Onthel, Melebarkan Dunia Tegur Sapa.

Sebuah sapaan selalu menjadi kejutan kecil yang menyenangkan, terutama saat kita berada di kampung orang dan merasa tak seorang pun mengenal kita. Kejutan itulah yang selalu kami rasakan setiap kali berpapasan dengan sesama pengendara sepeda onthel di sepanjang perjalanan ngonthel kami. Sebuah tegur sapa, senyum, atau lambaian tangan akan semakin mengembangkan senyum kami.

Sepanjang perjalanan ngonthel Minggu pagi, 14 Juni 2009 kemarin, kami tak hanya tersenyum, melainkan juga tertawa-tawa karena kali ini kami tak sendiri. Sejumlah sahabat onthelist ada bersama kami.

Sabtu siang sebelumnya, secara tak sengaja kami bertemu Pak Sahid Nugroho dan Pak Daryanto di bengkel Margono, Sedayu. Pertemuan singkat itu sempat menyatukan keinginan Pak Sahid dkk. dengan kami komunitas Opoto (Onthel Potorono), serta menarik minat Pak Daryanto untuk bergabung bersama kami. Misinya jelas: menyerbu kantong penjualan nasi pecel Imogiri!

imogiri-brimob

kompi Opoto bersiaga penuh (tawa)

Benar saja. Minggu pagi itu, sepasukan kecil Opoto bersiaga di depan Brimob Gondowulung sesuai rencana, sebelum sesaat kemudian kami mendeteksi kehadiran sebarisan pasukan onthel menghampiri dan segera kami kenali. Pak Sahid didampingi istri dan putranya, lalu ada Pak Daryanto, Pak Didi, Pak Endro, Pak Darman, dan banyak lagi sahabat onthelist yang menyempatkan diri melakukan tour bersama atas nama persahabatan.

Imogiri-2

laskar onthel telah bergabung. Pak Sahid melenggang dengan elegan

Sambil ngonthel bareng dalam formasi dua-dua, kami bergani-ganti pasangan dan berganti pula topik pembicaraan. Pak Sahid antusias membicarakan kesadaran mematuhi etika berkendara, lalu berganti topik mengenai sepeda Fongers lipat. Pak Daryanto tampak asyik mendiskusikan gagasan besar dengan Pak Didi tentang kandidat presiden kita, lalu tentang keinginan meminang Fongers dengan rem tusuk. Mas Erwin Opoto, Olala, baru sadar bahwa saat ia bersebelahan dengan Pak Endro ternyata mereka telah menyandingkan dua sejoli Fongers PFG milik mereka! Hmmm… betapa banyak keriangan kami rasakan sepagi itu.

Imogiri-3

Pak Daryanto dan Pak Didi tampil memimpin di tikungan terakhir

Sesampai pertigaan terminal Imogiri, kami ke utara, lalu di pertigaan berikutnya kami berbelok ke timur menyusuri sungai kecil hingga sampai di warung nasi pecel Bu Wied. Berpuluh-puluh sepeda kami parkir berjajar, lalu sepiring bubur dan nasi pecel yang dihidangkan secara swalayan segera kami selesaikan ‘secara adat’.

Pecel itu sendiri barangkali tak begitu istimewa, selain aroma kampung yang segera tersaji lewat kelengkapan racikannya: bayam, daun pepaya, kenikir, kecambah, dan bunga turi. Sambal pecelnya yang manis dibuat dengan tingkat kepedasan yang memenuhi selera umum. Keistimewaan lebih terasa karena lokasinya lesehan di tepi sungai. Terlebih lagi, di bawah rindang pepohonan itu berbagai cerita kembali mengalir di antara kami. Sebuah suasana yang guyub, akrab, alami, dan mengesankan.

Imogiri-5

Imogiri-4Bu Sahid, bidadari yang dikirim untuk memperhatikan kepentingan kami 🙂

Bukankah luar biasa potensi yang menyertai hobby ngonthel ini? Saat dewasa ini wilayah privat terasa semakin melebar dan setiap individu memagari diri dengan dinding tinggi, kami di sini justru merubuhkan semua pembatas, saling membaur dalam suasana egaliter penuh empati. Kami juga saling mengundang untuk singgah ke rumah guna menyambung silaturahmi.

Imogiri-6

Fongers PFG, berjodoh bagai segelas wedang uwuh dan sepiring nasi pecel

Sekelompok anak muda di seberang jalan memandangi kami dengan takjub. Entah apa yang ada di benak mereka, tetapi mereka sempat berkomentar dengan suara cukup keras untuk bisa kami dengar: “Mestinya nanti ada klub sepeda motor, lalu juga klub bus, truk, dsb…”

Imogiri-7

mengabadikan kebersamaan

Samar suara tertawa mereka tiba-tiba memantikkan sebuah pemikiran. Alangkah indahnya jika situasi yang mampu mengembalikan potensi kemanusiaan kami para onthelist ini mampu kita perlebar lagi hingga merambah kepada kelompok-kelompok di luar kami. Kenapa tidak? Sebuah dunia penuh tegur sapa, kebersamaan, kepedulian, bahkan empati. Indah. Seperti kami rasakan sepagi ini.

Imogiri-8

berpose sejenak di gerbang makam para raja

Seusai perhelatan agung itu, kami terpaksa berpisah arah. Pak Sahid dkk. akan menuju jalan Imogiri barat dan kembali pulang ke kota, sementara seperti biasa kami menuju Plered, sebelum kembali ke kampung tercinta Potorono dengan perut dan jiwa yang penuh, tanpa tergoda lagi mencari soto.

181 responses to “Onthel, Melebarkan Dunia Tegur Sapa.

  1. Salut buat penulis dengan dengan segala kreatifitasnya. Lanjutkan…
    Pengalaman yang tak terlupakan di 14 juni 2009 kemaren. Sungguh ‘hadiah’ terindah buat saya dari OPOTO dan Pak Sahid dkk, karena hari itu adalah bertepatan dengan hari jadi saya 🙂 (wes rasah siaran berita tentang bab kuwi, Berat.. !!!)
    tks, utk onthelis semua yang telah membuat 14 juni kemaren begitu indah….

  2. Hallo saudaraku dari Potorono,
    Memang sudah seyogyanya sesama komunitas onthel utk saling berkolaborasi ngonthel bersama. Saling silaturahmi.Sehingga kita jadi semakin akrab dan bisa menambah wawasan dlm dunia peronthelan. Kemarin saya sebenarnya mau ikut, sayang pas ada acara keluar kota.
    Mudah2xan ada kesempatan dilain waktu…
    Salam persahabatan dari saya…

  3. @ om Erwin

    weee..lha dalah….
    Happy Birthday om Erwin…sehat dan sukses selalu dabbbb!!!!!

    @ onthel potorono

    “mantap” ulasannya……

  4. selalu dengan hal yang baru dan menarik,kemaren milangkala Garut, sekarang milangkala pak Erwin…
    ke piro…

  5. @ Kang Erwin
    Sugeng tanggap warsa, mugi pinaringan sehat, panjang yuswa, rahmat & berkah saking Pangeran Ingkang Maha Kuwaos. Amien. Kalau kemarin tahu, tentu kami bawakan kue ulang tahun he..he..he..

    @Wongeres
    Wah ini reportase yang sangat detil, jadi seperti baca majalah he..he..he…benar-benar hebat jepretan kamera dan ketikan keyboard dari Bapak kita yang satu ini he..he..he..

    • Tidak cukup detil untuk bisa membaca hari jadi teman sendiri, Pak Sahid. Hehe… (Sorry Mas Erwin).

      Itulah bedanya: anak muda kalau ultah mau ‘woro-woro’. Kalau orang tua, pas ultah pasti ngumpet. Hahaha…

      Terima kasih untuk Pak Sahid dan semua sahabat yang ikut ngonthel kemarin. Kami semua terkesan.

  6. selamat ulang tahun ya…semoga panjang umur.
    So…next sunday kita bantingan buat sotonya apa mau ulang tahun lagi nech?????????????????he he he he…

  7. Thanks once again Pak Sahid.
    maturnuwun juga buat OPOTO crew. 😉
    Sukseskan Sego Sewakul eh.. Segawe ding. ➡

  8. To: Mr. Dedi ‘siluman’.
    Where are U, kog lama tidak tampak di sunday morning ??

  9. Wa Top tenan, angkat topi tinggi-tinggi buat teman-teman Opoto dan Pak Sahid Cs. Sayang belum bisa ngikut di rute paling enak Jl Imogiri Barat, Imogiri Timur. Kangen untuk ngonthel lagi tapi dua sepeda masih masuk bengkel semua

  10. yummy nasi pecel 😀

    manstap juragan 😆

  11. salam kenal buat semua…
    saya baru kali ini mampir, tapi udah terkesan mas… tulisannya membuat rasa rindu kampung halaman sedikit sirna.
    saya warga asli imogiri, yang jadi buruh di sabah,MAL. udah 2,5 tahun tidak pulang karena ikatan kerja saya.
    terima kasih…

    salam
    UDin.

    • onthelpotorono

      Salam kenal juga, Mas Udin. Wah, berarti belum liat pasar Imogiri yang baru dong? Silahkan nimbrung aja Mas. Jangan biarkan jarak mengungkung kita. Hehe…

  12. sebuah reportase yg indah mas, spesial utk foto yg lg ngantri dan makan lesehan…….. nuansanya sungguh mengesankan…saya kira kenikmatanya sangat berkualitas………. bahkan pembaca saja sudah terlibat dlm kenikmatan itu…….
    kepada sahabat OPOTO saya harap sering2lah berbagi cerita, krn ternyata batin kamipun ikut kebagian kesejukan dari silaturahmi itu..
    kagem Mas Sahid…. ternyata panjenengan raja kuliner di jogja…….hehehe.
    salam dari Karawang

    • Terimakasih Mas. Dengan kamera seadanya, saya memang pengin sekali berbagi suasana pagi itu (senang sekali Panjenengan menangkapnya).

