisa kok.

  11. Soal buru memburu barang langka tur apik karo kinclong, Pak e Tole Wong ki memang jagone. Benerkan Pak Rendra

    • penginnya sih bukan jadi pemburu, tapi jadi “yang diburu”. Enak kali ya? Haha… Selamat muncul lagi Pak Dhe Bei…

  12. Lah nek diburu Densus 88 piye Pak hehe…bercanda

  13. satu lagi dari OPOTO. Reportase yang menyejukan dahaga hati saya,mengoyak amarah gelora jiwa tuk ikut menikmati keindahanya.
    Andai…….suatu saat saya ingin berkunjung dan merasakan petualangan alam bersama OPOTO,diterimakah?????????

  14. Duh, terima kasih kalau apa yang kami lakukan membuat sahabat-sahabat onthelis berkenan.

    Mas Rudie, sekedar gambaran, kami ini komunitas grubyag-grubyug tanpa struktur organisasi. Yang penting sehati. Anggotanya ada belasan, tapi setiap kali ngonthel biasanya hanya 5 sampai 8 orang berganti-ganti. Untungnya ada sahabat-sahabat dari luar kampung yang suka gabung. Cukup janjian saja tujuannya ke mana, ketemu di pos atau nyegat di mana, jadi deh. Ini sekedar gambaran biar nanti nggak over estimate terhadap Opoters. Hehe… Tetap mau gabung? Kami akan senang menanti.

  15. betul mas Rudie… OPOTO kelompok grubyag grubyug tapi ” merak ati” alias mampu mempuat tiap onthelis jd kepincut…hehehe..
    @ mas Wong.. bener loh usulku tadi..segera dibukukan sebelum di pek tetangga…asli migunani kagem sedoyo… sumonggo…
    @ mas Maxs salam buat buat mbak wulan yuni ( bulan juni)… siapa tau pak Sahid kerso motret buat model onthelista…

    • Dipek tetangga? Ya nanti ganti tetangganya dipek sekalian. Hehe…

      Pak Sahid itu seleranya sudah terbentuk kok. Coba kita perhatikan gadis-gadis yang jadi model beliau. Prototipenya kan mirip… Bu Dewi! Hahaha… Ampun Pak Sahid 🙂

  16. @ Rendra
    Rama Rendra, event Solo nanti menurut Pak Dian (Boss SOLO) bakalan diramaikan dengan Dimas Diajeng Solo, jadi jangan lupa bawa kamera… oentoek jepret-jepret itoe model tjantik-tjantik.

  17. Nuwun inggih, matur nembah nuwun salamipun Denmas Zadel( trahing wong luhur ki jan Landep tenan)! Sedikit nglokro kulo Gus, dipun utus juragan dateng Bang Wetan sawentawis lami, menggauli( gaya bahasane Denmas Nur..) situs Mojopait ,Brahu yang perkasa dsk…

    salam hormat buat crew OPOTO, JOSSSSSS!

  18. Jujur aja, sapa yang nyimpen no.nya Wulan Yuni ? bagi2 napa seh ?? masak dipek dw.
    Slamat Datang kepada Mr. Marno Harries enjoy the club.
    Perjalanan yg komplit ya. ada ngonthel plus hiking dan kuliner. Mr.Max Agung yg katanya Anak PA gimana tuh ?? masak udah KO duluan..
    Wongeres sll tampil dgn liputan dan penulisan yg mempesona. sekale2 bikin yg edisi rusak ato biasa2 gt brani gak?? biar ku bisa “membantai”nya gt . he3x… becanda loh..

  19. Mr.Marno
    Kaosnya kog bisa ‘masuk’ dgn opoto punya ya ???
    bagus..baguss…bagus….

  20. @ Om Wongeres
    Komunitas boleh Grubyak-grubyuk,tapi yg terpenting “sehati” (seperti yg Om katakan Yang penting Sehati). Dan sepertinya setiap Komunitas/Club memiliki satu tujuan “Kebersamaan”(sehati),tp terkadang Komunitas/Club yg struktur organisasinya sudah tebentukpun kebersamaan blm tercipta.
    Bergabung??? Insyaallah Om..suatu saat jikalau kaki ini diberi kesempatan tuk berpijak di bumi Ngayogyakarta,sy akan singgah ke OPOTO tuk menikmati bersama keindahan alam yogya.sekaligus agar dapat menyiram kegersangan hati ini(segersang bumi tempat sy tinggal,yg dipenuhi gedung-gedung Industri dan Polusi Udara yg cukup tinggi “Tangerang”)

    salam hormat buat Opoters
    rudie_KOTA (www.onthelkota.wordpress.com)

