Mbah Wiryo (84), tokoh legendaris peronthelan sekaligus kamus atau ensiklopedi berjalan mengenai sepeda lawasan telah tiada pada hari Minggu, 17 Mei pukul 23.00 WIB. Almarhum juga seorang pedagang sepeda onthel lawasan yang tinggal di Dusun Klurak Baru, Desa Bokoharjo Kecamatan Prambanan, Sleman. Almarhum dimakamkan hari Senin pukul 14.00 Wib di makam setempat. Selamat Jalan Mbah Wiryo. Dari teman anak bungsumu.
Demikian sebuah berita dipostingkan di blog ini oleh seseorang dengan nama Bagus Kurniawan. Pesannya yang singkat tak bisa menyembunyikan sebuah dukacita yang mendalam. Komunitas Opoto menuliskan obituari berikut ini sebagai kenangan atas almarhum Mbah Wir, Sang Legenda.
—————————
Sebuah profesi, sejatinya menuntut sebuah tanggung jawab besar yang tumbuh dari kecintaan atas pekerjaan yang dipilih. Kecintaan, dedikasi, kesungguhan menekuni semua yang berhubungan dengan pekerjaan, termasuk menghadapi pasang-surut serta suka-dukanya itulah yang akan membuktikan profesionalitas seseorang.
Nama Wiryosuharto, atau biasa dikenal sebagai Mbah Wir, barangkali adalah salah satunya. Meskipun ia hanya memiliki bengkel kecil yang sederhana di Prambanan sana, namanya sangat dikenal bak legenda. Di bengkel itu pula, setiap hari Mbah Wir bersama istri setianya memajang berderet-deret sepeda onthel tua pilihan yang didapatkannya dari hasil perburuannya ke pasar-pasar desa di Bantul, Godean, dan sekitarnya. Pelanggannya yang tak hanya para pencinta onthel di wilayah Klaten-Jogja, melainkan juga dari Jakarta dan luar Jawa, sering berkunjung untuk melihat ‘hasil buruan’ Mbah Wir, siapa tahu ada yang disuka dan cocok harganya.
kemandiriannya beralaskan sebuah kecintaan mendalam pada profesinya
Bekal Mbah Wir menekuni dunia onthel memang tidak diragukan. Sejak kecil, sebagai remaja yang sudah dikhitan, Wiryo muda yang merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara ini sudah harus membantu bekerja di bengkel ayahnya, Pak Ahmad Rejo, di depan candi Prambanan. Pengalaman magang bertahun-tahun inilah yang kelak setelah menikah membekalinya untuk membuka kios sepeda onthel, waktu itu masih di pasar lama, kulon Rahayu, Prambanan.
Wanita yang dinikahinya adalah seorang gadis Wijilan, sebuah kampung di dalam plengkung yang sekarang terkenal sebagai sentra gudeg Jogja. Perkenalannya dengan gadis ini pun antara lain karena kebiasaannya keluar masuk pasar untuk berbisnis aneka barang, termasuk uang kuno.
Masa-masa indahnya dengan Sang istri tentu saja tak bisa dilepaskan dari sepeda onthel, sebagai sarana transportasi yang ada pada saat itu. Dengan sepeda Raleighnya yang gagah, Pak Wir biasa memboncengkan istrinya mengunjungi mertua. Mereka biasanya berangkat jam enam pagi-pagi, selagi udara masih sejuk dan lalu-lintas belum ramai, lalu pulangnya jam dua belas malam.
Selain dimaksudkan agar Sang istri puas melepas kangen dengan orang tuanya, jam dua belas malam adalah saat yang menyenangkan untuk bersepeda, khususnya di jalur Jogja-Piyungan-Prambanan saat itu, karena di sepanjang perjalanan sesekali mereka akan ditemani gerobak-gerobak yang memuat hasil bumi untuk dijual di pasar Prambanan. Di sepanjang perjalanan itulah mereka berdua bisa mengobrol panjang lebar ditingkah bunyi khas cik…cik…cik… dari putaran roda sepeda Raleigh mereka.