      Sepeda kami berjajar panjang memenuhi sisi jalan yang teduh oleh pepohonan sehingga menjadi tontonan.

      Warungnya kecil, tapi bisa mengklaim jalan dan tepian sungai seluas itu menjadi bagian darinya. Anda benar. Warung ini memang idenya Pak Sahid. Di balik pribadi yang santun itu, jangan-jangan selera kulinernya ekstrem! Hahaha…

  13. mas Erwin selamat Ultah, semoga semuanya menjadi simplex2 saja……. alias selalu diberi kemudahan dlm segala urusan……amin..salam

  14. kalo yang bergabung dan bersama bersepeda rasanya semakin indah, ada cita rasa jaman dulu berupa persahabatan dan kesederhanaan….
    orang yang melihat akan tertarik dan lama kelamaan mungkin tergerak hatinya untuk mengikuti hal serupa…semoga dari sekian jam kita memarkir kendaraan sudah ada penghematan bahan fosil sehingga kita juga ikut mensukseskan go green….hidup bersepeda eh onthel ria

    • onthelpotorono

      Iya. ngonthel itu tak cuma ‘mengurangi’ polusi, energi terbuang, tapi juga ‘menambah’ persahabatan, vitalitas, syukur rizki dan koleksi onthel. Haha…

      Sayangnya, dikau kelamaan meninggalkan ‘air’ potorono, jadinya megap-megap, lolos dari semua peristiwa. MotoGP aja luput Boss!!

  15. Bung Wongeres, Bulan ini terpaksa puasa ngonthel pakai pit klangenan. Satu masuk bengkel opname lama, satu lagi diangkut ke Bandung. Sekarang diganti pakai MTB dulu, biar tetap ngonthel, sekalian nyari-nyari lagi dipasar yang agak cocok.

    • onthelpotorono

      Waduh, kalau kelasnya seperti Mas Bagus ini cocoknya pasti harus yang yahud ya? Penginnya apa Mas? Siapa tahu kalau laskar Opoto melihatnya nanti bisa dipegang dulu. Hunting onthel juga menjadi semacam kegiatan untuk menjaga kelenturan selera kami. Hehe…

  16. kalau favorit saya, burgers daventer (wandhu), punya satu terpaksa dilepas karena yang beli bos saya. Di sebelah timur pasar onderdil motor jejeran ada tapi masih kurang sreg. Besok nyari di Prambanan saja

  17. onthelpotorono

    Wah, nggak jauh dari selera saya Mas. Hehe… Nanti kabar-kinabar. Kemarin ada satu mau kami upload utk info jual-beli/klithikan, tapi belum banyak item lainnya…

  18. @ Rendra

    Wah Bapak Kolektor Top dari Tangerang ini komentarnya segar banget he..he..he..
    Saya memang suka jajan tapi bukan kelas “raja”, masih kelas kawulo, lah hobbynya blusukan di “angkringan” dan warung2 pinggir jalan lainnya he..he..he..maklum PNS.
    Saya sesungguhnya tergolong omnivora, seleranya fleksibel dari yang konvensioanl sampai yang extreem food seperti sate keong, swike, laron, dan walang wonosari tetap doyan. Yang belum mencoba makan ulat jati wonosari.

    @Wongeres
    Rencana Touring Malam ke Manding Bantul hari Sabtu 20/6/09 sejauh ini belum ada perubahan. Sumanggah klo sahabat-sahabat Opot0 berkenan meramaikan. Berangkat via jalan reguler, pulangnya lewat jalan desa, dijamin seru dan romantis karena banyak teman-teman yang mau pakai lampu minyak, lampu lilin, dan lampu karbit. Pokoknya parade lampu onthel segala jaman he..he..he..

  19. Salam kenal nih, saya baru saja mau mulai senang pit onta. Namun lagi mau cari pit onta, ternyata harganya sudah jutaan rupiah. Apalagi yang diketegorikan sepeda buatan Eropa seperti Belanda, harganya sudah kelewatan mahal. Begitu juga sepeda yang ada di pasar-pasar sepeda, bila buatan Eropa sudah dapat dipastikan harganya mahal sekali. Memang ada pit onta yang harganya masih murah, tapi kebanyakan buatan lokal ataupun Cina yang tak bergengsi ketimbang pit buatan Eropa.
    Bila saya amati para komunitas onthel bila berparade, banyak yang menggunakan pit buatan Eropa yang tentunya harganya mahal.
    Jadi kesimpulan saya, hanya orang-orang yang punya uang lebih yang mampu beli sepeda-sepeda ini.
    Bukankah tujuan komunitas onthel adalah menggalakan kembali orang untuk menggunakan sepeda dengan harga terjangkau, sehingga polusi udara dapat dikurangi. Tapi bila melihat harga sepeda onta yang makin mahal, mau tak mau orang pasti berpikir dua kali untuk beli sepeda ini.
    Saya juga prihatin dengan kota Yogyakarta yang dulu terkenal sebagai kota sepeda, kini lalulintasnya semakin semrawut, banyak yang menggunakan sepeda motor dengan alasan lebih cepat dan harganya lebih murah.
    Nah, mungkin slogan untuk mengembalikan kota Yogyakarta sebagai kota sepeda hanya mimpi belaka. Apabila tidak didukung sarana dan prasarana seperti jalur khusus untuk sepeda dan lain-lain. Juga mungkin harga-harga sepeda onta yang setinggi langit. Mengingat banyak masyarakat kita masih mengalami kesulitan ekonomi.
    Maaf bila pendapat saya ini salah.

  20. Sugeng tetepangan Pakde Yanto.
    Pendapat Panjenengan tidak salah, meskipun tidak seluruhnya benar.

    Pertama, tentang harga sepeda onta buatan Eropa. Kami biasa melihatnya mulai seharga 150 ribu di pasar Pandak hingga 25 juta, bahkan lebih di rumah kolektor. Rentang harga sedemikian jauh, rasanya memang tidak masuk akal. Toh sama-sama sepeda dan sekilas penampilannya juga sama jeleknya (penuh karat, cat habis). Tetapi, ada kriteria khusus seperti kelangkaan variannya sehingga susah dicari. Kami, komunitas Opoto kebetulan selalu mendapatkan harga murah (bukan juta-jutaan). Bagaimana caranya? Itulah seninya hobby ini. Tertarik?

    Kedua, soal semrawutnya sepeda motor, begitulah ‘ombyaking jaman’ yang kita hadapi. Tetapi kita tetap berusaha agar pesepeda bisa memperoleh haknya kembali lewat pengadaan jalur sepeda yang aman. Sejauh ini, Pemkot sudah merespon sangat bagus. Meskipun jalur sepeda khusus belum dibuat, tetapi sudah dibuatkan rambu-rambu jalan alternatif yang relatif lebih aman bagi pesepeda. Perjuangan belum selesai. Tak ada kesuksesan instan. Lagi-lagi, ini menjadi tantangan yang menarik. Dengan sering bersepeda, kita menunjukkan bahwa sepeda masih kita butuhkan sehingga Pemkot semestinya mengakomodasikan kepentingan kita warga pesepeda ini.

    Kira-kira begitu Pakde Yanto. Mohon koreksi jika ada yang salah. Jangan segan berkunjung, karena kami senang dengan komentar Panjenengan yang menunjukkan perhatian mendalam. Nuwun.

  21. pak Sahid kulo wonten Karawang sanes Tangerang…….hehehe
    Sugeng tepanganPakde Yanto, komentar bpk tentang mahalnya harga sepeda Eropa memang benar dan dirasakan oleh banyak orang, mungkin salah satu sebab karena sepedanya sdh tdk diproduksi lagi sementara permintan makin hari makin banyak………. mudah2an saja msih banyak pendeman sepeda eropa yg belum pada muncul dan segera muncul shg dpt sedikit menyeimbangkan harga, sy tertarik sahabat OPOTO yg slalu bs mendapatkan sepeda bagus tp hrg relatif murah… Mas Wong mbok saya diajari ilmu gendam sepeda to, shg bs mendapatkan mendtkan pit sing apik tur murah ……..hehehe.
    salam kompak dari Karawang

    • Pak Rendra, semasa muda dan masih ‘hunting’ dulu, kami punya jurus sederhana: kalau pengin punya pacar perawat, ya kost saja di dekat kost para perawat itu. Artinya, perkenalan tak sengaja dengan para perawat itu memang bisa terjadi di mana saja. Itu namanya keberuntungan. Tetapi, kita perlu menjaring keberuntungan, dan itu kan memang ada ilmunya, seberapa pun relatif kemanjurannya (dan saya yakin Pak Rendra ini sudah mengantongi ilmunya!) Haha…

      Untuk konteks sepeda, ya mestinya kita mendekat saja ke komunitas/habitat tempat sepeda itu banyak beredar. Setahu saya, teman-teman Opoto memiliki sepeda bagus juga selalu lewat proses melengkapi yang butuh waktu panjang. Tapi kami jarang keluar duit banyak di awal, karena duit masuknya pun tak banyak 🙂

    • Bukti kehebatan ilmu Pak Rendra ini, ehm… Saya sudah ngincer gir obat nyamuk (di habitat saya) sejak barang itu masih dipikir-pikir mau dijual. Eh, begitu saya tanyakan, barangnya sudah terbang ke Karawang! 🙂

      Sekarang, dengan kontak seperti ini, saya berharap ‘tuah’ keberuntungan Panjenengan menular juga ke saya. Ini juga ilmu lho. Hehehe…

      Salam hangat selalu.

  22. Sesungguhnya sepedaonthel itu sama saja dengan alat transportasi pada umumnya. Seperti mobil, kalau lebih berorientasi nilai fungsional maka Xenia, Avanza, Apv dan Grand Max sudah lebih dari cukup. Tetapi kalau ada orientasi nilai psikologis dan juga nilai sosial, maka kita akan punya pilihan yang tidak terbatas tentunya mulai dari Altis, Camry, BMW, Mercy, dst.