  21. Jangan pernah tinggalkan sejarah, itu adalah pesan emas yang pernah disampaikan oleh salah satu petinggi di negeri ini, dan rekan-rekan OPOTO, bisa menyguhkan hal-hal yang demikian memukau, Matur Thank U buat rekan2 onthelis OPOTO

    • Terima kasih sudah mengapresiasi cerita aktivitas grubyag-grubyug kami. Salam hangat selalu dari kampung Potorono. Ngomong-ngomong, ‘palang’nya itu Simplex apa ya? 🙂

  22. @ Wongeress

    Sing penting damesnya bening-bening, biar hati jadi senang ada yang disawang, biarpun ga punya uang. Benarkan Pak e Tole

  23. @ Wongers

    Asal ra nyawang dames tanggane wae, hehehe…
    Sing duwe ndak nesu….Pak

    • Teorinya sih, dames tetangga selalu lebih hijau. Artinya apa ya Pak Dhe? Humber, Raleigh, atau Valuas ya? 😀

  24. @ Wongers

    Bila yang hijau muda dan mulus, biasanya Raleigh, yang hijau setengah tua kuwi Humber. Lah yang hijau tua biasanya Valuas….
    Sing tua banget tur sip ki Fongers…hehehe

  25. @ Wongeres

    Lah nek wis tua tur dilas belnya, punya siapa ya Pak..hahaha

  26. woooalaaah… simplexku sayang, simplekku malang…udah lerem aja masih di ithik-2 lho…..

    Om rendra : sebenarnya waktu itu saya juga dapat kenalan yang lebih senior, bahkan tak bela-belain gak ikut foto ama mbak yuni, tapi…. sang fotografernya malah asik dengan sandalnya yang putus je… ya udah… terima nasib aja…..TIDAK difoto…haaaaa…haaaa….

  27. Beautiful Girls eh…Temple & Panorama @ pak Marno selamat bergaabung dengan kami . @ mas Erwin ga usah ikut-ikut lhoh Cak wis ono sing duwe Ha..ha..

  28. Wah…….ternyata bergabungnya saya di komunitas onthel diterima dengan baik, makasih friends. Pertama kali ngonthel bayangan saya pasti tidak kuat, makanya udah saya siapkan ubo rampene kalo-kalo pulangnya terpaksa harus mbecak po naksi….ternyata dengan rute ploncoan ke candi barong dan banyunibo tempo hari saya bisa enjoy dan ra kroso kesel.
    Untuk cak Erwin………kebetulan aja kaose wingi podo karo nggone opoto (meskipun hanya warnanya) kali lain bisa sama persis dengan punya opoto (kalo ada ukuranya yang cocok pak Nur).
    Untuk rute-rute lain yang lebih menantang saya siap…………..piye pak Nur kalo kapan2 kita acarakan munggah Kaliurang…..OK (ning budale numpak bis).
    Untuk temen2 yang lain silahkan bergabung ditanggung siiiiip…………OK sukses buat semuanya.

    • Hehe… iya dong. Mari kita buktikan kelenturan komunitas kita untuk di’kiak-kiuk’: Ada acara pagi, kita berangkat lebih pagi lagi. Puasa, kita ngonthel malam. Lagi bokek, kita cari gudheg kelas trotoar. Kas lagi melimpah, kita ‘pesta’ gratisan. Ada yang ulang tahun? Mau nraktir juga silahkan. Opoto sangat terbuka untuk ide paling gila.

      Khusus untuk Pak Marno, sudah ada yang menyiapkan satu-satunya kaos merah yang tersisa. Sip, to?

  29. Selamat Malam
    Menerobos sunyi, menentang dingin, saat semua berbaring candi barong tetap tak terlupakan…
    Salam kenal OPOTO, menggelinding tanpa bising
    Salam DeFOC-0926

    • Salam kenal dan terima kasih sudah mampir. Wah, ceritanya pejalan malam nih? 🙂

      Salam hangat pembasuh penat….