Mbah Wir putri, selalu sabar menemui setiap kami berkunjung
Dengan istri tercintanya ini, Mbah Wir dikaruniai tujuh anak, yang sulung saat ini sudah berusia 55 tahun. Meskipun sudah menjadi kakek-kakek, Mbah Wir masih tampak sehat dan bugar. Hal ini agaknya tidak terlepas dari kepeduliannya yang besar terhadap kesehatan. Mbah Wir adalah penyuka olah raga. Ia sangat gandrung pada bulu tangkis, bahkan rasanya belum lama Mbah Wir mau berhenti main badminton meskipun usianya sudah sepuh.
Begitu pun dengan minatnya bermain sepak bola. Olah raga satu ini bahkan menyisakan sebuah pengalaman khusus baginya, karena pernah saat bermain bola, sebuah tendangan bola yang keras sempat mengenai bagian telinganya sehingga merusak sebelah pendengarannya. Untunglah teknologi telah menemukan alat bantu dengar sehingga tidak menghalanginya dalam berkomunikasi, meskipun kemampuannya mendengar tentu tidak lagi seperti sebelumnya. Di samping olah raga, Mbah Wir juga sangat selektif memilih makanan. Mbah Wir tidak minum yang manis-manis, tidak makan pedas, dan juga santan atau lemak. Godaan baginya hanyalah kalau sudah ketemu sate, makanan favoritnya.
Dengan kondisinya yang masih fit di usia tuanya, Mbah Wir tetap melakukan sendiri pekerjaannya. Di bawah atap seng bengkelnya yang kadang terasa panas, Mbah Wir tetap menjalankan profesinya. Menyetel roda, memasang sadel, dan semua pekerjaan lainnya. Pilihannya untuk tidak mempekerjakan seorang asisten juga didasari oleh kecintaannya kepada pelanggan. Mbah Wir takut tidak bisa menjaga standar kualitas layanan serta kinerja sehingga mengecewakan pelanggannya.
sosok pendiam itu selalu bersemangat jika membicarakan sepeda tua
Sebagai profesional, Mbah Wir juga meminta ‘harga’ tersendiri atas semua yang dilakukannya. Banyak orang mengatakan bahwa sepeda di kios Mbah Wir adalah sepeda konsumsi para kolektor. Meskipun Mbah Wir tidak pernah membatasi siapa saja yang boleh membeli sepeda darinya, tetapi harga yang dipatok Mbah Wir itulah yang otomatis menyeleksi pembeli.
Pada kenyataannya, Mbah Wir memang menaruh standar tinggi untuk orisinalitas dan kelengkapan sepeda yang dijualnya. Setiap kali seseorang menjual sepeda yang sudah dicat ulang dan tampak ‘mencurigakan’, Mbah Wir biasanya akan menjawab ramah bahwa duitnya sedang terbelanjakan semua. Mungkin saja itu sebuah cara halus Mbah Wir untuk menolak membelinya, karena Mbah Wir pernah mengatakan bahwa ia ingin menjaga agar pembeli sepeda darinya tidak akan kecewa yang disebabkan oleh cacat dan ketidakaslian barangnya.
Mbah Wir menjalankan profesinya dalam suasana yang akrab dan penuh kekeluargaan. Di kios sekaligus bengkelnya itu orang bisa duduk-duduk dan ngobrol seharian, melihat-lihat, bahkan mencoba sepeda yang diminati. Kepercayaan Mbah Wir kepada pelanggan ini juga pernah membuahkan kisah pahit. Suatu hari, datang seorang pelanggan baru dan meminta mencoba sebuah sepeda. Ternyata, baik sepeda maupun orangnya tak pernah kembali lagi. Sepeda itu dicuri. Akan tetapi, itu adalah sebuah resiko yang menjadi bagian dari suka-duka sebuah profesi. Nyatanya, Mbah Wir tak pernah berubah, selain hanya sedikit lebih berwaspada. Konsistensi, ketidakberubahan Mbah Wir itulah yang membuatnya credible di mata pelanggan, bahkan beberapa dari mereka memandangnya sebagai salah satu legenda.
bengkel itu kini sunyi. kami tak bisa lagi menjumpainya di sini
Sekarang, Mbah Wir telah tiada. Bagaimanapun, ‘standar tinggi’ yang diletakkannya terhadap sepeda onthel yang dijualnya, diakui atau tidak telah membuat sepeda onthel tak lagi dipandang sebelah mata. Mbah Wir telah berjasa meninggikan harkat kita para pencinta sepeda onthel di tengah hiruk pikuknya zaman.