    Kembali ke sepeda onthel, sesungguhnya masih banyak sepeda onthel yang sesungguhnya berkualitas tapi dijual murah meriah seperti misalnya merek Teha, Phillips, PON, dll. Jadi kalau untuk nilai fungsional tentu saja merek tersebut sudah cukup, tetapi kalau untuk memuaskan pencapaian nilai psikologis dan nilai sosial tentu saja orang akan mulai mencari merek-merek tertentu seperti Fongers, Simplex, Gazelle, Sun Beam.

    Setiap merek sepeda juga memiliki range lini produk yang panjang, mulai yang murah sampai dengan yang mahal. Untuk merek-merek tertentu seperti misalnya Gazelle, sejak jaman kolonial memang sudah mahal, sehingga kalaupun di jaman ini tetap mahal memang sudah sewajarnya.

    Dan bila dilihat dari komparasi harga internasional, sesungguhnya ada harga sepeda yang overpricing seperti misalnya Gazelle Kruisframe 9X dengan kondisi A atau B, harga di Belanda hanya sekitar Euro 400, di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 20 juta. Tetapi fenomena ini bisa dipahami, karena status sepedaonthel sudah bergeser menjadi barang antik, bukan lagi barang fungsional. Bahkan sekarang para pedagang sepeda banyak menggunakan istilah “mahar” dibanding “harga jual” untuk menunjukkan apresiasi terhadap status baru tersebut. Nuwun.

  23. wah mas Wong tau aja kalau saya udh dpt obat nyamuk………….hahaha…… njih mas memang barang sudah tak openi setelah terlunta lunta di mas margi ga ada yg ngersaake… tp ya cuwonya sampai hr ini blm dapat frame yang mau sy pasangi…lha kojur to mas…tp sperti nasehat penjenengan ya sy tetep nikmati apa yg ada dulu…..
    Memang kalau pakar Marketing sudah medhar sabdo semuanya jadi gamblang cetho welo welo… mtr nuwun Pak Sahid The king of kuliner van jagol ( jl. golo)…hahaha. salam

  24. onthelpotorono

    Penjelasan yang ‘gamblang lan trawaca’. Maturnuwun Pak Rendra dan Pak Sahid.

    Semoga kesaksian kami di sekitar kampung Potorono serta penjelasan Pak Rendra dan Pak Sahid sebagai pakar dan pengamat (pasar) onthel tersebut bisa memberikan pemetaan yang jelas bagi Pakde Yanto.

    Sumangga. Sekarang, sepeda apa yang Pakde Yanto inginkan? Bagi kami dan Mas Bagus Kurniawan sih, sepeda Burgers sudah masuk kategori sepeda yang bagus…

  25. onthelpotorono

    Oh, angin!
    sampaikanlah padaku
    bilamana engkau tahu
    saat kebosanan menunggu
    membuat seseorang nun jauh di Karawang
    mau melepaskan…
    gir obat nyamuk yang menjadi impian!

    Halah. 🙂 😀

  26. hahaha…..mas Nur…….. senandung yg sangat indah….. mudah2an ada pengunjung blog ini yg berkenan membagi obat nyamuk buat den mas nur……….
    tp kalau sy dpt lg pasti sy kabari mas…. godhong nggo pepes teri….. don wori………hehehe…sungguh siang yg seger..tengkyu mas..

  27. onthelpotorono

    Iwak bandeng opo iwak teri.
    Ojok suwiii…

    😀

  28. Menyambung diskusi mengenai harga sepeda onthel. Kasus sepeda obat nyamuk (Fongers) ternyata berbanding terbalik dengan kasus Indonesia. Sampai sekitar akhir tahun 2008 lalu, harga sepeda Fongers di Indonesia relatif lebih murah dengan harga internasional di Indonesia. Pencerahan yang dilakukan oleh Prof. Koopmans, Prof. Andyt dan belakangan juga oleh Prof. Jos R, telah membuka mata para onthelis bahwa sepeda Fongers sesungguhnya juga sebuah collectible dan valuable item sebagaimana sepeda Gazelle dan Simplex yang selama ini menjadi DTO para kolektor.

    Saat ini, saya lihat situasi pasar sepeda fongers di Indonesia sudah konsisten dengan pasar Indonesia. Bahkan sepeda Fongers BB atau CCG yang utuh orisinil harganya bisa 2-3 kali lipat harga Gazelle kruisframe dengan kondisi sama. Bersyukurlah pada orang-orang yang “eling lan waspodho” seperti Kang Wongeres, yang saya tahu persis pada tahun 2007-2008 ketika mayoritas orang masih memandang sebelah mata kepada sepeda fongers, Kang Wongeres ini sudah agresif mengkoleksi sepeda Fongers. Jadi Beliau sekarang ini barangkali relaks saja ketika para kolektor mulai sibuk memburu “obat nyamuk”, karena sudah punya gudang “obat nyamuk” di Potorono he..he..he..

  29. Mohon ada banyak salah ketik, yang bener yang ini:

    “Menyambung diskusi mengenai harga sepeda onthel. Kasus sepeda obat nyamuk (Fongers) ternyata berbanding terbalik dengan kasus sepeda Gazelle. Sampai sekitar akhir tahun 2008 lalu, harga sepeda Fongers di Indonesia relatif lebih murah dengan harga internasional di Belanda. Pencerahan yang dilakukan oleh Prof. Koopmans, Prof. Andyt dan belakangan juga oleh Prof. Jos R, telah membuka mata para onthelis bahwa sepeda Fongers sesungguhnya juga sebuah collectible dan valuable item sebagaimana sepeda Gazelle dan Simplex yang selama ini menjadi DTO para kolektor.

    Saat ini, saya lihat situasi pasar sepeda fongers di Indonesia sudah konsisten dengan pasar Belanda. Bahkan sepeda Fongers BB atau CCG yang utuh orisinil harganya bisa 2-3 kali lipat harga Gazelle kruisframe dengan kondisi sama. Bersyukurlah pada orang-orang yang “eling lan waspodho” seperti Kang Wongeres, yang saya tahu persis pada tahun 2007-2008 ketika mayoritas orang masih memandang sebelah mata kepada sepeda fongers, Kang Wongeres ini sudah agresif mengkoleksi sepeda Fongers. Jadi Beliau sekarang ini barangkali relaks saja ketika para kolektor mulai sibuk memburu “obat nyamuk”, karena sudah punya gudang “obat nyamuk” di Potorono he..he..he..”

  30. Ralat tambahan:

    “Harga Fongers BB atau CCG yang utuh orisinil seharga 2-3 kali lipat harga Gazelle Kruisframe dengan kondisi yang sama bisa terjadi di pasar Belanda”.

  31. wah…wah…konangan to saiki denmas Wongeres…sesuai nicknamenya ternyata juragan “obat nyamuk” to….rupana mas wong jauh sebelum para profesor medhar kawruh tentang Fongers malah sudah mendahului matak aji nggendam fongeres…. pantesan kok nyari stang thok sampai sungsang sumbel ga ada di peredaran…jebul sudah podo nyantrik di padepokan Potorono… dhuh gusti….

    • onthelpotorono

      Wah… perlu diluruskan ini 🙂
      Saya memang pengagum desain Fongers seri A yang menurut saya gagah-bercitarasa. Sepeda saya CCG60 yang saya dapatkan 2007 itu kan sudah pernah diupload di sini. Saat itu, di Jogja masih jarang teman-teman yang melirik Fongers. Selebihnya saya cuma punya BB55 yang sampai sekarang belum selesai restorasinya, seri H55, Senopati yang kecil itu, sama dames jelek. Semuanya hanya layak tampil di Potorono saja, dan dipakai sebagaimana layaknya sebuah alat transportasi. Koleksi Potorono yang sekiranya ‘menarik’ pasti kami tampilkan di halaman galeri.

      Jadi, senandung saya tadi masih berlaku, Pak Rendra… 🙂

  32. wah mas Nur memang piyayi yojo tenan, lembah manah………. baik hati dan tdk sombong…. njih mas kulo tampi klarifikasinipun….. tapi njih tetep saja koleksi yg bagus …masalah obat nyamuk…tunggu sy dpt gantinya ..sy juga sedang hunting stang BB..kalao ada info boljug mas..nuwun

  33. heeeeeeeobat nyamuk bat nyamuk.

  34. mas rendra nyuwun sewu PRe dereng kulo garap je. Heee…..

  35. Saya dulu juga tidak suka sepeda obat nyamuk, karena terus terang kayuhannya anteb banget. Tetapi melihat semangat rekan-rekan Podjok dan Opoto yang agresif memburu obat nyamuk, saya jadi tergoda juga he..he..he..

    Paling tidak kalau punya satu sepeda obat nyamuk, kalau diajak ngobrol dengan elit-elit onthelis Potorono dan Kerawang bisa nyambung omongannya he..he..he..

    Podjok juga berencana menyelenggarakan “Touring Obat Nyamuk” pada tanggal 6 September mendatang dalam rangka memperingati HUT Pabrik Fongers ke 113 yang jatuh tanggal 1 September mendatang. Manggah Pak Rendra kalau berkenan rawuh ke Jogja ikut Touring membawa Ki Ageng BB yang juga dikenal sebagai sortiran A.

    BTW, kenapa seri BD (damesfiets sortiran A) dan BDG (damesfiets sortiran B) kok jarang ada di Indonesia. Kebanyakan BB, CCG, HZ dan DZ. Mohon pencerahan. Nuwun.