  30. akhirnya soto lagi jadi menu andalan, ha ha. apakah candi diatas berbeda dengan candi ijo ? candi manakah yang menjadi candi perpisahan perpindahan kerajaan mataram k jawa timur ? liputan yang cantik sekali tentang kebesaran masa lalu kita semoga tidak menjadi nina bobo.

    • Iya, setiap kali meninggalkan tradisi satu ini saya langsung ingat Bung Faj. Candi Ijo berada di lokasi lain (searah Candi Gupolo) yang sayangnya, jika kami acarakan ngonthel ke sana akan dibilang oleh Pak Sahid sebagai ajang pembantaian massal. Tapi sedang kami pikirkan bagaimana caranya agar bisa sampai ke sana. Misalnya, kami harus berlatih survival selama setahun. Haha…

  31. Memang sepedaonthel tidak dirancang bangun untuk jalan menanjak pegunungan sehingga bilamana dipaksakan pasti akan terjadi medan pembantaian massal baik untuk si onthelis maupun sepedanya he..he..he..

    Touring di kawasan Kota, Bantul dan Kulon Progo mungkin yang paling rasional untuk komunitas sepeda onthel. Kawasan Sleman juga masih bisa di kawasan-kawasan tertentu non pegunungan Merapi atau maksimal hanya sampai Pakem saja.

  32. @ Om Max’s

    Bukan bermaksud mengithik-ithik om Max’s, tapi mung gumun wae, kuwi loh, barange wis tua ning okeh sing ndemeni. Opo maneh koyo sepedane sampeyan niko. Belnya dilas itu pertanda sepeda tua yang langka loh om… hahaha

    @ Wongeres

    Eling, barang tua loh pak, mendingan cari yang aman-aman saja. Sing penting enak genjotannya hehehe….

    • Kalau sepeda tua itu belnya dilas ke stang. Kalau orang tua, ya paling tidak kacamatanya diikat ke leher ya. Haha…

  33. Salam sejuk teruntuk OPOTO,
    Liputannya selalu menarik dan memikat hati, dan marai kethok nek aku tambah kuper tur cubluk, karena disekitar prambanan dan kalasan banyak sekali peninggalan yang elok nan indah untuk dikunjungi dan dikagumi tetapi jangan lupa harus tetap lestari.
    Dadi isin aku, aku cah prambanan ning rangerti nek ono candi iku……terimakasih OPOTO, kalo ada kesempatan dan waktu kukan menelusuri daerahku yang menawan hati…..

    • Hehe… ini kan sekalian manas-manasi Panjenengan to Mas. Mas xk lebaran kemarin pulkam nggak? Wah, belum kesampaian ketemuan ya.

      Salam hangat dari kampung Potorono Mas.

  34. Anggota dan simpatisan sdh makin banyak.
    Souvenir, kaos baru wancine di buat.
    Galeri klithikan’ne piye ??

    Stang dilas Ke BEL. akan menjadi everlasting kayaknya… menjadi trade mark Opoto, hahaha….

  35. waduuhh… kapan yo diparengke ngonthel bareng neh karo sedulur2 OPOTO? setiap kali mbaca reportase OPOTO, bener-bener tambah ‘ngracuni’ ati, hehe…

    Pak Noer, digoleki Mas Farid neng kene: http://www.facebook.com/photo.php?pid=30338420&id=1341870303#/photo.php?pid=30334645&id=1341870303

  36. @ Wongeres

    Iya Pak e Tole, galeri klithikannya kok tak nongol-nongol ?

    Setuju mas Erwin, stang dilas ke bel bisa menjadi trade mark-nya Opoto, kerena lain dari yang lain alias buka yang biasa, hehehe….