Entah siapa nanti yang akan mengurus bengkelnya, meneruskan kecintaannya kepada sepeda. Tetapi inspirasi yang ditinggalkannya semoga tetap bersemi di hati dan semangat para onthelist sejati. Selamat jalan Mbah Wir…!
Jogja, 18 Mei 2009
(wongeres).
the best inspiration for onthelis
Terima kasih Mas Niko. Semoga ketulusan dan kesungguhan juga ada pada kita semua.
Selamat Jalan Mbah Wir
Semoga amal ibadahnya diterima disisiNya
Dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan
selamat jalan mbah…. 😦
Ping-balik: Selamat Jalan mbah Wiryo… « WIRA-WIRI NAEK SEPEDA
Kami sangat kehilangan beliau banyak memberi masukan pada yg baru mengenal onthel, semoga almarhum mendapat tempat disisiNYA dan yg ditinggal diberi ketabahan dan ikhlas amin.
Keramah tamahan dan berbagi Ilmu yang kauberikan, sungguh merupakan kenangan Indah yang tak akan terlupakan.
“Sugeng Tindak, Mbah Wir…..”
Semoga Tuhan mengampuni segala Dosa-dosanya. AMIN.
SELAMAT JALAN MBAH WIR…..semoga segala kebaikan,kesahajaan, menjadi penghantar menuju surga…aminnn
selamat jalan mbah wir
semoga Tuhan mengampuni segala dosa
amin…….
Saya belum pernah ke workshopnya mbah Wir.
Saya juga belum pernah kenal sama beliau.
saya hanya mendengar saja kemasyurannya.
Tapi kog saya merasakan dukacita yang sangat mendalam ya…
Slamat jalan Mbah Wir …
Oh, ternyata memang baru kemarin…
Innalillahi….semoga diterima disisi-Nya.
Soalnya buka opoto dl, baru sepeda…
SMS tadi ta kira juga yang laen…
Selamat jalan
selamat jalan M’Bah Wir, Doa Kami selalu bersamu, amiennn.
Perhatian..!!!!
bagi seluruh Onthelis, adakah pengganti atawa yg mo meneruskan keahlian M’Bah wir ini..??????
P’DE, dengan saling berinteraksi dan berdiskusi, semoga kita semua semakin memahami dunia peronthelan. Setidaknya, kita sudah memulai dari awal yang benar: mencintai sepeda onthel. Semoga…
selamat jalan mbah wir, semoga amal ibadahnya di terima di sisi-NYA..
Ya Allah terimalah segala amal perbuatannya dan tempatkanlah Mbah Wir di surgamu Ya Allah Amin
Segenap pengurus Ontel Depok turut menyampaikan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga amal ibadahnya diterima, dan segala dosa yang diperbuat mendapat ampunan dari Allah SWT Amin ya Robbal alamin.
http://www.defoc.wordpress.com
Selamat Jalan ya Mbah,,semoga mbah di terima di sisi allah YME..doa kami meyrtai,
Amin
Saya dan tmn” dari KOTA turut berduka cita…
Saya pribadi dan atas nama kerabat PODJOK, menghaturkan duka cita yg sedalam2xnya.
Beliau adlh salah satu “maestro onthel ” yg sngt disegani dan kita semua benar2x merasa kehilangan. ..
Selamat jalan Mbah Wir, kami akan selalu mengenang jasamu dalam dunia peronthelan…
=>Selamat Jalan Mbah Wir,
Semoga amal ibadah panjenengan diterima disisi-Gusti Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan . . . amien
Selamat jalan sang legenda….. semoga arwah mbah Wir diterima di sorgaNYA..
kepada sahabat penulis, tks…….. sangat inspiratif..
salam dari karawang.
Mas Rendra, terimakasih atas doa dan apresiasinya. Salam hangat juga dari Potorono.