  36. @Pak Rendra
    Haha… Pekerjaan saya mensyaratkan kualitas tidur yang baik. Jadi, semua potensi yang bisa mengganggu kualitas tidur saya ya mesti diantisipasi. Matur nuwun pengertiannya 🙂

    @Pak Sahid
    Sebagaimana BB dan CCG, BD dan BDG tentu juga sangat mahal pada masa itu. Apakah karena saat itu perputaran uang lebih banyak berada di kalangan lelaki, maka prioritasnya lebih ke BB dan CCG? Sensitif gender ini…

    @Mas Margi
    Pak Rendra itu penyabar kok Mas. Mending Simplex saya dulu. Kan sudah ada pakemnya, milik pesohor Karawang yang saya print tadi. Ok? Hahaha…

  37. @Mr.Rendra : tks ucapannya ya..
    @Pakde Yanto ; usahlah berpikir yang berat2, cukup yang Simplex2 aja. Pit lawas : pokok’e nyaman ditumpaki terus nek di rem iso mandeg ya berarti pit itu sudah sangat layak untuk di pancal. urusan prestige nomer sekian-sekian lah…,Pit saya Batavus ‘Alakadarku’ mungkin tergolong biasa2 saja. Tapi jujur saya sangat bangga memilikinya, cause tumpakanne limbuk banget. Harga memang relatif, tapi kepuasan dalam beronthel tidak didapatkan dari hanya sekedar harga/merk sebuah pit. demikian pendapat dari seorang yang masih ‘kloropil'(mboh tulisane sing bener piye) alias ‘hijaudaun’ dalam peronthelan ini. maaf kalau ade sale2 kate. 😉

    @Pak Sahid:
    maturnuwun atas pencerahannya, semakin menambah wawasan saya. juga untuk Wongeres dan komentator yang lain.

  38. Tambah rame pengunjungnya. Rame diskusinya dan gayeng seperti suasana pasar sepeda Imogiri dan Prambanan

  39. Saya salut dengan blog opoto ini, artikelnya ditulis dengan gaya naturalis, kemudian moderator Kang Wongeres selain sangat menguasai materi teknis, juga sangat piawai dalam ber-PR, sehingga wajar kalau blog yang tergolong muda ini mulai laris menjadi terminal opini.

    Saya sebagai onthelis asli Jogja semakin merasa happy, dengan keterlibatan warga Jogja yang cukup tinggi dalam dunia sepeda onthel, mulai dari komunitas onthelis, blog, bengkel sepeda, pasar sepeda, webstore, koleksi sepeda, dan jalur (alternatif) sepeda. Mudah-mudahan dalam waktu tidak lama lagi kita akan mulai percaya diri untuk kembali menyebut kota Jogja sebagai “kota sepeda” he..he..he.. Jogja the Bike City: Reborn!

  40. Dari Pakde Yanto.

    Mas ini hanya sekedar diskusi yaa

    Saya sependapat dengan Mas Sahid tentang sepeda onthel baik di tinjau dari segi fungsional maupun segi psikologis dan sosial. Seperti mobil Toyota Kijang dengan BMW. Bila hanya untuk transportasi fungsional mobil Kijang memang sudah cukup. Sementara pengguna mobil BMW secara psikologis ia akan merasa lebih prestige, dan dari segi sosial, tentunya yang mampu beli mobil ini kalangan berduit.
    Nah, apakah untuk para onthelis ini menggunakan sepeda tua ini hanya sekedar gaya hidup (psikologis), atau sisi fungsional. Dari pengamatan saya, ini kalau benar yaa. Banyak onthelis menggunakan sepeda hanya dari sisi psikologis atau gaya hidup saja. Akibatnya, harga-harga sepeda onta kian hari kian mahal. Bahkan, khususnya di Jakarta, orang-orang bermobil mewah kini tanpa ragu menyatakan diri sebagai onthelis. Pun, para kolektor berani membeli sepeda tua dengan harga puluhan juta rupiah. Namun, apakah mereka seorang onthelis sejati. apakah mereka tahu makna bersepeda ?. Belum tentu kan.
    Menurut saya onthelis sejati, bersepeda sudah merupakan jalan hidup atau pilihan hidup, bukan sekedar gaya hidup atau kegemaran. Di Jakarta, bahkan ada seorang eksekutif yang selalu menggunakan sepeda saat kerja maupun pulang kantor.
    Nah, apakah komunitas onthelpotorono sudah mencapai tingkatan jalan hidup bukan sekedar gaya hidup dalam menggunakan sepeda tua?
    Untuk wongeres, apakah makna yang dapat diambil saat melakukan acara bersepeda menyusuri jalan-jalan pedesaan Yogyakarta.
    Menurut saya makna yang dapat diambil dari bersepeda ini adalah kita bangga dapat menghargai alam dengan menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan. Bangga memberi contoh bagaimana cara berhemat BBM. Bukan bangga karena menggunakan sepeda onta bermerek atau orisinil.
    Sebagai wong Jogja, saya merasa sangat sedih melihat Yogyakarta kini nampak makin tergesa dan tak sabaran. Saya bila datang ke Jogja, saat jalan-jalan, sering melihat pengendara motor mengendarai secara ugal-ugalan. banyak yang saling serobot walaupun jalan sedang macet. Tak ada yang mau mengalah.
    Nah, mungkin onthelpotorono berani tampil memberi contoh agar masyarakat Jogja mau menggunakan sepeda kembali (mimpi nih yee). Maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mohon kritisinya.
    Hidup onthel.

  41. @Pakde Yanto
    Bukankah setiap zaman punya langgamnya sendiri. Menurut saya, yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa langgam itu tetap enak dan patut diikuti. Teknologi sebagai bagian dari peradaban yang telah terbukti mampu menjawab tantangan zaman, tentu tidak bijak kalau kita abaikan. Akan tetapi, penggunaannya perlu kita kendalikan agar tidak berlebihan sehingga bukan saja menciptakan ketidaknyamanan (polusi, macet, dll), melainkan juga memboroskan sumber daya alam yang menjadi bahan bakar serta bahan baku pembuatannya. Ibarat mencukur jenggot, bukankah cukup pakai silet, bukan pakai gobang atau samurai. Bepergian 5km cukuplah pakai sepeda.

    Opoto hanyalah sekelompok kecil orang di desa Potorono yang setidaknya memiliki kebutuhan yang sama: kebutuhan berolah raga, menikmati alam, bersosialisasi. Betapapun juga, kami sendiri butuh motivasi agar mampu mempertahankan kebiasaan sehat, nikmat, dan guyub ini. Memperbincangkan sepeda, memilih warung makan, menentukan rute, adalah bagian dari upaya memotivasi itu.

    Kami menyadari, zaman ini beredar tidak berorbit pada diri kami. Maka, kami hanya bisa mengekspresikan keriangan ini, dengan harapan bisa mendapatkan dua hal: menginspirasi sahabat-sahabat lain untuk terus bersepeda, dan mendapatkan masukan-masukan berharga seperti yang Pakde Yanto sampaikan ini. Dengan demikian, blog ini adalah bagian dari motivasi kami juga.

    Dalam kesadaran akan keterbatasan ini, kami tetap mensyukuri seandainya di balik kebersamaan bersepeda ini ada di antara kita yang melakukannya semata sebagai hobby, gaya hidup, prestise, atau apa. Masih bagus kalau orang bersepeda merasa memiliki prestise. Di kampung kami, anak-anak muda banyak yang tidak mau bersepeda karena malu. Ini lebih memprihatinkan bagi kami.

    Membaca komentar dan harapan Pakde Yanto, ada rasa bangga, haru, tapi juga takut kalau orang begitu ‘over-estimate’ terhadap apa yang kami lakukan. Bagaimanapun, maturnuwun untuk empatinya.

  42. Selamat Mas ……mboyong Simplex, mudah2 an minggu depan Cycloid nya udah komplit, dan bisa dipakai pit2 an. Tapi kalau sepedanya nambah terus temen2 nya gak pada keduman

    • onthelpotorono

      Halah. Itu belum bisa disebut ‘cycloide’ kok Mas. Baru ‘cyclo’ aja kali. Lah kan belum komplit. Hehe…

    • onthelpotorono

      Sabtu ikut ke Manding Mas? Ada tawaran bakmi dari Pak Sahid lho. 🙂

      Sayangnya kami masih pada kerja… 😦

  43. om wongeres sudah dapat simplex “cycloid” yach???? wah selamat Om… akhirnya ada temennya juga…..

    • onthelpotorono

      Weleh… ya biar sekali-sekali ngerasain sepeda Simplex itu seperti apa to. Masa dari kecil cuma bisa dengar lagunya: … pit-e Simplex nganggo Berko… (waaa… gek Berko-nya nyari di mana???)

  44. Ya udah termasuk Cycloid tho tinggal nambahi Mercy plus benahi. Makasih Mas tawarannya, cuma saya kejauhan kalau sampai manding soalnya cuma sendiri je.

    • onthelpotorono

      Jangan takut dengan kesendirian, Mas. Kan kita selalu BERSAMA kesendirian kita. Hahaha…

      (lha, ini juga. mercy-nya yo di manaaaa????)

  45. Di hari selasa & jumat pekerjaan saya rada longgar, maka dihari2 itulah saya bike to work (potorono – mantrigawen). Banyak manfaat yang saya dapatkan. karena saya benar2 menikmati setiap kayuhan, maka saya dapat lebih mengenal detil lingkungan, ya dikarenakan mata lebih leluasa untuk toleh kanan&kiri. Kemudian dari segi kesehatan saya merasakan metabolism tubuh saya menjadi lebih bugar, malah kaki ini jadi gatal2 kalau tdk ngonthel. dari segi persaudaraan saya mendapatkan banyak teman baru yang didapatkan dari saling bertegur sapa dengan orang2 yang menyapa diriku demikian pula sebaliknya. Lalu karena saya bukan berasal dari kalangan “the have” maka penghematan dari sisi ekonomi sangat2 saya rasakan efeknya.
    Menurut saya hidup terasa lebih berarti jika kita mempunyai suatu klangenan, hobi dsb, jadi ga jutek gitu (apapun ragamnya).
    Cuman ya itu harus bisa membagi waktu dengan keluarga, itu penting untuk kelestarian kegemaran ini.
    Bersambung … mboh kapan.(duty call) 🙂

    • onthelpotorono

      Karena pekerjaan dan lokasi kerja yang berbeda-beda, kan nggak semua komunitas Opoto ngonthel ke tempat kerja.