  37. pak Sahid, minggu kemarin sy ngonthel di seputaran karawang menuju ” san diego hill” komplek makam klas estate yg dijual sangat mahal… disana ada tanjakan yg cukup tinggi, saat sepeda sy paksa genjot ternyata lsg dhol persnelingnya n pedal muter dewe…jd bener adanya kalau onthel lawas memang tdk dirancang utk jalanan ekstrim… nah mas Nur apa masih tetap akan melanjutkan ” niat”nya utk menciptakan ladang pembantaian bagi ” barang tua” dan ” orang tua”…hehehehe
    Btw mas Nur ,mas Maxs dan temen@ OPOTO badhe ngrawuhi event Solo, Insyaallah kita ketemu disana ya< mas Max jgn lupa bawa simplex las bell yg legendaris itu, sy pengein banget lihat loh…hahaha..piiisss
    tadi cuman guyon mas Nur, sy tetap menunggu dgn segenap kerinduan reportase sahabat@ OPOTO..
    @ Mas Bei, mas Ron enduru yg patah hati..apa kabar
    salam dari karawang

  38. @ Pak Rendra

    Kabarnya baik-baik saja pak, saya masih mblusukan karo muteri perumahan. Gimana kabarnya pak, semoga pak Rendra sehat-sehat saja.

    Pak Rendra kalau nanti di Solo melihat Simplex las bel kepunyaan om Max’s tolong diceritakan, kalau bisa difoto bagaimana bentuknya. Soalnya, barang tua itu amat antik dan bukan yang sembarangan utawi dudu sakbaene, hehehe…

  39. @ mas Bei… pasti dhawuh penjenengan sy laksanakan… lha wong sy juga pengen banget liat je…. nanti sy akan ft dr berbagai sudut…. asal yg mbahu rekso tdk marah….hehehe
    penjenengan tdkrawuh solo to mas…
    salam

  40. @ Pak Rendra

    Sebenarnya saya ingin sekali ikut pak, opo maneh ono pit aneh yang satu itu. Tapi apa daya pak Rendra, tugas liputan properti selalu menanti. Yo kuwi pak mung menthelengi omah-omah mewah sambil nanya sana sini, catat sana sini. Capek dehh…
    Bila acaranya pas liburan panjang mungkin saya bisa ikut pak.

    Saya tunggu hasil liputan konco-konco Opoto dan pak Rendra saja…

  41. @onthelpotorono

    Weleh..weleh…weleh…
    wuuuuaaaapiiiik… tennnnaaaaan…reeek….
    Pemandangane sejuuu….uuuuk banget !!!

    Salam kenal saya philip’s_KOTA {Komunitas
    Onthel Tangerang} bener2 pemandangan SEJUK
    INDAH tenan P’ de .
    Salut boeat OPOTO !!! Meskipun P’de bilang Komunitas Grubyak Grubyuk dan Anggotanya kadang yg mancal tdk lengkap smua brgkt, tapi tetep wae P’de OPOTO selalu “ngademke poro ONTHELIS’ ing jagad Nuswantoro”

    • Weeeh, syukur kalau berkenan. Aslinya jauh lebih suejuuuk Mas Phillip’s. Silahkan dibuktikan. Sebenarnya ada lagi candi yang indah, berada di puncak tertinggi. Lha tapi ya justru itu, onthel-onthel tua kami akan sulit sampai di sana.

      Salam hangat dari kampung Potorono buat sahabat-sahabat onthelis KOTA.

  42. @ Rendra
    Memang demikian Pak…kemarin ada teman onthelis cerita diajak off road oleh salah satu komunitas…akibatnya beberapa ruji roda malah patah…teman yang lain malah pernah gir depan jadi mleyok saat dipaksa mendaki jalan menanjak…he..he…he..eman-eman…seperti eyang kakung disuruh ikut acara fear factor he..he..he..

  43. iya pak Sahid…setuju banget, mhn info apakah ada ya onthel lawas yg diciptakan utk mengantisipsi medan yg rock n roll sperti itu ya,kalau ada kira2 merk apa dan jenis apa pak. kata temen2 yg hobi Inggrisan Humber disiapkan utk medan ekstrim.nuwun

    • Pak Rendra, maksudnya medan ekstrem itu mungkin adalah jalanan aspal yang naik-turun hingga kemiringan 30 derajat. Artinya, jalannya sendiri tetap layak untuk sepeda. Bukan jalanan terjal berbatu dan berundak.

      Nah, kalau untuk ke Candi Ijo, “niat” tetap ada, tinggal nyari akalnya. Akal itu misalnya bukan terus masing-masing suruh bawa karung sehingga nanti pulang onthelnya bisa diringkes dimasukkan karung lho. 😀

      Pak Rendra ke Solo Sabtu dan Minggu full?