Salam Takziah dari Basikal Malaya (Malaysia) saya amat “touching” dengan cerita “story’ kehidupan Mbah. Ternyata beliau seorang LAGENDA dan tokoh sepeda yang dihormati kerana INTEGRITI nya. Al-Fatihah
Mykyocera – Kuala Lumpur, MALAYSIA
http://basikalmalaya.wordpress.com
Terimakasih. Semoga kita selalu bisa mengambil hikmah dari segala yang tergelar di depan kita. Salam dari Potorono, Jogja.
met jalan cing….moga2 amal ibadahnye di trima ame nyang kuasa……….hiks
Selamat jalan mbah wir,
kenangan itu tidak akan bisa saya lupakan….
Innalillahi waiinallilahi rojiun……..
Kami keluarga besar POL_LAMPUNG mengucapkan
Selamat Jalan Mbah Wir
Semoga amal ibadahnya diterima disisiNya
Dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan
Ketika pertama kali saya mengenal beliau , beberapa tahun yang lalu , sebelum saya benar-benar terjun buka toko sepeda antik dan onderdelannya , saya punya suatu tekad dan ambisi pribadi sebagai uji coba dan test kemampuan saya didunia peronthelan bahwasanya saya harus bisa jual barang saya ke beliau dan harus dapat untung , bila mana hal itu terwujud , artinya saya lulus dan ready untuk bergerak full speed ….ternyata benar…..barang saya dibeli beliau pada waktu itu , senangnya bukan main ! ada rasa bangga sekaligus muncul semangat untuk terjun 100% di peronthelan .
Satu lagi , Pengalaman yang tidak bisa saya lupakan ketika saya membantu beliau nyetel sepeda yang rantai/gir tengahnya menimbulkan bunyi karena nyangkut ketengkas , karena beliau kupingnya tuli gak bisa dengar , jadi agak kesulitan menyetel yang pas dan itu butuh teman yang kupingnya waras , jadilah kita berdua nyetel sepeda bersama , sampai sepedanya jadi baik .
Sebenarnya ada banyak kesan yang saya dapat dari beliau almarhum , gak cukup untuk ditulis semua .
Selamat jalan my inspirator , my teacher, and my friend too.
Terimakasih Pak Yudi. Cerita Anda semakin menghidupkan kenangan kita atas Almarhum.
Pengin punya kesempatan ngobrol lebih banyak dengan Pak Yudi, salah seorang tokoh peronthelan untuk generasi yang jauh lebih muda. Lha kami ketemunya selalu sama Pak Raden…
Dari Tiada Menjadi Ada, dan Akhirnya kini menjadi Tiada. Selamat Jalan Mbah Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan mbah, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dalam menghadapi ujian ini, amien ya robal alamien….salam dari kami” Anak “KONTJI”
kami dari PUC turut berbelangsungkawa serta mendoa’kan semoga amal ibadah beliau diterima oleh sang khalik.
setiap daerah memiliki mbah Wir, tinggal
sekarang bagaimana kita generasi penerus dapat
melestarikan dan membudayakan sapeda unto
ini. regenerasi baik ilmu yang berguna maupun
informasi berkaitan dengan sepeda onthel,
agar selalu lestari sepanjang masa.
selamat jalan mbah..
semoga almarhum di terima disisi tuhan yg maha esa.amin ya raball alamin
Selamat jalan mbah Wir semoga amal ibadahnya diterima disisinya dan yang ditinggalkan diberi ketabahan. Akan selalu kukenang kata kata mbah ” pokokke sip nak eka”. Nuwun mbah anak putu nyuwun donganipun ugi.
Kami teringat kenangan ketika team POC berkunjung ke bengkel Mbah Wiryo, Kesederhanaan, Ketulusan serta Kepedulian thd ontel tersirat dari mereka (Mbah Putri & Mbah kakung).
Selamat Jalan Mbah Wiryo, Semoga amal ibadah panjenengan diterima disisi Allah SWT, Amien …..
selamat jalan mbah wir…
Setahun yg lalu saya mampir ke waroeng mbah wir
dan kebiasaan mampir ini selalu saya lakukan setiap ada acara perjalanan Ponorogo – Jakarta .