      Nama-nama yang sudah teruji ngonthel ke tempat kerja, paling (alfabetis) Anto, Acha, Ciptono, Erwin, Rangga, wongeres.

      Meskipun di awal-awal dulu sayup terdengar sapaan lembut: “Nggaya!!!!!” 😀

  46. Kalau lampu berkonya ada yg jual di internet he he he. Cuma harga penawaran lumayan mahal. Weleh – weleh sendiri gak takut kok Mas. cuma jarak rumahku ke Manding kurang lebih 38 km kalau PP kan x 2. Kalau Potorono dengan Segoroyoso masih jauh gak Mas.

    • onthelpotorono

      Ya, saya nunggu kalau ada Berko gemlethak saja. Narima ing pandum. Seperti cyclo ini kan punya tetangga (Mertosanan) yang bosen, mau ganti Humber yang tanpa prosneling, jadi dikasih saya alakadarnya. Perlu disyukuri, kan? Hehe…

    • onthelpotorono

      Segoroyoso deket Mas. Jadi, kalau ke sana ya eloknya mampir 🙂

  47. Dapat Cycloid untuk saat sekarang harus bersyukur sekali. Soalnya mungkin punya duit tapi barang gak ada, barang ada pas gak punya duit. Saya udah lama sekali gak ke Segoroyoso, Kalau mampir ke rumah Mas Nur Onderdil apa yang boleh saya bawa e e e saya beli ding.

    • onthelpotorono

      Iya sih. Ini duit gak ada, barang ada, tapi disuruh bawa. Ya, untungnya perlunya gak seberapa (soalnya butuhnya cuma ditukar Humber tanpa prosneling).

      Yang ada cuma onderdil untuk mempererat silaturahmi Mas. Hehe…

      • onthelpotorono

        Mungkin ini berkat tuahnya Pak Rendra juga ya. Habis kontak di sini, sorenya saya baca uraiannya Mas Andyt, ee… malamnya si Luxe itu nongol sendiri. tq. tq.

  48. Onderdil disimpan terus, he he he. Makasih Mas, kalau ada waktu dan sampai lagi ke Timur Segoroyoso tak mampir

  49. Saya juga turut sedih juga hilangnya budaya bersepeda dikalangan anak muda, khususnya anak sekolah/pelajar. Coba kang Wongeres perhatikan banyak anak-anak masih SMP, khususnya diperkotaan bahkan mungkin dipedesaan, sudah menggunakan sepeda motor.

    Beda dengan zaman saya atau zamannya kang Wongeres, yang tiap ke sekolah masih menggunakan sepeda. Saya sejak SMP hingga SMA kalau ke sekolah menggunakan sepeda jengki, ini pada dekade 1980-an. Waktu itu di kota Jogja masih banyak orang yang menggunakan sepeda onthel. jadi jika berangkat bisa beriringan dengan teman-teman sekolah sambil ngobrol. Dari rumah saya di kawasan Baciro hingga ke sekolah yang lokasinya di sekitar kawasan Tugu, tak berasa jauh karena banyak teman yang naik sepeda.

    Tapi ada kabar gembira ada beberapa kawasan pedesaan di Yogyakarta entah di desa mana itu, budaya bersepeda dikalangan pelajar mulai muncul lagi (saya baca di koran kompas).

    Nah, kang Wongeres mungkin sampeyan punya cara untuk menumbuhkan budaya bersepeda dikalangan anak muda di kampung Anda.

    Buat mas Erwin Erlangga, tepatlah slogan Onthel Niku Migunani Gagem Sedoyo. Ngontel memang berguna bagi diri kita, baik untuk kesehatan, lebih mengenal lingkungan sekitar, dan lain-lain. Kita dapat saling bertegur sapa dengan sesama pengonthel walaupun tak kenal. dapat memberi contoh pada anak-anak kita bagaimana cara hemat energi. hemat energi bisa dimulai dari keluarga mas. seperti menggunakan lampu seperlunya. Menggunakan sepeda untuk anak-anak ke sekolah.

    Kang Wongeres bila ngonthel dengan sepeda tua ini hanya sekedar gaya hidup atau ikut-ikutan saja, saya kuatir 10 atau 20 tahun lagi, tren bersepeda tua ini akan hilang, lalu muncul lagi. Seperti di Jogja pada dekade 1990-an, saat itu banyak sepeda onta yang diwarna-warni banyak menghiasi kota Jogja. Kini pada dekade 2000-an muncul lagi tapi lebih ke sepeda tua yang orisinil.

    Mahon penjelasannya. Nuwun

  50. wah sy seneng lho dengar pitutur dan juga ada laporan pandangan mata duinia peronthelan di jkt.yg beliau amati….. rasanya semuanya benar belaka,memang demikian adanya…… ditempat kerja saya di jkt ada seorang karyawan asal Gombong yg sudah 20 thn selalu ngonthel berangkat dan pulang kerja, meskpn hrs menembus kemacetan dan semrawutnya jalanan ibukota, sy tahu di garasinya ada mobil dan sepeda motor tp hanya digunakan pd hr minggu bersama klg….. apakah ybs bs disebut onyhelist sejati… sementara sebagaian besar onthelist justru sebaliknya… onthel hanya di goes tiap hr libur saja ( termasuk saya…hehehe)… pertanyaannya apakah perlu ada sebutan onthelist sejati ..apakah mrk yg mencintai onthel,menyerap spiritnya, merawat dgn cinta kasih, menularkan ” virus” onthel, menikmati teknologinya lebihsebagai karya seni , sebagai prestise,sebagai hiasan dll…tp krn sikon mrk hanya bs menggenjotnya tiap hari minggu menjadi tdk berhak menyadang sebutan onthelist..? ( tdk perlu sejati…)..
    Pernyataan mas Wong dan mas Erwin sy setuju , apapun motivasinya kita harus syukuri kehadirannya, krn dr merekalah sebenarnya virus onthel menyebar keseluruh pelosok nusantara spt saat ini………. apakah ini akan langgeng?… rasanya bukan masalah… krn didunia ini memang tdk ada yg langgeng… yg pasti mrk telah berbuat sesuatu yg sangat bermanfaat……. Mas Erwin…memang benar kok..hidup tanpa klangenan kok serasa kering ya… ngelak banget……..hehehe.. hidup Pengonthel..

  51. Mas Wong…selamat ya cycloidnya…. wahpasti nyaman sekali goesannya……….. bagaimana kalau sy nyumbang nickname menjadi cyclongeres……… hehehe… neng payon mepe tahu…namung guyon mas,ojo nesu………….

  52. Hari ini saya kemakan omongan sendiri 😯 karena terlalu asyik tolah-toleh melihat ‘sesuatu’ saat ngonthel mau ke kantor tadi, saya nyaris mencium pantat kopata yang item dekil itu. Padahal saat terakhir saya melihat kedepan, jalan didepan itu aman lenggang, maka menolehlah saya pada ‘sesuatu’ yang intersting banget begitu noleh lagi kedepan byuhh..mak jegagik ‘dia’ sudah didepan mata. pyuhh..so close.
    @Pakde Yanto. Sampeyan bener, semangat untuk ngonthel ini memang harus kita tumbuhkan lagi di kalangan anak muda. Kita mulai pada lingkungan terdekat mungkin. Pada keluarga atau tetangga lah sebagai lingkungan terdekat. Dilingkungan kami karena memang lingkungan yang “ndeso” anak2 kecil itu pada buanyak yang bersepeda dengan riangnya, 💡 wongeres mungkin sekali-kali anak2 itu kita atur utuk ikut rame2 ngonthel jarak dekat aja. Pasti mereka seneng. Sudah tak coba dianakku, hasilnya dia jadi nagih minta jalan2 lagi, dan sudah mulai care pula dengan sepedanya sendiri.
    Contoh Pak Sahid beliau bisa ngonthel dengan didampingi istri dan putranya, ahh.. alangkah bahagianya. Salut. 😛
    Hemat energi, hemat biaya, fun’nya dapat, sehatnya juga dapet, guyub pastinya.

  53. Apa sepedannya dipasangi sirine aja to om erwin!!!! kalau pingin sirine yang suarannya agak keras, nyaring dan jadul… ambil aja sirene di stasiun tugu… dijamin TOP abisssss…. hee..hee

    • Ngrasani sirene di Stasiun Tugu-nya jangan kenceng–kenceng. Yang mbaureksa ada di sini. Ayo kita ucapkan: sluman-slumun-slamet. Ampun Kyaine Qly Spooor… 😀

      • Nyuwun sewu… Bapa Qly Spooor….
        mbok bilih anggen kula ngaturaken tanggap wacana punika wonten cicir cewet kuciwaning atur, saha kirang trapsila anggen kula matur, saha wonten thithaling ukara saking cupeting pangertosan kula, mugi Bapa Qly Spooor kersaa anglunturaken gunging samodra pangaksama.

    • Fotonya Oom Max kok mbarik temen. Sekilas tadinya saya kira pakai dasi kupu. Tapi, mana serbetnya? Hehehe… Top tenan!

      • walah.. saya sendiri aja juga bingung… kok bisa foto itu yang tampil, padahal yang tak posting tu baki ama sotonya je… huaaaaa…haaaaa….

  54. @ Erwin

    Terima kasih atas apresiasinya. Dulu istri dan anak sebetulnya juga tidak begitu antusias kalau saya ajak ngonthel, maunya diboncengin saja he..he.he..Tapi akhirnya saya ambil tindakan “represif”, saya belikan onthel yang sesuai dan saya paksa ngonthel sendiri. Nah lama-lama akhirnya mereka menikmati juga he..he..he… Karena ngonthel bareng-bareng itu ternyata bikin happy, ada sensasi yang berbeda, sehingga secara psikologis terasa lebih ringan bebannya. Nuwun.

  55. onthelpotorono

    @Pakde Yanto, Pak Rendra, Mas Erwin, Pak Sahid.