    • Pak Rendra, saya punya hutang untuk membagi cerita tentang bersepeda di Jerman dan Belanda ya. Cerita baru saya susun. Nanti pada saatnya akan saya upload karena pasti memberi inspirasi.

  44. @ Pak Rendra

    Pak Rendra yang biasa rock n roll itu bukannya Elvis Presley made in USA, hahaha…..

    • Kalau yang rok-rokan saya masih suka. Tapi yang roll-rollan kurang suka, soalnya kalau ngerollnya pakai kawat dipanasin suka bau sangit. Hehe…

  45. @ Pak Rendra & Kang Nur
    Kalau untuk medan berat…tentu saja legerfiets…seperti BSA paratroop dan Swiss Army…tetapi biasanya juga tidak terlalu naive atau nekat dalam arti semua medan diterjang begitu saja ibarat lagu “maju tak gentar”…sepeda akan dipanggul bilamana medan-nya cenderung akan merusak sepeda.

    BTW, Kang Nur kapan tampil juga di FB, disana juga banyak diskusi menarik mengenai sepeda onthel…

  46. Jujur saja ya…saya kok kadang ngiri sama rekan” OPOTO yang msh diberkahi lingkungan yang masih sejuk dan asri buat tempat touring setiap minggu he..he..saya aja bisa melihat tempat yang indah hanya kalo dinas ke timur nusantara,semoga upload nya semakin menambah wawasan cinta tanah air

    • Mas Adit, bersyukur sih jelas. Tapi tanggung jawab moral untuk menjaganya juga jadi berat, kan? Kadang saya mikir. Sejuk, asri, indah, itu kadang juga dipengaruhi mindset dan mood kita kok. Liputan berikutnya setelah ini adalah tentang “keindahan” yang agak ekstrem, yang lebih menuntut mindset tadi. Dengan settingan hati yang tepat, keindahan dan kesejukan bisa kita ciptakan di mana-mana….

  47. @ Wongeres

    Pak, jenengan jebule seneng ndeleng sing rok-rokan toh. Lah nek sing rok-rokan lagi ngonthel tur nggowo roll piye pak…hehehe

    • Kalau bagi yang suka dolanan angka, seperti Pak Dhe Bei, Bung Max’s, Kyai Rendra dan Pak Sahid, rok mini itu mirip statistik: memperlihatkan banyak, tapi menyembunyikan yang paling esensial. Marai judheg. Padahal esensinya ya rol-rolan tadi ya? Haha…

  48. Ndeleng sitik wae kan marai judhegke ilang pak. Opo maneh karo nyekel rol-rolannya…Buka sitik joss…hahaha

    • Lha, blaik itu Pak Dhe. Bukan membaca statistik namanya, tapi cuma sirikithi enak endi enak iki, alias cap cip cup kembang kuncup… Lha rak tibo kuncup. Gak boleh… 🙂

  49. NJih kasinggihan mas Sahid ,mas Nur dan den Bhei…yg pasti nek naik BSA paratroop sambil rock n roll ya sulit>>>apalagi sirikithi…hehehe..
    Mas Nur..iya sy memang ngguin tulisan ngonthel yg di belanda dan jerman.. btw,,dr kemarin sy sdh di solo, kebetulan ada kerjaan dua hari di karang anyar ( di setting…hehehe), dan lanjut sabtu minggu full>>>> samapai ketemu sabtu njih>>
    salam

  50. om rendra :
    nyuwun pangapunten ya.. hari sabtu dan minggu gak bisa kesolo. kebetulan pas bersamaan dengan pringatan 1000 hari bapak …sekali lagi mohon ampuuuuun baginda… tapi rencananya om wongeres dan teman-2 yang lain berangkat kok….

    trus yang pesenan pak dhe bei tentang foto-2 si “bella perkasa” …. wah Kyai bella baru semedi persiapan acara malem 18 desember 2009 om…. (malem 1 suro) haaaaa..haaaa….haaaa…

  51. Pak Rendra, ternyata dugaan saya benar, bahwa sepeda Simplex kepunyaan om Max’s bukan sepeda sembarangan alias langka sekali. Mungkin varian yang belum dikenal dikalangan pecinta onthel. Selain Simplex Neo dan Simplex Cycloide ternyata ada varian yang lain yaitu Simplex Las Bella. Selamat ya om Max’s, hahaha…

    Jadi bila akan mengambil gambar Simplex jenis tersebut harus semedi dan tirakat dulu. Sebagai kyai tentunya pak Rendra sanggup melaksanakan syarat-syaratnya, hehehe…

  52. terpikir u teman -teman opoto kebetulan di karunia tempat dekat berbukit bukit untuk selalu berpikir safety first terutama u jalan menurun, sangat setuju dengan yang di kemukakan mas sahid onthel tak di rancang u jalan yang off road, selamat meliput kekayaan alam sekitar jogja tetapi keselamat teman-teman lebih utama.