Engkau tiada lagi mbah….tapi kebiasaan itu akan tetap saya lakukan untuk mengenangmu , Insya Allah –
Semoga Allah meridhloi kembalimu Mbah Wir – Innalillahi wa innaillaihi rojiun …
dari tidak tahu menjadi tahu, itulah saat kita berkunjung ke kediaman Mbah Wir. Selamat jalan…
Nyesel saya blm s4 ngangsu kawruh. Semoga “perjalanan ” beliau lancar. Gugur 1 tumbuh 1000.Pendekar sepuh telah tiada,pendekar2 muda bermunculan
Saya teringat waktu itu hari menjelang siang ketika saya mampir di bengkelnya mbah Wiryo yg terkenal di sekitar prambanan..,
Sapaan saya dijawab dengan senyuman hangat walaupun belum pernah bertemu sebelumnya..
begitu saya perkenalkan diri dan bilang bahwa saya dari kalimantan, beliau sangat antusias..kemudian terjadilah obrolan yang hangat walaupun kadang-kadang saya agak telmi karena belum akrab dengan istilah yang mbah katakan, tapi itulah mbah Wiryo,..bersahaja..apa adanya..dan..ketekunannya yang membuat saya salut…
Selamat jalan mbah Wiryo,..semoga diterima di sisiNya,.. pelajaran tentang sepeda tua sangat berguna dan berkesan sekali buat saya,..
perjalanan panjang yg tlh engkau lalui dan pelajaran yg tlh engkau berikan kpd semua pecinta sepeda sgt berarti danbermanfaat bg smua, slmt jln mbah Wiryo semoga amal ibadah diterima di sisiNYA. AMIIIN.
weeehhhh….weehhhh..wehhh..mantabbbb tenan pak Noer. tar ikut nimbrung nek cuti
ikut berduka cita atas berpulangnya mbah Wir ke hadhiratNya…semoga amal beliau diterima disisi Allah Swt. sayang sekali waktu habis makan soto di prambanan cafe itu saya ga menyempatkan mampir dirumah mbah Wir.tapi memang pada saat itu mbah Wir juga udah di RS.
Selamat jalan. kita2 onthelis Potorono yang melanjutkan melestarikan onthel.
rak yo ngono to mas daaaaaaaaaaaaabbbbbb??
Selamat jalan Mbah Wiryo, keta semua bangga dengan keteguhanmu dan perjuanganmu akan kemauan untuk melestarikan budaya Onthel. Mbah Wiryo semangatmu adi didada kami selaku penerusmu Mbah, selamat jalaaaaaaaaaaaaaan Mbah.
setiap lewat dan mampir di bengkel sekaligus toko sepeda mbah Wir saya jadi bisa membedakan sepeda yg orisinil dan berkualitas. ter-iring doa semoga Tuhan memberi tempat yg indah dan layak disana, Amin.
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga amal ibadah beliau diterima Allah SWT. Amiin.
Skrg yg jaga bengkelny spa maz?
Btw workshopny mbah wir tu t4ny dmn to?
Bengkel Mbah Wir dilanjutkan anaknya, namanya Pak Kelik Mas. Tempatnya? Lha kalau dari Prambanan ke arah jalan Piyungan, sebelum rel kereta persis belok aja ke kiri. Dari situ sudah terlihat. Kecuali pas tutup. Hehe…
iya dulu pernah lihat tp sekarang kyke kok tutup teruz y?he3
saya rumahnya jg jln piyungan mas..
tepatnya km 3,5 ..pas jalan mo masuk candi boko klo yg dari belakang..he3
ato jgn2 pindah,,tw CPnya pak kelik ndak mas?
Belum pindah kok Mas. Paling pas tutup. Tanya warung-warung sebelahnya tentu pada tahu.
Thanx maz..
Maf tny2 trz..hehe
akan adakah orang yg sama seperti Beliau. saya senang melihat sepeda apalagi mamilikinya.
Hmm… senang bertemu sesama peminat sepeda onthel. Pak Kelik (putra Mbah Wir) saat ini menggantikan ayahnya. Beberapa sepeda bagus masih kami lihat dipajang di sana. Tertarik?