    Ibarat berada di dalam sebuah ‘peperangan’, semua pasukan, bala bantuan, simpatisan, segala daya, taktik (bahkan Yudhistira pun bersedia menggunakan ‘muslihat’) harus kita kerahkan. Kampanye sepeda ini pun demikian. Momentum apa pun yang sekiranya bisa sejalan dengan cita-cita ini harus kita rangkul. Media kita manfaatkan. Apa yang menjadi daya tarik target sasaran kampanye kita akomodasikan.

    Ingat fenomena baju safari dan baju batik? Karena para pejabat selalu tampil dengan safari, orang-orang di kampung pun bangga memakainya. Ketika para selebritis dan elite negeri ini mengenakan baju batik, kita semua pun merasa trendy memakainya. Saat ini, para elite, orang kaya, atau siapa pun yang pada kenyataannya potensial menjadi ‘vote getter’ bagi kegiatan bersepeda ini, bukankah tidak ada salahnya kita manfaatkan?

    Pak Sahid, (bersama teman-teman Podjok ?) berencana menggelar session pemotretan sepeda onthel dengan melibatkan model-model yang cantik. Menurut saya, ini sedikit nakal tapi menarik. Yang penting, saat ini kita menggalakkan cinta sepeda. Kalau soal niat, bukankah suatu saat niat itu bisa direvisi. Hehe…

    Cinta sepeda juga kita galakkan dari rumah masing-masing. Setahu saya, putranya Pak Sahid itu dibiasakan mengelap sehari satu sepeda. Adiknya yang masih kecil-kecil, seminggu satu sepeda. Putrinya Mas Erwin Opoto itu masih TK tapi sudah bisa naik Batavus dames. Luar biasa, kan?

    Bersama-sama, di satu sisi mari kita mengajak sebanyak-banyaknya orang bersepeda, di sisi lain kita perjuangkan hak guna jalan bagi pesepeda. Mudah-mudahan semua ini ada artinya.

  56. onthelpotorono

    Mas Erwin, saya baru paham sekarang, kenapa Oom Max’s semalam berada di antara para pinisepuh yang bertugas melamar ke kampung sebelah. Jebul wawasan lan pangandikanipun cetcetcrowet handharidhil kadya grontol wutah. Hahaha… opo kuwi? Lha kalau kita ini kan sepa asepi lir sepah samun… 🙂

  57. ehmmm… boleh ikut foto bareng model2nya ? 😉 nek enggak yo dapet no hpnya lah, gubrakkk!!! sejatine lanang,lanang sejati. 😆

    • onthelpotorono

      Nah, kalau mau dapet kesempatan foto sama modelnya, ikutlah session pemotretannya. Bidik, fokuskan perhatian pada keindahan bentuk sepeda onthel (dan juga yang lain).

  58. Whaduhhh.. dilema nich…… 😡

    pinginnya sich ikut dan lihat sesi foto-2 ama model, cuma kalau pulang di puterin CD campur sari piye …. hayo ??????? 🙄

    “mas..mas..mas.. ojo dipleroki.
    mas..mas..mas ojo dipleroki”….:evil:

  59. Waah mas Erwin ki semangat nek ono dames sing siji iki. Eling lo mas, sampeyan wis duwe dames seko londo lo

    Kang Wongeres pasti melu tambah semangat juga yoo. Pikirane ojo sing ngeres- ngeres lo Kang

  60. onthelpotorono

    Kan salah satu resep awet muda itu jangan pernah berhenti tertarik pada dames. Hehe…

    Pakde Yanto, mbok kondur Baciro saja. Trus ikut membangun Jogja, bikin perumahan ya yang ada jalur sepedanya. Haha… Sekali-sekali nanti ngonthel bareng Opoto. Pakde Yanto akan segera melihat, apakah onthel-onthel kami tampak mendapatkan perhatian dan cinta sejati dari kami. 😀

  61. Jek mending dipleroki. Lah nek diajak ngontel bareng mas Erwin piye hayoo mas Max’s

  62. Sekedar informasi kagem kang Wongeres. Situs http://www.rumah123.com, merupakan situs yang menginformasikan bagaimana cara membeli dan memilih rumah, sehingga calom pembeli rumah memiliki banyak pilihan. Selain situ, kami juga memeliki dua media cetak yaitu Majalah Bisnis Properti dan Tabloid Transaksi. Kedua media ini memgulas tentang dunia properti dan seluk beluknya. Ketiga media ini ada di bawah PT Provident Media, anak perusahaan milik Bapak Sandiaga S. Uno (seorang pengusaha muda). Selain itu, seorang pengamat properti nasional yaitu Bapak Panangian Simanungkalit, turut menanamkan sahamnya di PT Provident Media. Untuk jelasnya silahkan klik http://www.rumah123.com.

    Nah saya di PT Provident Media, ceritanya sih sebagai seorang jurnalis (wartawan) untuk Majalah Bisnis Properti dan Transaksi Properti. Jadi sambil belajar menulis juga belajar dunia properti.

    Maunya sih pulang ke Jogja, lebih adem ayem. Namun penghidupan saya di Jakarta, mau tak mau saya jalanin.

  63. waduuuh…lha menika…. pak dhe yanto malah nambah- nambah-i bingung kula… 8-o

    menawi kula tumut om erwin “ngonthel”, sampun kula bayangaken endah-ing jagat, swargo lan donyo…
    kosok wangsulipun menawi kula mboten tumut, sampun kula bayangaken endah-ing nyapu latar, siram-2 taneman, reresik jobin lan sak kanca-kancanipun…. 😳

  64. Mas Max’s, madu ditangan kanan mu, racun ditangan kiri mu.

    Sumonggo pilih sing pundi… he he he…

  65. onthelpotorono

    Wah, kalau dampaknya malah bikin bingung, saya mau usul ke Pak Sahid: sesi pemotretannya khusus untuk sepeda heren saja, jadi modelnya biar dipilih yang kekar berotot….

  66. Pak Sahid sy usul bagaimana kalau sesi pemotretan pertama kali khusus buat fenomena onthelista pipi hitam sebelah…….. ( kompas th 2007), pasti romantismenya sangat menarik
    kagem Pakde Yanto….mungkin gak ya foto onthel masuk majalah bisnis properti…… biar kasta onthel sedikit terdongkrak….hehehe..nuwun

  67. Pakde Yanto, sy juga di jakarta, blok M, boleh ya kpn2 kita ngrumpi, penjenengan di jkt mana. nuwun.

  68. Weleh2 kog aku malah jadi lakon 🙂
    Ya itulah, awak iki isone yo ming waton… waton piye carane ati iki riang gembira, walaupun sakjane banyak pikiran yang bikin sumpex, tapi yach… kita bikin Simplex ajalah hidup (loh, balik iku maneh?!..) 😆 😆

  69. Untuk Pak Rendra, kantor redaksi Bisnis Properti dan Transaksi Properti ada di Jl. Duren Tiga No. 103, Kalibata – Jakarta Selatan. Lokasinya ada di depan kantor PLN Duren Tiga. Dekat dengan Blok M kok pak.

    Rumah sih ada di perumahan Griya Anggraini Blok E 10 No. 9, Cibinong-Bogor. Boleh kapan-kapan kita ketemuan (kontak email : gyanto2005@yahoo.co.id)

    Pak Rendra, pernah sih Bisnis Properti meliput dan menulis tentang sepeda onta ini. Waktu itu Bisnis Properti ketemu dan wawancara dengan Pak Jon F Fauzi, ketua KOBA.

  70. Kang Wongeres kepiye to modele diganti sing otot kawat balung besi. Nek sing lembut tur kinclong terus numpak sepeda onthel kan enak disawang ra boseni.

    Kerise kyai Setan Kober kok kang Wongeres

    • onthelpotorono

      Sebelum Pak Sahid gusar idenya diplesat-plesetkan 🙂 , itu kan bentuk kolaborasi antara dunia onthel dengan dunia modeling serta fotografi. Biar ketiga dunia itu bisa saling lirak-lirik. Hehe… Opoters mau lebih sering ngelirik yang mana, hayo? Hati-hati lho. Untuk hal-hal yang disukai SETAN, biasanya kita selalu KOBER! Hahaha…

  71. Bila rekan-rekan ada yang bergerak di aksesoris yang mempercantik rumah, furniture, elektronik, atau produk yang lain asal digunakan untuk rumah, apartemen, hotel, resort, dan lain-lain. Boleh kasih informasinya untuk diliput, dan peliputan ini tanpa dipungut biaya alias gratis. Maternuwun saking Pakde Yanto, wartawan spasialis properti

  72. Maaf yaa kang Wongeres, ini hanya canda belaka, biar lebih akrab. Siapa tahu dari bercanda ini kita menemukan ide-ide cemerlang yang mendukung idenya pak Sahid.

  73. Njih Pakde Yanto,ternya kita sama2 jaksel..kpn2 sy kontak pak, sy di r_hernawa@yahoo.com.

    mas Wong mas erwin… sy punya lho foto model kinclong sama onthel..ngersaake po… sy emailkan nek kerso..nyuwun alamate..nuwun

  74. onthelpotorono

    (sebelum keduluan yang lain) wongeres@yahoo.com

  75. Foto kolaborasi antara sepeda onta dengan model memang jarang sih. Kebanyakan model digunakan untuk mempermanis otomotif seperti motor gede dan mobil.

    Kalau boleh usul modelnya selebritis cantik dengan latar belakang rumah. Ini mungkin akan mendongkrak dunia peronthelan. Nantinya orang yang melihat foto ini akan berkata “selebritis saja gemar bersepeda onta, kita juga ikutan bersepeda yuk,”.

  76. @ Wongeres

    Kang Nur, kalau motret sepeda heren dengan model pria, saya nanti takut malah tertidur saat motret, karena praktis tidak ada “obat ngantuk” he..he..he..

    Konsep pemotretan saya nanti memang lebih ke seni realis, jadi sepeda onthel dan modelnya cukup 1 saja. Saya pikir meskipun obyek sama, tetapi ketika sudut pengambilan gambar berbeda sekian derajat saja akan menghasilkan komposisi gambar yang berbeda. Bahkan dengan berganti lensa kamera, dari lensa lebar ke lensa tele itu sudah jauh berbeda hasilnya.