    • Benar Mas Faj. Akan kami perhatikan. Salah satu tujuan utama kami ngonthel adalah memelihara kesehatan dan kebugaran, bukan sebaliknya. Tq banget atas perhatian dan empati Mas Faj.

  53. woalaaaaah… dik bella… dik bella… memang sosokmu menakjubkan… wajahmu rupawan… membuat setiap orang berangan-angan…..
    cuma sayang!!!!!! penampilanmu sungguh garang….sering kali membuatku meradang…. hanya karena keangkuhan perhiasanmu yang di setang…. hiks…hiks…

  54. @ Om Max’s

    Walau tampilan sepedanya garang tapi bisa dijadikan sepeda kesayangan. Alhasil, Simplexku Garang, Simplexku Sayang. Om Max’s pun tambah meradang, hahaha…..

  55. Biar onthelku dilas, yang penting onthelku berkelas…

  56. Tak jadi alasan, digenjot pun bablas, blas, blas, blas…hehehe

  57. ooooaaalaah…nangsib…nangsib…di cuci aja ya… sampai tuntas…tas…tas…tas……

  58. Dikumbah, dicuci tanpa BELLAS kasihhan…:D

  59. Terus diamplas, tapi jangan sampai terkelupas yaa…

    Pak e, jangan begitu dong, lihat wajah si empunya sepeda tampak memelas gara-gara persoalan BELLAS, hehehe

  60. Bellas Sapiyah…

  61. Potorono: Pulang pak tapi cuman sehari karena hanay dapet cuti suedikit je, ntar lain pastu waktu pasti khan datang, he…3x

  62. Nggak pak Dhe, tapi saya mencari cari panjenengan juga ndak ketemu, baru pagi ini liat poto aselinya di wiwinaked….

    • Hahaha… Kok yakin kalau itu aseli Mas? Itu pasti kameranya Kang WC ya. 😀

      Saya juga ketemu Pak Rendra, tapi nyesel banget karena nggak jadi ngobrol lama. Padahal sudah ketemu waktu di klithikan, tapi lalu pisahan, saya cari sama teman-teman beliau sudah menghilang.

  63. Nun inggih Kokoprabu Zadel,lagi males bos he.he..kemaren ke Timur lagi, ke Candi Sumberawan, singhasari dan nginep di Niagara Lawang ( sambil memandang Gn Arjuno-red) wow…exotic Kokoprabu…candi Mojopaitan dan Singosaren juga Niagara lawang yang dibangun 1900 oleh orang brasil( Ronaldinho..ha..ha..) blog OPOTO emang bikin seger, maturnuwun Panembahan Nur.

    • Wah, jan. Lha kok pakai patah hati segala sampai kita-kita dijothak sementara. Haha…

      Sugeng, Kyai Warih? Semoga sehat selalu, rejekinya pun mbanyumili…

  64. Amin…Matur nembah nuwun Kyaine,lha kemarin ke Trowulan pinanggih Mbahe Arkeolog trus ngobrol dan mbatin dadi ARKEOLOG pasti nyaman tenan, trus ke Malang juga banyak situs Kerajaan Singhasari dan Mojopaitan tambah kesengsem, tambah lagi Panembahan sampun maringi pirso Candi sambisari, hampir mampir.., tapi berhubung montor dipecah koco laptop amblas, ya langsung ngacir, hati-hati jangan naruh barang berharga di mobil nggih sederek sedoyo, cekap kulo mawon ingkang kelangan.,candi Cetho sampun Gus Nur? salam taklim.

  65. wah saya kembali ke blog ini lagi
    memang sungguh indah ya candinya
    silahkan main ke kampung halaman saya di dieng

  66. Salam Kenal dan Sukses selalu.

Tinggalkan Balasan ke wongeres Batalkan balasan