    Dengan membatasi obyek, biasanya imaginasi pemotret dalam melakukan eksplorasi ide akan lebih berkembang. Apalagi kalau si model juga jeli memanfaatkan momentum sudut, pasti potretnya akan “berbicara” tanpa perlu diungkapkan dengan kata-kata. Nuwun.

  77. Mas Rendra jaluk foto ne sepeda onthel karo model kinclonge. Ditunggu lho

  78. Mas wong,mas pakde…onthel kinclong sampun dalem aturaken ,sumonggo dipun rahabi mugi ketampi ing penggalih. nuwun

  79. Hayoooo… Om Rendra, om wongeres dan pakde pada bagi-bagi apa ?? ❓ kok sajak senyum-senyum… 😀

    om wong inyong di forward yach !!! 🙄 (walaaah…. mung arep njaluk wae “mbulat-mbulet”) 😛

  80. hahaha…di Maxi kok mau tau urusan Om2 aja..hehehe

  81. @ Rendra
    Pak Rendra, potretnya yang saya terima Damesfiets made in Japan, dengan Sadel Hitam Kribo, pakai Tromol 36B. Nuwun.

  82. weleh…weleh…. dari atas sampek bawah yang dibahas kok ontheeeeeeeeellllllll terus …ga bosen2…..mbok liyane opo’o???

    piye ki….menthok 2 ekor wis siap kanggo malem mingguan……agendane wis siap pak agung max…
    nek kurang tak tambahi pitik opo bebek…maklasih bantingane mas erwin…

  83. Njih leres Pak Sahid, ukuran roda 26 ,namung sy blm sempat test drive.. …..hehehe.

  84. wah..wah..wah… om sahid ternyata jago juga menciptakan “Peribahasa” ya om hendra… 🙄

    saya suka om, karena Peribahasa merupakan sebuah warisan budaya Indonesia yang memperkaya khasanah kebudayaan tanah air ini. termasuk peribahasa “Onthelis”… 😀

  85. maaf…beribu-ribu ampun om rendra… hamba keliru menyebut “Asmo Paduka”…. 😆

  86. mas wongeres. ya mas mudah2an nanti lancar garap PRnya. sy tunggu kedatangan simplex cycloidnya.

  87. mas rendra mohon sabar sbntr ya, brgnya blm blh dilepas dl.

  88. Guyub tenan, , , , ,

    Dilihat dari beberapa foto yg ada sepertinya ada yg rela mengencangkan otot kakinya untuk bisa dapet gambar yang bagus.,

    • Yang jelas, beberapa kali saya harus pakai turbo boost agar bisa mendahului rombongan dan mencari lokasi bidik yang menarik. Waktu itu rombongan pasti juga mbatin: ‘wong siji iki gek ngopoooo…”

      • MISTER BAGONG

        sama aku juga kepikiran koyok ngono…… pasti kempol le sing tukang potret iki luwih gede timbang kanca2 ne……

  89. Tiada kusangka ,omonganku tentang ‘model’ ternyata bisa membuat gayeng 🙂
    Ternyata rekan2 semua masih pada ‘lanang sejati’ huahaha.. 😆

    Bab Imogiri ini memang Top, komentatornya bejibun. Keriangan tiada tara.
    rasanya seperti ‘Kita Semua Basodara’ (gitu kalo kata orang manado).

    @Pak Sahid
    nanti kita2 dicritani tentang perjalanan Touring Malam nya ya ? ku pengen banget tumut sakjane.
    ning di gandoli karo bocah2 je pak, maklum masih pada piyek sih, nek sing ‘tuwo’ ora ngandoli ning mlerok’i 😥
    Sukses deh pak. Salam.

    @Max’s
    komentare sampeyan bab “endah-ing nyapu latar, siram-2 taneman dst”, ngarai aku ngguyu kepingkel2, sampe di ketok2 karo tetangga sebelah (maklum di warnet)

  90. walah……..mas maxs………ki wong kulo ingkang klentu ngetik asmo penjenengan je…..heheh…nyuwun agunging pangaksomo njih… karang driji kulo sampun radi tremor alias wel..welan… salam

  91. Waduh, nggak bisa ngikut touring malamnya Pak sahid susur selatan, pasti finishnya makan Bakmi Mbah Mo

    • Sama, Mas Bagus. Padahal beberapa dari kami sudah menyiapkan lampu-lampu onthel kami.

      Kami kalau tak ada aral melintang mau nanjak ke perbukitan Boko saja. Ini ada bintang tamu yang mau gabung juga.

  92. @Pak Sahid

    Menurut pengalaman, paling banyak kita hanya bisa berbagi dengan 10 orang, karena bagaimana pun tentu ada ‘angle umum favorit’ untuk setiap pose. Kalau peminatnya nanti lebih dari 10, bagaimana kalau 2 model?

    Itu bukannya onthel sport lokal? Ukurannya pun mungil, remnya model jengki, jadi mestinya model muda. Sadelnya model balap, kurang nyaman untuk mat-matan… Jangan-jangan file yang dikirim Pak Rendra ke kita berbeda?

  93. Mas Wong, asyik juga ternyata ngrumpi sama panjenengan… kalau 65 nya serius nanti sy sms kontak personnya…. fole yg sy kirim ke pak Sahid sama- kok, model sport/jengki lobang 36 b…hehehe

    • onthelpotorono

      Wee… lha saya selalu suka kenalan sama seorang ‘pemurah’ seperti Pak Rendra. 🙂

      Minat selalu ada. Tapi kalau boleh sih ‘nontoni’ dulu kali yaa… Kalau adrenalin sudah berdenyar, kerjaan dibikin gencar, syukur rejeki lancar, urusan nglamar jadi mayar (padahal alap-alap 65 di sekitar sudah menyambar-nyambar) Hehe….

  94. ok mas Wong,-bs kontak temen sy namanya mas Wied di 081328278170..selamat beralap-alap…hehehe

  95. mas wong bintang tamunya sp? artis ya?heeeeeeeee……

  96. Den Baguse "Beny"

    we………. ala………,
    Pak Erwin tgl 14 juni itu ulang tahun to.
    Selamat ya…pak…
    Panjang Umur, Murah rejeki, banyak kerabat dan selalu dekat dengan Allah.
    Sekali lg “selamat ya pak Erwin.”

  97. Den Baguse "Beny"

    Para OPOTERS……
    Minggu tgl. 21 juni ini, Den Baguse Beny cuti dulu ya.
    Ada acara mendadak.
    Jadi mendaki Ratu BOKO?

  98. Guntur podjok

    saya bertamu,Pak. Gir Fongers akan muncul kembali. Tunggu kedatangannya…hehehehe

    • Weh, Mas Guntur. Tangannya sudah dicuci bersih ya? Hahaha… Mas Towil lho yang bilang.

      Bertamu kan bisa kapan saja Mas. Dan nggak harus bawa obat nyamuk to…. Bawa mercy keling aja boleh kok 😀

      Serius Mas, main aja ke dusun kami (lha ning jam 8 isih selimutan. Huahaha…).

  99. Guntur podjok

    Munculnya sang pemburu fongers………….hahahaha

  100. @ Erwin

    Kang Erwin, touring malam ternyata sensasinya sungguh berbeda. Apalagi kalau melewati jalan desa yang gulap gulita tanpa penerangan, suara alam semesta akan menjadi jelas terdengar diiringi desingan putaran dinamo dan dentingan lonceng sepeda kita. Wah benar-benar menggetarkan sanubari, jadi ketagihan he..he..he.. Kita berencana minimal 1-2 bulan sekali ada touring malam, mumpung belum musim hujan lagi.

    Kemarin Pak Didi dan Pak Bagus pakai lampu minyak. Ternyata nuansanya juga berbeda sekali dengan lampu dinamo yang terang benderang. Ibarat gamelan gender dibandingkan synthesizer KORG he..he..he…

    Karena touring ini bukan acara resmi Podjok, jadi biasanya hanya saya posting ke FB saja. Nuwun.

  101. wah mingini tenan, mas Sahid tolong dongeng lengkapnya dong…pasti sensasinya luar biasa.. selamat …

  102. @ Rendra
    Sinuwun, kalau Panjenengan ada akun FB nanti bisa saya tag potret-potret selama touring malam.

    Secara singkat, kemarin kami ber-18 orang ngonthel bareng ke Manding, jajan bakmi Mbah Mo yang legendaris itu berjarak kuranglebih PP 30 Km dari Jogja. Cukup seru ternyata, parade lampu sepeda mulai dari energi minyak, dinamo, dan baterei. The next touring, kita coba menampilkan lampu lilin dan lampu karbit. Serbuan serangga “samber mata” juga menjadi suasana khas desa saat maghrib menjelang.

    Omong-omong, kapan ke Jogja lagi, nanti saya ajak ke Bakmi Pak Trisno naik sepeda onthel he..he..he.. Ini juga bakmi ngetop di daerah Manding. Wisata kuliner di Bantul sesungguhnya luar biasa, per kecamatan per desa biasanya ada sesuatu yang unik. Mulai dari sate klathak, mangut lele, bakmi jawa, angkringan, soto, ikan bakar, dst.

  103. Erwin ERlangga

    @Mr. Sahid
    wah ,saya bisa bayangkan pasti temaram gitu ya suasananya kalau pas lewat jalan yg gelap dan sepi. Menarik sekali. kapan2 mo ikut ya pak.
    Aku mau sowan ke FB nya ya.

  104. Erwin ERlangga

    @Den Baguse “Beny”
    tks ucapannya. Ke Boko kemaren ko ga ikut ?? seru loh.

    • Iya. Eyang kita ikutan nanjak, dan kita punya bintang tamu pula. Tapi ceritanya nyusul ya. Ini saya lagi mau jalan ke Purwokerto. Bukan mau hunting obat nyamuk atau mercy keling lho. Hehe…

  105. onthelpotorono

    Pak Rendra, gimana, sudah makin asik dengan G eh, Hot spotnya? Hehehe…

  106. Pak Sahid, sindiko dhawuh, anti kalo tgl 30 jd ke YK sy nungsung pawarto..saya ada FB di alamat yahoo pak.nuwun..
    Mas Wong, Alhamdulillah wifi di rmh udh nyala jadi gak rebutan lg sama istri dan anak…hehehe… wah ke Purwokerto dimana pak, sy kan juga besar di kota itu.. jangan naik2 lereng Gn Slamet km 14 lho pak…suka pada gak ” sadar” kalao nuju kesana…krn banyak onthel spor jengkinya… salam

  107. @ max’s opoto
    Mat kenal

    Nyuwun sewu Mas Max’s lan Mas Nur
    Kulo puniko tiyang jawi, ning kulo nek ken ngangge boso jawi mangke ndak kalih doso gangsal, kalih doso sekawan lan kagungan kulo, lan liyo liyane medal, kulo ngangge bahasa gado-gado lan rujak kemawon.

    Weleh weleh weleh, kalau Onthel aja sirinenya pakai sirene di Stasiun Tugu… yg suaranya agak keras, nyaring dan jadul dan TOP abisssss…. Nanti kalau 10 Onthel pakai sirine itu semua dan dibunyikan bersama sama, suaranya jadi kaya apa? He he he

    Sirine dipasang di Onthel, keretanya bisa belok lewat jalan raya, dipasang sirine tuh biar kereta nya gak lewat jalan raya je.

    Maaf baru balas, Jumat udah buka web nya terlanjur ada penumpang yg suruh ngangkatkan koper, Sabtu dan Minggu karena banyak penumpang saya pilih nyantai aja tak pergunakan ngonthel jadi gak sempat buka web nya

  108. Tadi berangkat pagi kirain mo cepet upload tahu penggemar yang menanti sudah banyak, cerita apa lagi yang akan diturunkan….

  109. @ Rendra

    Pak Rendra, kula rantos rawuhipun Selasa minggu depan. Nanti saya pilihkan jalan desa saja biar benar-benar bisa menikmati “gelapnya malam, sunyinya jalan, heningnya suasana, dan merdunya dendang alam” he..he..he..

  110. Pak Rendra dames iki orisinil je. nek disawang marake ra nguati.

    Ternuwun jih Pak atas kiriman damesnya

  111. Nun injih pak Sahid, Insyaallah kalau acara tdk berubah sy akan matur kalau sdh sampai di YK…nuwun.

    Kagem Pak de Yanto, meniko namung foto kemawon, asli pitipun nyumanggaaken ” hunting” piyampak ..hehehe..

  112. Waaah Pak Rendra jeli banget nek mburu dames sing kinclong-kinclong. Punopo wonten resep nipun. Kulo bade meguru dateng pak Rendra je

  113. hahaha…. moso begawan kok meguru karo cantrik to pakde……… wong sy sinaune yo sama temen2 wartawan je…hehehe

  114. Yoo ojo ngono pak, biasane kulo sinaune bab omah lan sak rencange. Menawi damesfiets sing siji iki tenan pak, ra tau ndeleng. Biasane mung deleng dames kebanyakan. Opo aku kurang teliti yo pak.

  115. wah…mbok menawi kurang teliti kemawon pakde……..hehehe

  116. Guntur podjok

    to Wongeres : sepeda simplex 22 di tempat mbah ngatidjo,lumayan. Tapi gir mercynya mana,Pak???? hehe, Velg kron prinz depan bagusnya di kasih disepeda saya. Disimplex, ada boncengan orient,saya punya kuncinya orient………hahahaha

  117. Opo mesti aku konsultasi karo kang Wongeres yo pak Rendra. Tips dan trik berburu sepeda onta sing apik tur harga terjangkau.

    Opo karo mas Erwin, sing lanang sejati kuwi yoo pak Rendra, utawi kaleh mas Max’s piye carene ben ra dikon nyapu latar karo ngepel jobin ngomah. he he he…

    • Pakde Yanto, kalau nyari damesfiet cuma buat seneng-seneng, buat gaya hidup, mata kita boleh melotot, membandingkan model dan semua asesorisnya.

      Tapi, kalau nyarinya untuk “jalan hidup”, sebaiknya sambil merem sajalah. Ini sudah soal hati, kan. Semua yang menafkahi mata melotot kita gak akan membawa kita sampai ke sana. Percayalah 🙂

  118. Den Baguse "Beny"

    Opoters, gimana kalo dilain waktu kita jalannya dimalam hari. Sepertinya asyik banget!
    See the Jogja at the night! Masak kita kalah sama yg muda hehehehehehehe……
    Bar genjot onthel bengi, trus genjot……. (ojo ngeres lo..!)

  119. Sugeng Patepangan Den Bagus Beny kulo Pakde Yanto.

    Bar genjot onthel bengi-bengi pasti wis kesel karo ngantuk. Lah nek genjot liyane, iso-iso nggenjot ontele tanggane piye Den Bagus (ojo ngeres lo)

  120. Guntur podjok

    nggenjot fongers bengi2 gowo obat nyamuk…..mak yes

  121. @ pakdhe yanto & om rendra

    menawi saking wiwitan ingkang pun genjot damesfiets, menapa nggih kiat ngantos 1 jam .. ❓

  122. @ Mas Max’s

    Ojo to mung 1 jam, mbok 2 jam kuat mas. Lah damesfiets-te kinclong tur mulus ki.

    Ra Ngandel, takono mas Erwin si pria sejati itu lo

    • Pakde, Minggu kemarin kebetulan pada pake damesfiets. Gazelle, Humber, Burgers, Valuas. Semua kondisinya lumayan kinclong lho. Namanya juga dirawat. Ada juga bukan dames, tapi Union sport yang gir depannya relative kecil. Kayuhan cukup ringan, apalagi hati riang. Cuma, menjelang sampai rumah juga lumayan capek, keringat sampe dleweran.

      Hikmahnya adalah: semua yang enak-enak, yang riang-riang, kalau diterus-terusin juga ada gak enaknya, ada jenuhnya. Silahkan tentukan durasi ideal, tapi jangan berlebihan. 2 jam? 3 jam? 🙂

  123. @ Kang Wongeres

    Waah enak yoo kang pit-pitan menikmati alam Ngayogyokarto Hadiningrat saben minggu. Opomeneh ngagem damesfiets sing mulus, kinclong meneh. Alhasil, badan jadi sehat meskipun pegel-pegel sithik.

    Aku kepinging kang, pit-pitan kalih jenengan lan konco liyane menyusuri alam pedesaan di Jogja yang masih ijo royo-royo dan masyarakatnya masih ramah-ramah. Tapi ada daya kang, aku menjalani hidup di ibukota Jakarta. Menyusuri keruwetan kota metropolitan ini. Sungguh berat.

    Sing tak temoni mung keangkuhan dan keserakahan. Kepingin aku kang bali Jogja, terus pit-pitan kalih sampeyan lan konco liyane melongok alam Jogja. Ning kang, aku ra duwe pit onto. Walaahh nasib nasib.

    Tapi aku yakin, suatu saat bisa jumpa kalih jenengan kang. Saking kulo, anak Jogja yang merantau mencari ilmu di Ibukota.

    • onthelpotorono

      Mencari ilmu dan doku nggih Pakde? Hehe… Ngonthel kan gak harus di Jogja, wong di mana-mana onthel lagi jadi primadona.

  124. pak Yanto, mpeyan kondur mawon rumiyin. nek mung onthel, Potorono kathah pak. monggo

  125. @ Pak Gendir Panjalen

    Sugeng pitepangan pak

    Pak Gendir markase Onthel Potorono, alamate pundi gih ?

    Kulo nembe nggolek pit onta sing ukuran tinggi (26), amergo awak kulo tinggi gedhe. Nek pite duwur kan pas. Ben ra koyo beruang nunggang onthel ra serasi.

    Wonten pak pit onta (26) sing regane terjangkau. Nek wonten, pas ada liburan, kulo bade mampir teng Potorono

  126. @Pakde Yanto.
    Pokoke sampeyan datang dululah ke markas Opoto , yg pentingkan silahturahmi nya. pit dames nya kl pas beruntung biasanya Mas Tono opoto punya beberapa koleksi yg cukup manis.

    Setuju dengan usule Den Bagus Beny.

    Bar ngonthel trus ngonthel lagi,ehmmm…. sapa takut. 😆

  127. @ Pria Sejati (Lelananging Jagat)

    Njih kyai Lelananging Jagat, nek wonten dinten liburan, kulo bade nyambangi markas Opoto, sing neng kawasan Banguntapan, Bantul kuwi too. Siapa tau, dapet damesfiets asli Potorono sing kenes tur manis.

    Genjot teruuus masss sampai tua

  128. ”,`* SALAM NTUK ONTHELIS INDONESIA *`,”

    Perkenalkan dulu,nama saya Arif dari Pariaman Sumatra Barat.Kami sudah mempunyai komunitas onthel yg beranggotakan lebih dari 80 orang.Nama komunitas kami yaitu ”KOMPENI” { komunitas unto pariaman regenerasi } 31 desember 2008 di pariaman. Berhubung karna banyaknya teman2 ontelis yang kesulitan mencari sperpak ataupun sepeda onthel ? Maka saya berinisiatif ntuk mencarikan ataupun menjual sepeda beserta sperpak yg lainya.Silahkan hub saya di 081266072928 .Ntuk sementara saya mempunyai seperti yang terlihat pada link disamping (klik tulisan gambar).sebagian part lainya ada di facebook koleksi foto saya ; kedai kereta angin .

  129. Salam kenal utk semua pencinta Onthel…mudah2an saya bisa ikut bergabung..hehehe..

    • Salam kenal juga, Mas Diran. Tidak sulit untuk mencintai sepeda onthel. Silahkan ngonthel menikmati alam luas 3x. Pasti jatuh cinta… 🙂

Tinggalkan Balasan ke onthelpotorono Batalkan balasan